Jaga Ketahanan Pangan, NTT Andalkan Sorgum, Jagung, dan Kelor
Pengembangan komoditas lokal diharapkan dapat menyejahterakan petani NTT. Berkaca pada pengalaman sebelumnya, banyak program gagal lantaran berorientasi pada proyek.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·2 menit baca
LARANTUKA, KOMPAS — Nusa Tenggara Timur mengandalkan sorgum, jagung, dan kelor di Kabupaten Flores Timur untuk memperkuat ketahanan pangan. Berbagai kalangan meminta pengembangannya lebih dari sekadar proyek belaka.
Komitmen itu disampaikan Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat dalam kunjungan ke Flores Timur, Sabtu-Minggu (10-11/9/2022). Di sana, Viktor bertemu kepala desa setempat.
”Saya mau tahun depan di Flores Timur sudah panen jagung dengan luas 15.000 hektar, sorgum 15.000 hektar, dan kelor 100.000 hektar. Satu minggu dari sekarang mesti sudah ada perencanaan luas lahan, pupuk, dan bibit yang dibutuhkan,” kata Viktor.
Menurut dia, pengembangan pangan lokal sejalan dengan arahan Presiden Joko Widodo untuk mengantisipasi krisis pangan dunia. Semua untuk mengurangi ketergantungan pasokan pangan dari negara lain.
Karakter Kabupaten Flores Timur yang dominan lahan kering dinilai cocok untuk jagung, sorgum, dan kelor. Ke depan, yang diperlukan adalah manajemen pertanian teratur dan berbasis pemberdayaan.
Berdasarkan data Dinas Pertanian Kabupaten Flores Timur, luas lahan pertanian mencapai 20.000 hektar. Sebagian besar adalah lahan jagung.
Kini, baru ada ratusan hektar lahan sorgum. Adapun kelor masih tumbuh liar dan belum terkelola ideal.
Gubernur NTT juga meminta kepala desa menggunakan dana desa untuk pemberdayaan masyarakat. ”Angka kemiskinan Flores Timur 11 persen dan bisa turun di 5 persen,” ujarnya. Total penduduk Flores Timur saat ini 281.001 jiwa.
Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan NTT Lecky F Koli menambahkan, perlu dibentuk tim pangan daerah untuk memantau tiga komoditas tersebut. Penanaman jagung bisa dilakukan bersama sorgum dan kelor.
Ditargetkan, hingga akhir tahun ini pengembangan jagung di NTT mencapai 142.833 hektar jagung dan lahan lahan sorgum 3.200 hektar. Adapun potensi panen kelor masih dalam pendataan.
Sementara itu, sejumlah warga Flores Timur berharap tiga komoditas itu dikembangkan demi ketahanan pangan dan kesejahteraan petani. Jangan sampai program itu menjadi jalan merengkuh keuntungan pribadi atau kelompok.
”Contohnya, program kelor di Pulau Solor disinyalir ada kasus korupsi. Kalau perilaku elite pemerintah kita masih seperti itu, bakal sulit,” kata Nadus Moron (52), warga Solor.
Pulau Solor merupakan salah satu pulau di Flores Timur. Atas permintaan Gubernur NTT kepada Pemerintah Kabupaten Flores Timur, tahun 2020, dibuka lokasi pengembangan kelor seluas 13 hektar di dataran Liko, Kecamatan Solor Barat. Proyek senilai Rp 2 miliar itu belum berjalan ideal.