Kritik di Balik Status Darurat Sosial Geng Sepeda Motor di Jambi
Kerawanan sosial terkait maraknya geng sepeda motor di Jambi berbuntut pemberlakuan darurat sosial dan jam malam di Kota Jambi. Pengamat kebijakan menyarankan ada solusi yang terpadu menyelesaikan persoalan tersebut.
Oleh
IRMA TAMBUNAN
·4 menit baca
Jalanan di Kota Jambi tak lagi aman dalam tiga bulan belakangan ini. Anggota geng sepeda motor berkeliaran hampir setiap malam. Dengan senjata tajam, mereka tak segan menyerang warga lain hingga terluka.
Aktivitas anggota geng sepeda motor yang mayoritas masih usia remaja itu telah meresahkan masyarakat. ”Jangan coba-coba keluar malam hari. Bahayo nian, anak-anak tu nekat kalau sudah konvoi. Sembarang nyerang orang,” kata Abdullah, warga Telanaipura, Jambi, Jumat (7/10/2022).
Kini, setiap kali Nana, putri bungsunya, minta izin keluar rumah pada malam hari, Abdullah pasti melarangnya. Ia beralasan tak mau ambil risiko. Keselamatan sang putri menjadi pertimbangannya.
Kini hampir setiap malam pula aparat Kepolisian Resor Kota Jambi harus menyisir jalanan. Patroli digelar mulai pukul 22.00 hingga menjelang dini hari. Targetnya pada sejumlah titik rawan mereka berkumpul, seperti di seputaran Kotabaru, Palmerah, hingga Mayang.
Sejak Juli lalu, sudah 150-an anggota geng sepeda motor ditangkap polisi saat beraksi. Sebagian dari mereka ditangkap karena melakukan kekerasan kepada warga lain, berkonvoi hingga meresahkan warga, dan berencana tawuran. Dari mereka, aparat menyita ratusan senjata tajam, seperti pedang, celurit, hingga golok.
Kerawanan sosial tersebut akhirnya disikapi oleh Pemerintah Kota Jambi. Wali Kota Jambi Syarif Fasha menetapkan status darurat sosial. Penetapan status itu tertuang dalam Surat Keputusan Wali Kota Jambi Nomor 356 Tahun 2022 tentang Penetapan Darurat Sosial terhadap Aktivitas Kelompok Kriminal Anak Bermotor di Kota Jambi.
Menyusul SK penetapan darurat sosial, Fasha menerbitkan pula produk turunannya berupa Instruksi Wali Kota Jambi terkait pemberlakuan jam malam. Disebutkan dalam instruksi Nomor 18 Tahun 2022 tentang Pemberlakuan/Pengawasan terhadap Kelompok Kriminal Anak Bermotor di Kota Jambi itu, jam malam berlaku pukul 22.00 hingga pukul 04.30.
Selama berlakunya jam malam, aktivitas berkumpul lebih dari 2 orang dalam bentuk pawai atau konvoi kendaraan bermotor, khususnya pada remaja, dilarang. ”Aktivitas di luar rumah hanya diperbolehkan terkait adanya keperluan mendesak dan didampingi oleh keluarga atau orangtua,” kata Abu Bakar, Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Jambi. Penetapan Darurat Sosial dan pemberlakuan jam malam berlaku sejak 26 September 2022 hingga waktu yang belum dapat ditentukan.
Sesuai kebijakan, kata Abu Bakar, aparat penegak hukum diinstruksikan berpatroli. Terhadap warga yang kedapatan melanggar dapat dikenakan tindakan berupa teguran serta pembubaran. Setiap remaja akan membuat surat pernyataan tidak mengulangi perbuatannya kembali. Selanjutnya, mereka akan dikembalikan ke orangtuanya. Akan ada pula pembinaan oleh aparat gabungan kepolisian dan TNI serta tokoh masyarakat dan agama. Selain itu, dilakukan bimbingan dari psikolog. Penerapan proses hukum akan menurut pada aturan yang berlaku.
Tiap-tiap RT juga diminta mengaktifkan kembali sistem keamanan lingkungan atau siskamling. Tim di tingkat kelurahan dan kecamatan diminta melaporkan hasil kegiatan pengawasannya secara berkala kepada Wali Kota Jambi dan jajaran forum komunikasi pimpinan daerah.
Analis Politik dan Kebijakan Universitas Nurdin Hamzah, Pahrudin HM, menilai penetapan darurat sosial dan jam malam terkait maraknya geng motor bersifat sementara. Kebijakan itu bukanlah solusi. Pemerintah harus mengambil langkah terpadu dalam pembangunannya. Arah pembangunan harus dapat memberi solusi untuk mengatasi persoalan kenakalan remaja di Jambi.
Ia menilai banyak potensi dan bakat pada anak-anak muda di Jambi belum difasilitasi. Misalnya, remaja di Jambi punya kegemaran balap sepeda motor. Namun, tidak tersedia tempat memadai bagi aktivitas tersebut. Alhasil, ratusan remaja kerap kedapatan mencuri-curi kesempatan adu balap di jalan menuju Bandara Sultan Thaha. Jalan menuju bandara cukup lebar dan lengang. Jalan mulus sehingga cocok untuk balapan. Namun, kegiatan tersebut mengganggu para pengguna jalan lainnya. Masyarakat resah karena kebut-kebutan itu mengancam keselamatan di jalan.
Di tengah adu balap, petugas tiba-tiba datang dan membubarkan massa. Akibatnya, para remaja terpaksa mencari tempat lain menyalurkan hobinya.
Balapan sepeda motor juga kerap mereka adakan di kawasan perkantoran Gubernur Jambi di Telanaipura dan di kawasan perkantoran Wali Kota Jambi di Kotabaru.
Menurut Pahrudin, jadi remaja di Kota Jambi tak mudah karena sulit menyalurkan bakat dan hobinya. Sebab, ngebut-ngebutan telah dianggap sebagai bentuk kenakalan sehingga dilarang. ”Padahal, kalau diberikan jalan untuk penyalurannya, para remaja itu bisa saja mencetak prestasi menjadi atlet balap sepeda motor,” tuturnya. Ia mengusulkan agar pemerintah membuat sejumlah arena mengakomodasikan kebutuhan tersebut.
Ruang-ruang publik bagi anak muda, katanya, juga perlu dibuka lebih lebar-lebar. Tujuannya untuk memfasilitasi mereka melahirkan kreativitas di berbagai bidang.
Sekolah dan keluarga perlu seiring sejalan memberi perhatian. Anak-anak jangan hanya dilarang, tetapi sebaliknya perlu diarahkan dan diberikan jalan sehingga mereka bisa berkarya.
Pemerintah, sekolah, dan keluarga harus dapat merangkul para remaja itu. Jika tidak, penetapan status darurat sosial bakal terus berulang. Hal itu membawa situasi di Kota Jambi makin tak aman. Jangan sampai itu terjadi.