Jaga Tingkat Inflasi, Sumsel Pastikan Ketersediaan Bahan Pangan
Pemerintah Sumsel akan menggencarkan sejumlah program yang diyakini mampu menekan inflasi. Program tersebut, seperti memastikan ketersediaan bahan pangan, operasi pasar, dan operasi pasar.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·4 menit baca
KOMPAS/RHAMA PURNA JATI
Seorang petani menggarap lahan sawah di Kecamatan Muara Sugihan, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan, Selasa (7/12/2021). Sebagai provinsi penghasil beras Sumsel masih dilanda data lahan baku sawah yang timpang.
PALEMBANG, KOMPAS — Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan akan menggencarkan sejumlah program yang diyakini mampu menekan inflasi. Program tersebut, seperti memastikan ketersediaan 10 bahan pangan, penyaluran bantuan langsung tunai yang tepat sasaran, serta operasi pasar.
Pernyataan ini disampaikan Sekretaris Daerah Provinsi Sumatera Selatan Supriyono, Jumat (30/9/2022), di Palembang, setelah Sumsel memperoleh dana insentif daerah (DID) sebesar Rp 10,32 miliar karena dianggap mampu menekan inflasi dari periode Mei-Agustus 2022.
Data Badan Pusat Statistik Sumsel menunjukan, inflasi Sumsel pada tahun kalender 2022 (kumulatif bulan Januari sampai dengan Agustus 2022) sebesar 4,29 persen. Jika dibandingkan dengan periode yang sama, angka tersebut lebih tinggi dari tahun 2021 sebesar 0,71 persen, juga lebih tinggi dari tahun 2020 sebesar 0,52 persen.
Adapun tingkat inflasi yoy (Agustus 2022 terhadap Agustus 2021) sebesar 5,44 persen. Jika dibandingkan dengan periode yang sama, angka tersebut lebih tinggi dari tahun 2021 sebesar 1,74 persen, juga lebih tinggi dari tahun 2020 sebesar 0,75 persen.
Sejumlah petani sedang menggiling beras di Desa Pagar Dewa, Kecamatan Tanjung Agung, Muara Enim, Kamis (18/11/2021). Lampu di tempat penggilingan ini menggunakan listrik dari pembangkit listrik tenaga surya.
Supriyono meyakini keberhasilan pemerintah dalam menjaga lonjakan inflasi di Sumsel tidak lepas dari sejumlah program yang telah dicanangkan. Seperti program Gerakan Sumsel Mandiri Pangan (GSMP) yang meminta keluarga rentan miskin untuk memanfaatkan pekarangan rumahnya untuk menanam sejumlah bahan pangan.
Selain itu, ujar Supriyono, pemprov juga mendorong daerah untuk meningkatkan produktivitas bahan pangan strategis, seperti beras, cabai, dan bawang. Di sisi lain, pihaknya juga terus memantau penyaluran bantuan sosial, termasuk penyaluran dana desa agar benar-benar digunakan untuk mendorong ketersediaan bahan pangan, termasuk pembangunan sarana pendukungnya.
Operasi pasar juga terus digencarkan di daerah-daerah yang rentan mengalami inflasi. Ke depan, program ini akan terus didorong, bahkan pihaknya sudah meminta bantuan kepada penyuluh pertanian dan juga TNI/Polri untuk turut membantu guna memperlancar program ini.
Menurut Supriyono, dengan memastikan ketersediaan bahan pangan di pasaran, termasuk menjaga daya beli pada masyarakat rentan, diharapkan tingkat inflasi di Sumsel bisa terus terjaga.
Aktivitas di Pasar Gubah, Palembang, Sumatera Selatan, Minggu (14/12/2021). Aktivitas pasar di Sumsel mulai beradaptasi dengan kecanggihan teknologi. Langkah ini dilakukan agar pasar tradisional tidak ditinggalkan.
Terkait dengan penggunaan DID, Supriyono menyatakan akan mempergunakan ini untuk memperkuat UMKM dan bantuan sosial guna mendorong daya beli masyarakat. ”Dengan bantuan ini, diharapkan tingkat inflasi di Sumsel bisa terus terjaga,” katanya.
Kepala Dinas Peternakan dan Ketahanan Pangan Sumatera Selatan Ruzuan Efendi menyebutkan, sampai saat ini ada 81.000 rumah tangga miskin (RTM) yang menjadi sasaran GSMP. ”Kami akan memberikan bibit dan juga bimbingan bagi masyarakat untuk turut berperan menyediakan bahan pangan dari pekarangannya,” ucapnya.
Memang, sampai sekarang jumlah keluarga yang sudah menjalani GSMP baru mencapai 2.000 RTM, tetapi dengan keterlibatan semua pihak diharapkan sampai akhir tahun jumlahnya bisa mencapai 10.000 RTM.
KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA
Petugas merawat bibit tanaman di taman lain di Kebun Bibit Wonorejo, Surabaya, Kamis (28/9/2016).
Menurut dia, menanam tanaman pangan di pekarangan rumah dapat menurunkan pengeluaran hingga Rp 300.000 per bulan. Kondisi ini tentu akan membantu masyarakat.
Kepala Dinas Pertanian, Tanaman Pangan, dan Hortikultura Sumatera Selatan Bambang Pramono mengakui, saat ini produksi beras Sumsel menurun cukup signifikan dalam tiga tahun terakhir. Data terakhir pada 2021, produksi beras di Sumsel hanya sekitar 1,7 juta ton atau menurun dari tahun sebelumnya, yakni 2,73 juta ton. Walau produksi menurun, Sumsel masih mengalami surplus, yakni sekitar 900.000 ton.
Penurunan ini disebabkan gagal panen di sejumlah kawasan, terutama di sawah berkontur rawa. ”Kegagalan panen disebabkan hujan yang terus mengguyur sehingga lahan pertanian terus terendam air,” ucapnya.
KOMPAS/RHAMA PURNA JATI
Seorang pedagang di Pasar KM 5 Palembang, Sumatera Selatan, sedang melayani pembeli cabai, Rabu (13/7/2022). Harga komoditas di Palembang berangsur turun dibandingkan dengan sebelum Idul Adha meski dinilai masih memberatkan. Pedagang pun mengalami penurunan omzet lantaran berkurangnya daya beli masyarakat.
Bambang menuturkan, dari sekitar 600.000 hektar lahan pertanian di Sumsel, sekitar 72,2 persen merupakan kawasan rawa lebak dan rawa pasang surut. Kondisi ini membuat kawasan pertanian di Sumsel sangat rawan banjir akibat perubahan iklim.
Pada Oktober nanti diharapkan sudah ada lahan yang bisa ditanami sehingga produksi beras pun dapat bertambah. Di sisi lain, pihaknya juga terus mendorong peningkatan produksi 10 bahan pangan untuk menjaga ketersediaan komoditas di pasaran.
Caranya dengan menambah jumlah sentra pertanian juga memperkuat hubungan daerah penghasil dengan daerah yang defisit. Misalnya, untuk cabai, hanya ada tujuh daerah penghasil di Sumsel. Diharapkan tujuh daerah ini dapat memasok cabai untuk daerah terdekat yang defisit. Dengan cara ini, diharapkan tidak ada lagi kelangkaan komoditas di pasaran yang bisa memicu inflasi.
Sebelumnya, Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Sumsel Erwin Soeriadimadja mengatakan, jika berkaca pada kenaikan BBM bersubsidi pada 2015, dampak inflasi berkisar pada 0,8 persen sampai 1,5 persen. Dampak inflasi inilah yang harus diredam agar tidak terus melonjak.
KOMPAS/RHAMA PURNA JATI
Seorang penjual sayur di Pasar KM 5 Palembang sedang menunggu konsumen, Senin (5/9/2022). Pascakenaikan BBM, harga sejumlah kebutuhan bahan pokok merangkak naik. Kondisi ini beradampak pada menurunnya daya beli masyarakat.
”Butuh komitmen dari semua pihak, terutama pemerintah daerah, untuk memastikan harga bahan pangan bisa terkendali sehingga daya beli masyarakat tetap terjaga,” ucapnya. Di sisi lain, bantuan sosial, seperti bantuan tunai langsung dan bantuan subsidi upah, bisa mendongkrak daya beli masyarakat.
Ada beberapa langkah yang bisa diterapkan, seperti refocusing anggaran, untuk memberikan subsidi pada ongkos angkut atau bantuan sosial. Di sisi lain, perlu ada langkah lanjutan agar permintaan dan pasokan tetap terjaga.
Jika dilihat dari kondisi pasar, ungkap Erwin, beberapa komoditas volatile food mengalami penurunan harga. Hanya saja, kondisi ini mungkin saja bisa berubah pada akhir tahun ketika permintaan barang melonjak. Erwin mengimbau, dalam kondisi seperti ini, warga lebih bijak dalam mengatur keuangan, terutama dalam pemakaian BBM.