Pejuang Merdeka Bermain di ”Bumi Pahlawan”
Pelestarian dan pengembangan permainan dan olahraga tradisional penting untuk terus memelihara semangat kepahlawanan dalam kehidupan masyarakat Surabaya, Jawa Timur.
Para murid Sekolah Dasar Negeri Mojo 3 Surabaya, Jawa Timur, amat menantikan Rabu Ceria, hari di mana mereka boleh membawa mainan dan memainkan sepuasnya saat istirahat atau ketika pelajaran kosong. Mereka merdeka seutuhnya sebagai anak-anak pemilik masa kecil bahagia dan gembira dengan bermain dan belajar.
Rabu (21/9/2022) jelang pukul 09.00, sebagian murid SD Negeri Mojo 3 bersiap dengan mainan. Ada yang menggenggam yoyo, menenteng kantong kecil berisi kelereng, memegang kartu, menyiapkan dakon, bola bekel, dan untaian karet.
Hari itu para guru agak sibuk untuk menyukseskan bulan imunisasi bagi murid-murid. Jam pelajaran pun dikurangi untuk imunisasi. Bagi anak-anak yang belum mendapat vaksinasi dibebaskan menikmati Rabu Ceria dengan bermain.
Sebagian siswa laki-laki berkelompok memainkan kelereng di halaman sekolah. Sebagian lainnya bermain kartu dan yoyo. Adapun siswa perempuan ada yang bermain dakon dan bola bekel. Yang terang, mereka menikmati hanyut dalam keasyikan bermain. Sesuatu yang agak membuat kecewa ketika diumumkan waktu bermain perlu diakhiri karena akan ada pelajaran.
Namun, sebelum bermain, para murid sudah paham bahwa waktu bermain ada batasnya. Di sekolah, yang mereka utamakan adalah belajar. Bermain amat penting untuk keakraban dan sarana belajar. Bermain dan belajar bisa diteruskan saat anak-anak kembali ke lingkungan.
”Ada satu hari bermain dari lima hari bersekolah semoga turut membuat anak-anak ceria,” kata Kepala SD Negeri Mojo 3 Soemarlik.
Rabu Ceria menjadi program kebanggaan dan keunggulan SD Negeri Mojo 3 sejak April 2018. Program itu dibuat dari kecemasan para guru dan pegiat pelestarian permainan tradisional terhadap anak-anak yang kecanduan gawai. Berjam-jam ”bermain” dengan perangkat telekomunikasi itu memicu seseorang rentan sakit karena kurang gerak, sulit fokus dalam pembelajaran, dan lamban berkomunikasi, bahkan terindikasi cuek dengan sesama.
Baca juga: Dunia Seru Bernama Permainan Tradisional di Banjarmasin
Anak-anak kemudian ditawari dan diajak bermain sejumlah permainan tradisional, seperti dakon, ular tangga, egrang, kelereng, dan bola bekel. Selama bermain, anak-anak melupakan gawai dan dipandang baik oleh para guru.
Ada satu hari bermain dari lima hari bersekolah semoga turut membuat anak-anak ceria.
Sejak April 2018 ditetapkan perlu ada satu hari bermain di SD Negeri Mojo 3 dan dinamai Rabu Ceria. Sekolah ini juga memproklamasikan diri sebagai pelestari permainan tradisional sekaligus turut melahirkan bibit atlet olahraga rekreasi dengan keunggulan pada egrang.
Kebugaran
Permainan tradisional juga menjadi semangat hidup warga Kelurahan Jambangan. Setiap Minggu pagi, anak-anak dan remaja berkumpul di halaman kantor Kelurahan Jambangan untuk berlatih olahraga rekreasi. Mereka tidak sekadar bermain, tetapi menempa diri untuk menjadi atlet olahraga rekreasi.
Minggu (25/9/2022) jelang pukul 08.00, sebanyak 20 anak dan remaja berbaris dan mendengarkan instruksi Slamet, pembina dan pelatih Club/Klub Olahraga Tradisional Jambangan. Para remaja yang telah menjadi atlet memakai kaus hijau.
Kaus itu pada bagian dada kanan tertulis nama panggilan mereka, pada dada kiri ada logo Kota Surabaya, di dada tengah ke bawah nomor pemain dan tulisan Suroboyo Wani Wani Wani. Bagian punggung atas bertuliskan Jawa Timur dan di bawahnya nomor mereka. Juga ada badge putih di lengan kanan dan kiri.
Baca juga: Permainan Tradisional Tawarkan Keunggulan di Era Disrupsi
Kegiatan pagi itu diawali dengan permainan kasti. Selanjutnya, permainan hadang atau gobak sodor. Sebagian dari remaja memperlihatkan ketangkasan egrang.
Adelia Putri (16) dan Maria Angelina (14) berlari kencang sambil mengendalikan egrang bambu. Keduanya bagian dari tim putri egrang (estafet) Jawa Timur yang meraih medali emas di Festival Olahraga Rekreasi Nasional VI Sumatera Selatan 1-7 Juli 2022. Dua atlet lainnya ialah Aulia Rahmawati (12) dan Talita Safa (15). Mereka juga bertalenta di olahraga bola voli.
Tim putri itu juga telah memiliki penerus, yakni ”adik-adik” berusia 5-8 tahun yang sudah cukup tangkas bermain egrang. Anak-anak juga meningkatkan kemampuan dalam cabang hadang, trompah, egrang, kasti, dan olahraga prestasi, yakni bola voli dan sepak bola.
”Jambangan telah mendeklarasikan sebagai kampung pelestari olahraga rekreasi terutama egrang,” kata Slamet.
Mustofa Sam, penginisiasi Kampoeng Dolanan, mengatakan, SD Negeri Mojo 3 dan Jambangan yang melestarikan permainan dan olahraga tradisional menjadi bagian dari marwah kehidupan Surabaya. Kota dengan julukan ”Bumi Pahlawan” itu punya karakter masyarakat yang egaliter, berani, dan berkorban. Melalui dolanan, seseorang belajar disiplin, taat aturan, berbagi, kerja sama, ikhlas, menerima, berbesar hati, bahagia, jujur, diplomasi, memimpin, mengikuti, dan sederet lema lainnya tentang kebaikan hidup.
Baca juga: Mustofa Sam, Keliling Menghidupkan Kembali Dolanan Tradisional
Pahlawan, dalam pemahaman Mustofa, pasti manusia yang baik. Untuk itu, tak berlebihan jika siapa saja dapat menjadi pahlawan kehidupan, yakni menyelamatkan kegembiraan dengan memainkan, melestarikan, dan mengembangkan permainan dan olahraga tradisional.
”Dolanan (permainan dan olahraga tradisional) adalah bagian hidup masyarakat yang telah membudaya sehingga akan menjadi kehilangan besar jika dipinggirkan dan disingkirkan,” ujar Mustofa.
Senada diutarakan Achmad Irfandi, penginisiasi Kampung Lali Gadget (KLG) di Pagarngumbuk, Wonoayu, Sidoarjo. Irfandi dan Mustofa bersahabat dan senapas dalam pelestarian dan pengembangan permainan tradisional.
KLG merupakan komunitas sosial yang bergerak di bidang pendidikan karakter. Salah satunya, mengenalkan kembali dolanan tradisional dalam upaya menjaga warisan budaya bangsa. Dolanan tradisional juga menguatkan interaksi sosial anak-anak dan menyuburkan sikap toleransi karena mereka tidak bisa bermain sendiri, tetapi harus bersama teman-teman.
Nama KLG dipilih terutama mengajak masyarakat, taerutama anak-anak untuk tak mendewakan gawai. Perangkat itu memang menjadi kebutuhan, terutama bagi anak-anak dalam pembelajaran dalam jaringan (online) selama masa pandemi Covid-19 sejak Maret 2022 sampai setidaknya dua tahun kemudian.
Namun, penggunaan gawai dianggap sudah berada pada taraf mengkhawatirkan seiring semakin mudahnya akses internet bagi anak-anak. Gawai berdampak buruk, yakni memicu kecanduan dan emosional. Selain itu, memapar mata yang berpotensi merusak daya lihat, bahkan membutakan.
Maka, merdekalah dengan bermain agar masa hidup diwarnai kegembiraan dan keceriaan dalam kebaikan.
Baca juga: Achmad Irfandi Penggerak Dolanan Tradisional di Sidoarjo.