Tawuran merupakan salah satu potensi gangguan keamanan selama pembatasan sosial berskala besar serta pada bulan Ramadhan. Patroli rutin jadi strategi polisi menekan risiko tersebut.
Oleh
Johanes Galuh Bimantara
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Rencana tawuran dua kelompok remaja pada Sabtu (25/4/2020) di Kecamatan Pondok Melati, Kota Bekasi, digagalkan patroli polisi. Sebanyak 13 orang dibawa ke Markas Polsek Pondok Gede, Polres Metropolitan Bekasi Kota, untuk diperiksa dan dibina.
”Tawuran digagalkan setelah tim patroli gabungan Polsek Pondok Gede dan Tim Patriot Polres Metro Bekasi Kota melintas di sekitar lokasi,” tutur Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Metro Jaya Komisaris Besar Yusri Yunus dalam keterangan pada Sabtu (25/4/2020) siang.
Tim terdiri atas 25 personel, yakni anggota Polsek Pondok Gede yang dipimpin Ajun Komisaris Hatta Ismiyanto dan Tim Patriot yang dikendalikan Inspektur Satu Valerij Lekahena. Bersama warga sekitar, tim mengamankan para remaja itu di Jalan Pasar Kecapi 1 Kelurahan Jatiwarna, Kecamatan Pondok Melati, sekitar pukul 02.30.
Usia mereka berkisar 13-19 tahun dan kebanyakan merupakan pelajar. Semua beralamat tinggal di Kampung Bulak Tinggi, Kelurahan Jatirahayu, Kecamatan Pondok Melati.
Yusri mengatakan, mereka tergabung dalam kelompok Anak Kecamatan. Mereka berniat melakukan ”perang sarung” melawan kelompok Anak Kecapi di Pasar Kecapi Bawah.
”Hasil keterangan dari salah satu remaja yang diamankan, mereka merencanakan tawuran dengan remaja Pasar Kecapi setelah sebelumnya janjian melalui media sosial Facebook,” ujarnya.
Perang sarung merupakan istilah duel antara dua kelompok pemuda bersenjatakan sarung yang ujungnya diikat. Para pelakunya biasanya beralasan kegiatan itu untuk memeriahkan bulan Ramadhan. Namun, perang sarung kerap berujung ke adu jotos hingga penggunaan senjata tajam.
Hasil keterangan dari salah satu remaja yang diamankan, mereka merencanakan tawuran dengan remaja Pasar Kecapi setelah sebelumnya janjian melalui media sosial Facebook.
Jakarta Timur
Gagalnya rencana tawuran karena patroli kepolisian sebelumnya juga terjadi di Jakarta Timur, yakni di daerah Ciracas, Jakarta Timur, Jumat (17/4/2020) dini hari. Kepala Polres Metro Jakarta Timur Kombes Arie Ardian Rishadi mengatakan, pihaknya memetakan bahwa jam rawan tawuran sekitar pukul 02.00-06.00 sehingga Tim Rajawali Polres Metro Jakarta Timur berpatroli pada durasi tersebut.
Tim mencurigai tawuran bakal pecah di Ciracas sehingga mereka mengarah ke sana. Sampai di Ciracas, mereka menemukan sekelompok anak muda yang terdiri dari lebih kurang 15 orang yang sedang berkumpul.
”Ketika akan diperiksa, mereka melawan dan melakukan pelemparan terhadap anggota Tim Rajawali Polres Metro Jakarta Timur,” ujar Arie.
Namun, polisi berhasil menangkap empat remaja yang terdiri dari dua anak di bawah umur serta dua pemuda dewasa. Mereka adalah IR (18), AW (19), BST (17), dan MS (17). Selain itu, terdapat juga barang bukti senjata tajam. Arie mengatakan, pihaknya berkomitmen mengawal kasus sampai ke kejaksaan serta pengadilan.
Subkultur remaja perkotaan
Ketua LabSosio Pusat Kajian Sosiologi Universitas Indonesia, Daisy Indira Yasmine, pada November tahun lalu, menuturkan, budaya kekerasan sudah masuk ke dalam subkultur anak-anak remaja di perkotaan. Mereka tidak butuh masalah atau alasan untuk berkelahi dengan kelompok anak muda lainnya karena tawuran justru menjadi bagian dari cara meningkatkan solidaritas kelompok.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Suyudi Ario sependapat dengan Daisy. Kemenangan suatu geng atau kelompok dalam tawuran bisa meningkatkan pamor kelompok itu dibanding kelompok-kelompok lain.
Karena itu, menurut Daisy, solusi mendamaikan dua kelompok remaja yang sebelumnya bertikai belum tentu efektif. Berbagai pihak, termasuk sekolah dan perangkat di permukiman, perlu berinovasi untuk menyalurkan keinginan berkompetisi guna meningkatkan kohesi kelompok remaja lewat kegiatan-kegiatan positif. Ia mencontohkan, kegiatan itu bisa berupa lomba kesenian dan olahraga.