Gejolak harga sejumlah komoditas membuat angka inflasi di Sumatera Selatan melambung. Jika tidak segera ditanggulangi, dikhawatirkan inflasi akan terus naik, bahkan berpotensi mencapai dua digit pada akhir tahun ini.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Badan Pusat Statistik mencatat angka inflasi di Sumatera Selatan pada Juni 2022 mencapai 5,39 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Kondisi ini disebabkan gejolak harga sejumlah komoditas yang mengalami kenaikan. Jika tidak segera ditanggulangi, dikhawatirkan inflasi akan terus naik, bahkan berpotensi mencapai dua digit pada akhir tahun ini.
”Jika kondisi ini terus berlangsung, daya beli masyarakat bisa menurun dan akan berdampak pada meningkatnya angka kemiskinan,” ujar Sukerik, Koordinator Fungsi Statistik Distribusi Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Selatan, Jumat (1/7/2022).
Inflasi ini merupakan yang tertinggi dibandingkan dengan periode 2020-2021. Pada periode itu, pergerakan inflasi berada pada kisaran 1,01-3,15 persen. Lonjakan baru terlihat pada tahun 2022, ketika tingkat inflasi di Sumsel terus merangkak naik dari 2,34 persen pada Januari 2022 menjadi 5,39 persen pada Juni 2022. Angka ini lebih tinggi daripada inflasi nasional, yakni sebesar 4,35 persen.
Tingginya tingkat inflasi di Sumsel disebabkan gejolak harga sejumlah komoditas, seperti cabai merah yang mengalami kenaikan harga sebesar 63,46 persen, bawang merah yang mengalami peningkatan harga hingga 28,80 persen, cabai rawit yang mengalami peningkatan harga hingga 45,36 persen, dan tomat yang mengalami lonjakan harga hingga 18,80 persen.
Jika dilihat dari 11 aspek kelompok pengeluaran, ungkap Sukerik, hampir semuanya mengalami kenaikan, kecuali kelompok informasi, komunikasi, dan jasa keuangan yang mengalami deflasi 0,25 persen dibandingkan tahun lalu. Kelompok yang memberi andil paling besar terhadap inflasi di Sumsel adalah kelompok makanan, minuman, dan tembakau dengan tingkat inflasi mencapai 10,68 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Ia menjelaskan, kenaikan tersebut disebabkan pasokan barang yang tidak lancar lantaran terjadinya anomali cuaca. Kondisi itu memicu sejumlah sentra produksi komoditas cabai dan bawang, terutama di Jawa, mengalami gagal panen. Selain itu, masalah distribusi juga membuat pengiriman komoditas terhambat.
Di Pasar Lemabang, Palembang, sejumlah komoditas mengalami kenaikan harga selama satu bulan terakhir. Harga cabai merah sekarang sudah mencapai Rp 90.000 per kg, melonjak lebih dari tiga kali lipat dibandingkan bulan lalu yang sekitar Rp 28.000 per kg. Adapun untuk cabai rawit, harganya sudah mencapai Rp 120.000 per kg, naik lebih dari dua kali lipat dibandingkan sebulan lalu yang sekitar Rp 48.000 per kg.
Kenaikan harga juga terjadi pada tomat, dari Rp 8.000 per kg pada bulan lalu menjadi Rp 20.000 per kg pada saat ini. ”Harga komoditas sekarang lebih tinggi dibandingkan pada saat Lebaran,” ujar pedagang sayur di Pasar Lemabang, Elvayeni.
Dia menuturkan, kenaikan harga ini terjadi bertahap. Tingginya harga disebabkan tidak adanya pasokan cabai dan bawang dari luar daerah. Biasanya, untuk bawang merah ada tambahan pasokan dari Padang dan untuk cabai ada tambahan dari Jawa. Namun, sekarang jumlahnya semakin terbatas. Padahal, cabai rawit sangat dibutuhkan untuk pembuatan makanan khas Palembang, yakni pempek.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Sumsel Ruzuan Effendi menyanggah adanya keterbatasan stok. Stok cabai dan bawang dikatakan cukup, termasuk untuk kebutuhan Idul Adha. Hanya, terjadi fluktuasi harga yang tidak menentu. ”Hal ini memang lumrah terjadi menjelang hari raya. Namun, biasanya akan kembali membaik setelahnya,” ucapnya.
Melihat gejolak harga yang begitu tinggi seperti sekarang, ujar Ruzuan, sudah saatnya warga menggalakkan Gerakan Sumsel Mandiri Pangan (GSMP). ”Sudah seharusnya kita tidak lagi berpikiran konsumtif, sebaliknya harus lebih produktif,” ujarnya.
Dari 81.000 rumah tangga yang menjadi sasaran GSMP di Sumsel, katanya, sudah ada 5.000 rumah tangga yang menerapkan program ini. Warga menanam sejumlah tanaman pangan, seperti cabai, tomat, dan beragam tanaman yang rentan menjadi penyumbang inflasi.