Laut Dikuras Kapal Pukat, Nelayan Tradisional Natuna Ditangkap Otoritas Malaysia
Dua nelayan asal Natuna ditangkap aparat Malaysia di perairan Sarawak. Sejumlah nelayan mengaku terpaksa menangkap ikan secara ilegal karena tangkapan mereka merosot akibat intrusi kapal asing dan kapal cantrang.
Oleh
PANDU WIYOGA
·3 menit baca
BATAM, KOMPAS — Dua nelayan tradisional asal Natuna, Kepulauan Riau, ditangkap penjaga pantai Malaysia. Sejumlah nelayan Natuna mengaku harus menangkap ikan secara ilegal di Malaysia karena sulit bersaing dengan kapal asing dan kapal cantrang.
Mengutip laman resmi Penjaga Pantai Malaysia (Agensi Penguatkuasaan Maritim Malaysia/APMM), dua nelayan asal Natuna itu ditangkap pada Rabu (7/9/2022) malam. Mereka ditangkap di perairan yang berjarak sekitar 125 kilometer arah barat laut pesisir Tanjung Jerijeh, Sarawak, Malaysia.
Dua nelayan yang ditangkap APMM itu adalah Kasnadi (51) dan Johan (26). Mereka berdua adalah ayah dan menantu dari Desa Sungai Ulu, Kecamatan Bunguran Timur, Natuna. Mereka menggunakan kapal kayu berukuran 3 gros ton (GT). Alat tangkap yang mereka gunakan adalah bubu (perangkap ikan) dan pancing.
Istri Johan, Putri Risa Maharani (21), Kamis (15/9/2022), mengatakan, suami dan ayahnya berangkat melaut pada 6 September. Tiga hari kemudian, Johan menghubungi Putri lewat telepon. Dia mengabarkan ditangkap aparat Malaysia di perairan perbatasan.
”Waktu itu dia menangis dan cuma minta saya untuk bersabar. Setelah itu, lost contact sampai sekarang,” kata Putri saat dihubungi dari Batam.
Putri berharap Pemerintah Indonesia dapat membantu agar Kasnadi dan Johan dapat segera dibebaskan. Johan merupakan tulang punggung keluarga yang harus menghidupi dua anaknya yang masih berusia di bawah tiga tahun.
Dalam beberapa waktu terakhir, sejumlah polemik terjadi di Laut Natuna. Nelayan tradisional melaporkan, kapal penjaga pantai China melakukan manuver untuk memotong haluan kapal nelayan di Laut Natuna Utara. Selain itu, mereka juga menyebut kehadiran kapal-kapal ikan asing yang semakin marak di perairan tersebut.
Ketua Aliansi Nelayan Natuna, Hendri, mengatakan, beberapa bulan terakhir memang semakin banyak nelayan dari Natuna yang menerobos perbatasan Malaysia untuk menangkap ikan. Dia menduga, cadangan ikan di Natuna berkurang drastis dikuras kapal pukat asing dan kapal cantrang.
”Supaya nelayan Natuna tidak masuk ke Malaysia untuk mencari ikan, pemerintah harus menindak kapal ikan asing dan kapal cantrang. Penggunaan pukat dan cantrang itu merusak karang sehingga ikan pun pergi dari Laut Natuna,” kata Hendri.
Salah satu nelayan asal Natuna, Dedi (38), mengaku pernah enam kali diusir APMM Zona Tanjung Manis karena kepergok menangkap ikan di perairan Malaysia. Namun, Dedi beruntung karena APMM hanya menyita ikan tangkapannya dan tidak menangkapnya seperti Kasnadi dan Johan.
”Yang namanya mencuri ikan di tempat orang tetap tak betul. Itu saya sadar. Tetapi, kenyataannya sekarang itu makin susah cari ikan di laut sendiri. Laut Natuna seperti pasar malam, penuh kapal asing,” ucap Dedi.
Secara terpisah, Koordinator Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia Abdi Suhufan menyatakan, asumsi nelayan soal cadangan ikan di Natuna yang menurun drastis akibat kapal pukat asing dan kapal cantrang masih perlu dikaji. Namun, ia menilai, Pemerintah Indonesia dan Malaysia perlu membicarakan ulang soal penanganan nelayan kecil.
Pada 27 Januari 2011, Indonesia dan Malaysia menyepakati nota kesepahaman (MOU) tentang Pedoman Umum Perlakuan terhadap Nelayan oleh Badan Hukum Maritim. Berdasarkan MOU tersebut, APMM dan Badan Keamanan Laut RI hanya boleh mengusir nelayan yang dianggap melanggar tapal batas. Penangkapan baru boleh dilakukan jika ditemukan penggunaan alat tangkap ilegal, seperti bom ikan atau bahan kimia.
”Untuk nelayan kecil seperti itu, yang menggunakan kapal yang berukuran kurang dari 5 GT seharusnya tidak perlu ditangkap. Cukup diberi peringatan atau diusir keluar dari wilayah negara tersebut,” kata Abdi.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kepri Arif Fadillah mengatakan telah berkoordinasi dengan Konsulat Jenderal RI (KJRI) di Kuching, Sarawak. Ia mendapat informasi bahwa Kasnadi dan Johan akan dibebaskan setelah menjalani penahanan selama 14 hari.