NTT Siapkan Bibit Sorgum untuk 400.000 Hektar Lahan Nasional
Nusa Tenggara Timur ditunjuk pemerintah pusat untuk menyiapkan bibit sorgum bagi pengembangan 400.000 hektar lahan sorgum secara nasional tahun 2023.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·3 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Sedikitnya 640 bibit sorgum akan ditanam di lahan seluas 3.200 hektar di Nusa Tenggara Timur mulai Oktober 2022. Hasil panen akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan bibit untuk lahan nasional seluas 400.000 hektar di berbagai daerah.
NTT saat ini tengah disiapkan sebagai daerah penghasil bibit sorgum nasional. Sentra sorgum berada di lima kabupaten, yaitu Flores Timur, Lembata, Sumba Timur, Alor, dan Sabu Raijua. Memiliki kandungan gizi yang tinggi, sorgum juga menjadi salah satu upaya mengatasi tengkes di NTT.
”Untuk tahap awal, sorgum akan ditanam di lahan 3.200 hektar. Panen diperkirakan Januari-Februari 2023. Hasil panen akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan bibit bagi lahan nasional,” kata Kepala Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Hortikultura NTT Lecky Fredrik Koli di Kupang, Jumat (19/8/2022).
Lecky berharap, program ini bisa ikut meningkatkan produksi sorgum yang sudah dikelola masyarakat. Saat ini, rata-rata panen petani sebanyak 4-5 ton biji kulit per hektar atau setengah dari produksi ideal 8-9 ton per hektar. Jika bisa ditingkatkan, dia optimistis bisa mendapat 25.600-28.800 ton biji kulit per sekali panen.
”Dalam setahun atau tiga kali panen, diperkirakan bisa didapatkan hingga 86.400 ton biji kulit dari lahan seluas 3.200 hektar. Jumlah itu cukup untuk memenuhi kebutuhan bibit sorgum sebanyak 80.000 ton untuk lahan nasional,” katanya.
Selain mendampingi penanaman dan perawatan tanaman, Lecky mengatakan, pihaknya akan menyediakan mesin pascapanen, seperti traktor, mesin perontok bulir, mesin sosoh, alat proses penepungan, dan pengemasan. ”Salah satu daerah yang menjadi contoh adalah Flores Timur. Di sana, budidaya sorgum dari hulu sampai hilir sudah menjadi pola kerja petani,” kata Lecky.
Selain itu, menurut Lecky, pihaknya akan melibatkan banyak petani. Petani yang sudah piawai mengembangkan sorgum akan menjadi mentor dan pendamping bagi petani lainnya. ”Petani di sentra sorgum seperti Sumba Timur, Sabu Raijua, Alor, Flores Timur, dan Lembata akan kami ajak mengembangkan program ini,” ujarnya.
Petrus Daton (72), petani sorgum di Lembata, mendukung program itu. Namun, dia mengingatkan, bukan hal mudah menanam sorgum pada bulan Oktober. Alasannya, saat itu NTT sedang berada di puncak musim kemarau. Meski tangguh di lahan kering, sorgum tetap membutuhkan air yang cukup.
Dalam 1-2 hektar lahan minimal ada satu unit sumur bor. Jika tidak ada sumur bor, harus ada air sungai yang bisa dialirkan ke lahan itu. Selain air, juga butuh bibit, pupuk, traktor, dan alat pertanian lain.
Oleh karena itu, ia sangat berharap pemerintah mewujudkan janji membantu petani. Sebelumnya, ia sudah pernah mendapat janji bakal dibantu, tetapi hingga kini belum terwujud.
”Bulan April 2022, Gubernur NTT panen sorgum di lahan seluas 1 hektar milik saya. Saat itu, saya ditanya apa saja kesulitan yang dialami kelompok tani sorgum. Saya jawab, kami butuh mesin perontok dan sosoh kulit biji menjadi biji beras. Sampai sekarang kami masih menunggu janji itu,” kata Daton.