Banjir di Aceh Utara dan Lhokseumawe, Ribuan Warga Mengungsi
Nilai kerugian dari bencana hidrometeorologi tidak kecil. Pada 2018, kerugian akibat bencana hidrometeorologi Rp 655,8 miliar, tahun 2019 sebesar Rp 69,4 miliar, dan 2020 sebesar Rp 157,9 miliar.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
LHOKSUKON, KOMPAS — Bencana banjir di Kabupaten Aceh Utara dan Kota Lhokseumawe, Provinsi Aceh, sejak Selasa (4/10/2022) malam hingga Rabu (5/10/2022), belum surut. Ribuan warga harus mengungsi ke lokasi-lokasi yang aman. Banjir di Aceh Utara adalah bencana yang terus berulang.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Aceh Utara Asnawi menuturkan, air mulai masuk ke pemukiman warga sejak pukul 21.00. Hujan deras sejak beberapa hari di daerah hulu telah memicu sungai-sungai di sana meluap.
Tiga sungai yang meluap adalah Sungai (Krueng) Keureuto, Pasee, dan Peutoe. Sungai tersebut melintasi pemukiman warga dan kota.
Desa yang tergenang banjir tersebar di Kecamatan Matang Kuli, Pirak Timu, Tanah Luas, Cot Girek, Samudera, dan Lhoksukon. BPBD Aceh Utara melaporkan sedikitnya 3.000 warga Aceh Utara mengungsi ke lokasi-lokasi yang aman.
Asnawi mengatakan, luapan air sungai juga merendam badan jalan antardesa. Di Matang Kuli, ketinggian air di jalan mencapai 1,5 meter sehingga arus transportasi terhambat.
Selain perumahan warga, kantor camat, kantor polisi sektor, dan puskesmas, beberapa sekolah juga terendam. Di Kecamatan Matang Kuli, hamparan sawah 230 hektar terendam banjir.
Banjir juga merendam lima desa di Kota Lhokseumawe. Ketinggian air di jalanan perkotaan dan permukiman 40 sentimeter hingga 1 meter. Namun, jumlah rumah yang tergenang masih dalam pendataan.
Aceh Utara kerap dilanda banjir terutama saat musim hujan. Kondisi serupa terjadi di Kecamatan Langsa Baro, Kota Langsa.
Pengembangan lokasi ekowisata Taman Hutan Kota Langsa di Desa Paya Bujok Seuleumak, Langsa Baro, kerap memicu masalah banjir di permukiman warga saat hujan selama setahun terakhir. Warga sudah mengadukan masalah ini kepada Pemerintah Kota Langsa, tetapi sampai kini belum juga ada tindak lanjut serius untuk mengatasinya.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Blang Bintang telah mengeluarkan imbauan agar meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi banjir.
”Kami mengimbau sebab potensi besar terjadi bencana hidrometereologi, seperti banjir, longsor, dan bandang,” kata Koordinator Informasi dan Data BMKG Blang Bintang Zakaria Ahmad.
Banjir pada awal tahun 2022 tergolong parah. Ketinggian air di permukiman warga mencapai 1,5 meter. Ribuan rumah tergenang sehingga 42.562 jiwa mengungsi. Anak-anak tidak bisa sekolah dan aktivitas perdagangan lumpuh.
Warga mengalami kerugian besar karena sumber pendapatannya rusak diterjang banjir. Pelayanan publik terganggu dan anak-anak kehilangan ruang bermain.
Data Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA), bencana banjir luapan, bandang, dan longsor atau disebut bencana hidrometeorologi mendominasi bencana di Aceh. Pada 2018, bencana hidrometeorologi terjadi 127 kali, 2019 sebanyak 126 kali, dan 2020 sebanyak 170 kali.
Nilai kerugian dari bencana hidrometeorologi tidak kecil. Pada 2018, kerugian akibat bencana hidrometeorologi Rp 655,8 miliar, tahun 2019 sebesar Rp 69,4 miliar, dan 2020 sebesar Rp 157,9 miliar.
Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Aceh Ahmad Shalihin mengatakan, banjir bukan hanya disebabkan intensitas hujan yang tinggi. Kerusakan daerah aliran sungai (DAS) dan deforestasi juga menjadi faktor pemicu banjir. Data dari Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung Krueng Aceh, sebanyak 20 DAS atau sedikitnya 251.696 hektar DAS di Aceh harus segera dipulihkan.
”Aceh perlu strategi mitigasi bencana yang komprehensif,” kata Shalihin.