Sampai Desember 2022, NTT Kembangkan 142.833 Hektar Jagung
Nusa Tenggara Timur terus berupaya mengembangkan jagung untuk mendukung program swasemda pangan oleh pemerintah.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·5 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Sampai Desember 2022, Nusa Tenggara Timur akan mengembangkan 142.833 hektar jagung di lahan kering melalui program tanam jagung panen sapi. Produksi jagung saat ini mencapai 800.000 ton, dan tahun 2023 ditargetkan mencapai 3 juta ton demi kemandirian pangan di kalangan petani dan swasembada jagung di Indonesia.
Kepala Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Hortikultura Nusa Tenggara Timur (NTT) Lecky Fredrich Koli di Kupang, Jumat (26/8/2022), mengatakan, jagung sangat digemari petani di provinsi ini. Apalagi jagung menjadi makanan pokok di kalangan masyarakat NTT sampai 1980-an sebelum pemerintah menetapkan swasembada beras pada 1990-an.
Disebutkan, musim kemarau tahun ini sudah tanam 37.833 hektar jagung. Musim hujan Desember 2022 nanti bakal ditanam lagi di atas areal 105.000 hektar sehingga total lahan jagung yang ditanam tahun ini mencapai 142.833 hektar.
Rencana perluasan lahan jagung ini sudah berproses di Bank NTT dan bank pemerintah lain, seperti BRI. Sekarang sudah mendapatkan petani dengan kepemilikan lahan sekitar 65.000 hektar. ”Diharapkan proses ini berjalan terus tinggal sampai musim tanam tiba, kita sudah berada pada angka 105.000 hektar,” ujar Lecky.
Pengembangan jagung hibrida dan jagung lokal, komposit ini merupakan bagian dari program pemprov dengan Tanam Jagung Panen Sapi atau TJPS. Program ini mulai diluncurkan padaOktober 2021 dan sudah meluas di sebagian besar petani lahan kering di NTT. TJPS ini memiliki manfaat ganda, yakni selain produksi biji jagung, limbah jagung juga dimanfaatkan untuk pakan ternak sapi.
Melalui program TJPS ini, produksi jagung petani berkisar 6-7 ton per tahun. Intervensi pemerintah melalui para tenaga penyuluh lapangan menjadi kunci keberhasilan itu. Capaian produksi ini tetap dipertahankan sampai 2023 sehingga target 3 juta ton jagung bisa tercapai. Total produksi jagung saat ini baru mencapai 800.000 ton di 22 kabupaten/kota di NTT.
Jadi, harapannya, dua tahun mulai dari sekarang Indonesia sudah bisa swasembada jagung, dan NTT berperan dalam program itu. ”Target memang 3 juta ton jagung di 2023, tetapi kalau bisa mencapai 2 juta ton, itu pun sudah bagus,” katanya.
Terbiasa
Provinsi ini memiliki potensi mendukung dan menyukseskan program swasembada jagung itu. Hampir 85 persen petani NTT sudah terbiasa budidaya jagung. Kebanyakan warga di daerah dengan 22 kabupaten/kota ini mengonsumsi jagung, bahkan ada makanan tradisional khas jagung yang dihasilkan masyarakat, seperti jagung ”titi”, jagung ”bose”, dan jagung ”katemak”.
Meski demikian, produksi jagung saat ini 800.000 ton per tahun masih rendah. Sebagian besar lahan pertanian di NTT berpotensi untuk pengembangan jagung, sorgum, dan umbi-umbian ketimbang padi. Potensi lahan kering jauh lebih luas ketimbang lahan basah atau sawah.
Produktivitas jagung di tingkat petani selama ini masih rendah karena petaniasal-asalan memilih benih, persiapan lahan yang kurang memadai, dan jarang menggunakan pupuk. Sering pula terjadi kekeringan saat jagung sedang berproses bunga dan buah. Petani semata-mata bergantung dari air hujan, sementara NTT hanya mengalami tiga bulan hujan dan sembilan bulan kering.
Mestinya produksi jagung di sejumlah kabupaten/kota di provinsi ini melalui TJPS, diprioritaskan untuk kebutuhan masyarakat setempat.
Namun, dengan skenario TJPS, pemerintah akan menyediakan benih unggul, pupuk, tenaga penyuluh, sumur bor, alat mesin pertanian,tempat penyimpanan jagung sesuai standar, dan pemasaran yang berpihak kepada petani.
Skenario TJPS itu akan merapikan semuanya agar semua petani yang terlibat dalam TJPS itu bisa memproduksi jagung 7 ton per hektar.
Dengan luasan 300.000 hektar dan menghasilkan rata-rata 7 ton per hektar, daerah ini saja sudah memproduksi 21 juta ton. Hasilnya bisa berlipat ganda atau sekitar 42 juta ton karena tanam jagung dilakukan 2 kali per tahun. Jika ini terealisasi, jalan untuk menyelesaikan persoalan kemiskinan selama ini teratasi
Kini, produksi jagung sudah mencapai 7 ton per hektar dan disiapkan menuju 8 ton per hektar, bahkan di Desa Raknamo, Kabupaten Kupang, dengan bantuan Bendungan Raknamo telah menghasilkan 14 ton per hektar. Ke depan, NTT berpeluang untuk mencapai produktivitas jagung tertinggi.
Bahan baku jagung seperti ini harus dijemur sebelum diproses menjadi marning jagung.
Tinggal bagaimana pemda mengawal dari sisi teknis, menyiapkan sarana produksi, penyaluran benih dan pupuk tepat waktu, kemudian kita kawal bersama. ”Ini kerja kolaborasi dengan melibatkan perbankan, jaminan pemasaran dari offteker, keterlibatan penyuluh lapangan, termasuk tenaga TNI. Jagung yang dihasilkan dikirim ke Jawa untuk mendukung pakan ternak nasional sekaligus mendukung pakan ternak di NTT,” kata putra Malaka ini.
Ketua Kelompok Tani ”Oetnana”, Kelurahan Fatukoa, Kota Kupang, Daniel Aluman mengatakan, kebutuhan akan jagung di kalangan masyarakat NTT masih tinggi. Terbukti, harga jagung di pasar-pasar tradisional di Kota Kupang dan sekitarnya masih tinggi, yakni Rp 5.000-Rp 20.000 per kg pipil.
Sementara jagung beras dijual Rp 15.000 per kg. Pengusaha emping jagung pun masih kesulitan mendapatkan bahan baku jagung dengan harga yang relatif murah.
Pemprov NTT sejak empat tahun terakhir sudah mengirim jagung pipilan ke Pulau Jawa, padahal kebutuhan di NTT masih tinggi.
”Mestinya produksi jagung di sejumlah kabupaten/kota di provinsi ini melalui TJPS diprioritaskan untuk kebutuhan masyarakat setempat,” katanya.
Jika produksi sudah melimpah, ditandai dengan harga jagung pipilan di pasar di bawah Rp 5.000 per kg, dan jagung beras di bawah Rp 15.000 per kg, jagung dari NTT bisa dikirim ke luar.
Jagung masih menjadi makanan favorit masyarakat NTT dibandingkan dengan masyarakat Pulau Jawa yang lebih suka mengonsumsi beras,