Kegiatan pelatihan atau lokakarya di Rumah Kreatif dan Pintar Banjarmasin menjadi agenda rutin dan sarana untuk menularkan keterampilan agar orang-orang bisa hidup berdaya dengan spirit berwirausaha.
Oleh
JUMARTO YULIANUS
·5 menit baca
Momentum pemulihan ekonomi pasca-pandemi Covid-19 mendorong Rumah Kreatif dan Pintar di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, menggiatkan kembali pelatihan atau lokakarya. Kegiatan tersebut menjadi sarana untuk menularkan keterampilan agar orang-orang bisa hidup berdaya dengan spirit berwirausaha.
Tempat lokakarya Rumah Kreatif dan Pintar di Kelurahan Basirih Selatan, Banjarmasin Selatan, Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan, dipadati banyak orang, Sabtu (17/9/2022). Mereka duduk berjajar di halaman rumah, teras, ruang tamu, ruang tengah, hingga dapur. Semuanya sibuk dengan pekerjaan masing-masing.
Sebagian di antara mereka sibuk menjelujur atau menjahit benang dengan jarang-jarang pada pola yang sudah dibuat di baju kaus putih polos. Sebagian lagi sibuk menempelkan dan menekan-nekan dedaunan pada tas kain putih polos. Mereka mencoba mempraktikkan pembuatan sasirangan dan ecoprint setelah mendapat teori.
Ketua Yayasan Rumah Kreatif dan Pintar Muhammad Aripin selaku mentor mondar-mandir dari satu tempat ke tempat lain untuk memperhatikan cari kerja peserta lokakarya. Jika ada yang mengalami kesulitan, ia coba membantu dan memberi tahu cara mengerjakannya sampai orang itu bisa mengerjakan sendiri.
”Saya sempat kesulitan mengikat kain baju setelah dijelujur, tetapi setelah diberi tahu caranya, saya akhirnya bisa mengikatnya sendiri,” ujar Ira Yanti (39), peserta lokakarya yang berasal dari Jaro, Kabupaten Tabalong, sekitar 250 kilometer dari Banjarmasin.
Ira menjadi peserta dari daerah paling jauh yang mengikuti pelatihan. Ia tidak mau menyia-nyiakan kesempatan untuk mendapatkan ”ilmu langka” secara gratis dari seorang mentor yang sangat berpengalaman. Pelatihan itu juga menjadi yang pertama bagi dirinya.
”Demi ikut pelatihan ini, kami berangkat pukul 01.00 dini hari dari Jaro supaya tidak terlambat. Sebab, kegiatan pelatihan dimulai pukul 08.30 Wita,” kata guru di Pondok Pesantren Al-Madaniyah Jaro itu.
Dalam pelatihan satu hari itu, Ira fokus belajar membuat sasirangan, yaitu kain yang dibuat dengan teknik tusuk jelujur. Pembuatannya dimulai dari pembuatan motif pada kain, kemudian dijelujur, diikat dengan tali, dan dicelupkan ke bahan pewarna. Setelah itu, ikatan dan jahitan dilepas, dicuci, dikeringkan, dan disetrika.
Sasirangan merupakan modifikasi dari kain pamintan yang merupakan kain khas suku Banjar untuk pengobatan secara tradisional atau batatamba. Kain tersebut merupakan kain sakral warisan abad ke-12 saat Lambung Mangkurat menjadi Patih Negara Dipa. Namun, sasirangan telah menjadi kain profan dan banyak digunakan sebagai busana ataupun kriya.
Menularkan keterampilan
Sebagai guru di pondok pesantren, Ira punya kewajiban menguasai keterampilan membuat kain sasirangan. Sejak program santripreneur (gerakan pengembangan wirausaha santri) digulirkan, guru di pondok pesantren punya tanggung jawab menularkan keterampilan untuk berwirausaha kepada para santri.
”Ilmu dari pelatihan ini, pertama-tama untuk ditularkan kepada para santri. Namun, tidak menutup kemungkinan, saya juga akan membuka usaha kerajinan kain sasirangan di Jaro kalau memang sudah terampil,” katanya sambil tersenyum.
Sri Mahriani (50), seorang penjahit di Banjarmasin, juga tidak mau ketinggalan mengikuti lokakarya pembuatan sasirangan dan ecoprint demi pengembangan usaha jahitnya. Selama ini, ia kerap menerima order jahitan baju ataupun pakaian berbahan sasirangan dari pelanggan, tetapi kain sasirangan itu harus dibeli dari perajin lain.
”Ulun (saya) harus bisa bikin sasirangan sendiri supaya pelanggan yang mau jahit baju sasirangan tidak perlu mencari kain sasirangan di tempat lain. Kalau semuanya bisa dikerjakan, penghasilan ulun juga akan bertambah,” katanya.
Teori dan praktik pembuatan sasirangan yang diajarkan mentor di Rumah Kreatif dan Pintar, bagi Sri, cukup mudah dipahami. Ia pun berhasil membuat kaus sasirangan dari kaus putih polos.
”Alhamdulillah, hasilnya sudah lumayan bagus. Nanti, mau coba lagi bikin sendiri di rumah supaya semakin terampil membuat sasirangan dengan kualitas baik,” ujarnya.
Jehan Aprilia Rahmah (19), mahasiswi Universitas Islam Kalimantan (Uniska) Muhammad Arsyad Al Banjari, bersyukur mendapat kesempatan mengikuti lokakarya pembuatan sasirangan dan ecoprint. Teori dan praktik yang didapatkan menjadi pengetahuan dan juga keterampilan baru baginya, yang belum pernah mengikuti pelatihan semacam itu.
”Dalam pelatihan kali ini, saya dapat kesempatan belajar membuat ecoprint. Kalau ada pelatihan lagi, saya mau belajar membuat sasirangan. Siapa tahu nanti ada rezekinya di situ dan bisa buka usaha sendiri,” kata mahasiswi semester tiga Jurusan Teknik Informatika pada Fakultas Teknologi Informasi itu.
Beragam pelatihan
Lokakarya pembuatan sasirangan dan ecoprint baru diadakan lagi setelah hampir tiga tahun vakum akibat pandemi Covid-19. Lokakarya terakhir kali diadakan pada akhir tahun 2019.
”Kami sebetulnya hanya membuka kelas pelatihan untuk 30 orang karena kapasitas tempat yang terbatas. Namun, karena yang mendaftar dalam waktu 1 x 24 jam lebih dari 80 orang, maka kuota peserta dinaikkan menjadi 40 orang,” ujar Aripin.
Sejak Yayasan Rumah Kreatif dan Pintar berdiri pada 2014, pelatihan keterampilan untuk modal berwirausaha menjadi salah satu kegiatan rutin. Pelatihan atau lokakarya tersebut biasanya difasilitasi pemerintah daerah, instansi pemerintah, perbankan, ataupun perusahaan. Pelatihan diadakan tiga bulan sekali sehingga ada empat kali pelatihan dalam setahun.
Sasaran pelatihan adalah masyarakat umum. Namun, yang diprioritaskan adalah mereka yang marginal dan kurang mampu secara ekonomi. Selanjutnya, mahasiswa dengan tujuan untuk membangun karakter kewirausahawan, para pengelola panti asuhan atau lembaga kesejahteraan sosial anak, serta anak berhadapan dengan hukum dan para narapidana.
”Pelatihan yang kami berikan cukup beragam. Selain pembuatan sasirangan dan ecoprint, kami juga pernah mengadakan pelatihan mendesain serta menjahit baju, dompet, tas, dan sebagainya. Kemudian, pelatihan usaha kuliner. Semua pelatihan itu diberikan secara gratis,” kata Aripin yang menerima Apresiasi Semangat Astra Terpadu untuk (SATU) Indonesia Awards Bidang Kewirausahaan tahun 2016.
Untuk mendampingi peserta pelatihan, Aripin dibantu tim mentor yang berjumlah 10 orang. Mereka sebelumnya juga menimba ilmu di Rumah Kreatif dan Pintar. Beberapa di antara mentor itu adalah penyandang disabilitas.
”Saya memang mencoba memberdayakan kaum marjinal dan penyandang disabilitas. Orang-orang seperti itu harus bisa mandiri dan punya karya yang berkualitas. Mereka tidak perlu lagi mengharapkan belas kasihan orang lain,” katanya.
Sejak Yayasan Rumah Kreatif dan Pintar berdiri pada 2014, pelatihan keterampilan untuk modal berwirausaha menjadi salah satu kegiatan rutin.
Hingga kini lebih dari seribu orang pernah belajar di Rumah Kreatif dan Pintar. Ibarat sekolah, para peserta pelatihan itu datang silih berganti. Ada yang masuk dan ada yang keluar. Ada yang akhirnya menetap di Rumah Kreatif dan Pintar, tetapi banyak pula yang memilih hidup mandiri.
”Kalau dihitung-hitung, mungkin sudah lebih seribu orang pernah belajar di Rumah Kreatif dan Pintar. Banyak di antara mereka akhirnya berhasil mengembangkan usaha sendiri dan menjadi wirausaha baru,” katanya.