Kejahatan Jalanan oleh Remaja yang Meresahkan Warga
Peran keluarga sangat penting untuk mencegah terjadinya kenakalan remaja yang menjurus pada tindak kriminal jalanan.
Oleh
Yohanes Advent Krisdamarjati
·4 menit baca
Polres Metro Tangerang Kota
Celurit yang akan digunakan puluhan pelajar untuk tawuran di Kota Tangerang, Banten, Senin (30/8/2021) malam. Mereka kongko-kongko untuk tawuran antarsekolah.
Tindak kejahatan jalanan di perkotaan yang sering kali melibatkan anak-anak remaja kerap membuat warga waswas dengan keamanan diri dan keluarga. Apalagi, tak jarang kekerasan jalanan dilakukan secara acak atau asal dalam mencari korban.
Ragam kejahatan atau kriminalitas jalanan oleh sekelompok anak muda yang membuat warga resah berupa tawuran antarsekolah atau antargeng, pencurian, pembegalan, hingga pembacokan yang bahkan menimbulkan korban jiwa.
Awal tahun ini, pembacokan akibat tawuran antarkelompok remaja terjadi di Cengkareng, Jakarta Barat. Polisi menangkap sembilan pelaku yang mayoritas merupakan pelajar SMP. Mereka membacok korban salah sasaran yang juga berusia belasan tahun hingga tewas pada 5 Januari 2022.
Korban salah sasaran atau korban yang diserang secara acak dan tanpa sebab juga masih berulang terjadi. Di Yogyakarta, fenomena kejahatan jalanan dengan sasaran acak yang dikenal dengan istilah klitih kembali menghebohkan pada akhir 2021. Kepolisian Resor Sleman, Yogyakarta, menangkap enam pelaku klitih berusia belasan tahun yang menganiaya dan melukai korban tanpa sebab.
Kata klitih dalam bahasa Jawa diambil dari istilah klitah-klitih atau mondar-mandir yang tak jelas arah tujuannya. Sebenarnya tidak ada unsur kekerasan dalam istilah asli klitih. Namun, istilah klitih kemudian dipakai untuk menyebut aksi kejahatan jalanan yang menyasar korban tanpa sebab. Biasanya tindakan klitih berupa pembacokan atau penyerangan di jalanan dengan senjata tajam oleh individu maupun sekelompok remaja.
Bertahun-tahun, fenomena klitih terus terjadi di Yogyakarta dan menimbulkan banyak korban, bahkan sebagian korban meninggal. Penangkapan dan proses hukum terhadap para pelaku juga telah dilakukan, tetapi klitih tetap berulang. Data Polda DI Yogyakarta mencatat, pada 2021 terdapat 58 laporan kejahatan jalanan dengan jumlah pelaku 102 orang. Jumlah itu naik dibandingkan pada 2020 yang sebanyak 52 laporan dengan pelaku 91 orang. (Kompas. 30 Desember 2021)
KOMPAS/STEFANUS ATO
Polisi menunjukkan alat bukti yang digunakan para pelajar untuk tawuran di Tanjung Priok, Jakarta Utara, Senin (23/3/2020). Tawuran antarpelajar itu menelan korban jiwa.
Meresahkan warga
Tindak kriminal jalanan oleh remaja meresahkan dan mengganggu keamanan warga. Pasalnya, pelaku aksi bentrok antarsekolah atau antargeng kerapkali membawa senjata tajam yang bisa menyebabkan korban salah sasaran. Mereka menyerang warga yang ditemui di jalanan secara acak.
Setelah sejumlah kasus klitih di Yogyakarta viral dan kembali disorot, warganet sampai beramai-ramai memopulerkan tagar #YogyaTidakAman dan #SriSultanYogyaDaruratKlithih.
Timbulnya rasa khawatir di benak masyarakat juga terungkap dalam Jajak Pendapat Kompas pada 12-14 Januari 2022 ini. Hasilnya, mayoritas responden sebanyak 84,3 persen menyatakan tindak kriminal yang dilakukan oleh sekelompok remaja sudah mencapai tataran mengkhawatirkan dan menimbulkan keresahan warga.
Selaras, Statistik Kriminal 2021 Badan Pusat Statistik (BPS) juga mencatat, terdapat 36,7 persen anggota rumah tangga di Indonesia mengaku khawatir ketika bepergian sendiri di malam hari. Warga di DKI Jakarta yang merasa paling waswas dibanding provinsi lain dengan tingkat kekhawatiran mencapai 57,9 persen.
Ragam tindak kriminal yang diketahui para responden cukup bervariasi antarawilayah perkotaan dan perdesaan. Mulai kasus pencurian, tawuran atau perkelahian, pembegalan, lalu pembacokan hingga mengakibatkan kematian. Kondisi ini terbilang memprihatinkan, sebab pelaku masih dalam fase remaja dan menjadi sinyal bahwa ada sekelompok generasi muda yang perlu diberi perhatian lebih.
KOMPAS/Polres Metro Tangerang Kota
Bendera kelompok pelajar yang hendak tawuran di Kota Tangerang, Banten, Senin (30/8/2021) malam. Sebanyak 70 pelajar dari berbagai sekolah di Kota Tangerang dan Jakarta kongko-kongko untuk tawuran.
Penyebab dan solusi
Terkait faktor penyebabnya, terdapat faktor internal dan eksternal yang mendorong remaja berani melakukan tindak kejahatan. Hasil jajak pendapat memotret, kedua faktor sama kuat pengaruhnya. Sebanyak 48 persen responden menyatakan pengaruh lingkungan pergaulan remaja yang buruk dominan menyebabkan kenakalan remaja. Faktor tersebut merupakan bagian dari faktor eksternal dan didukung oleh faktor internal berupa kontrol diri remaja yang lemah dalam menangkal pengaruh buruk dari lingkungan sekitar. Hal ini umum terjadi pada fase remaja yang sedang mengalami krisis identitas.
Selain itu, 21 persen responden menyatakan, salah satu pemicu kenakalan remaja hingga melakukan kriminalitas diakibatkan kemiskinan yang dialami oleh keluarga. Kondisi miskin kerap menimbulkan konflik dan bisa memicu tindak kekerasan di lingkungan rumah tangga. Ketika remaja terbiasa menyaksikan tindak kekerasan di sekitarnya, maka akan lebih mudah untuk ikut melakukannya dengan dorongan dari pergaulan yang juga diwarnai tindak kekerasan.
Beberapa cara dipandang oleh responden cukup efektif menekan tindak kriminalitas oleh remaja ini. Empat dari sepuluh responden berpendapat dukungan keluarga sangat penting, oleh karena itu dibutuhkan komunikasi yang baik antara remaja dengan orangtua. Persoalan terkait kenakalan remaja memang lebih tepat sasaran ketika diatasi secara proaktif dari lingkungan terkecil, yakni keluarga.
Solusi selanjutnya yang dianggap efektif ialah melibatkan aparat kepolisian. Sebanyak 27 persen responden memandang bahwa dengan polisi meningkatkan pengamanan atau patroli di lingkungan masyarakat, maka akan mempersempit ruang gerak remaja yang berniat melakukan tindak kriminal terutama di jalanan atau ruang publik.
Mengatasi tindak kriminal remaja juga dapat ditekan dengan mengadakan aktivitas yang berdampak positif untuk kelompok remaja. Hal ini diungkapkan oleh 21 persen responden yang memandang bahwa dengan mewadahi dan mengarahkan aktivitas remaja seperti kegiatan olahraga, kesenian, keterampilan, dan sebagainya dapat menekan gejolak godaan melakukan tindak kekerasan.
Dengan memperhatikan dan mencegah remaja melakukan tindak kriminal, manfaat di masa depan bagi masyarakat adalah dapat terus menekan angka kejahatan secara umum. Dengan demikian dapat terwujud lingkungan sosial masyarakat yang lebih nyaman dan aman.