Perlu Solusi Konkret untuk Menghentikan Penanaman Ganja di Aceh
Ketidakseriusan para pihak membuat penanaman ganja di Aceh tidak pernah berhenti. Saat ladang ganja dimusnahkan, sangat jarang ditemukan pemiliknya.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS — Penanaman ganja di Provinsi Aceh hingga kini belum mampu dihentikan. Ganja-ganja dari provinsi paling barat itu diperdagangkan ke banyak provinsi lain. Perlu solusi konkret untuk menghentikan penanaman ganja di Aceh.
Sejak Juni-September 2022, aparat penegak hukum menemukan 13 hektar lahan ganja yang memasuki usia panen. Pemusnahan dilakukan oleh Badan Narkotika Nasional, Polri, dan TNI.
Terbaru, pada Rabu (7/9/2022), Komando Distrik Militer 0113/Gayo Lues menemukan tiga hektar lahan ganja di Desa Kampung Pepealah, Kecamatan Pining, Kabupaten Gayo Lues. Sebanyak 10.000 batang ganja dicabut dimusnahkan dengan cara dibakar.
Dandim 0113/Gayo Lues Letkol Inf Krismanto mengatakan, keberadaan lahan ganja itu pertama kali ditemukan oleh warga. Personel TNI kemudian datang ke lokasi untuk memusnahkannya.
”Kami mengimbau kepada masyarakat agar tidak lagi menanam ganja dan beralih ke tanaman lain yang lebih produktif,” kata Krismanto.
Pada Jumat (2/9/2022), Komando Distrik Militer 0102/Pidie juga menemukan tiga hektar lahan ganja di Desa Kebun Nilam dan Desa Ulee Gunong, Kecamatan Tangse, Kabupaten Pidie. Sebelumnya Sabtu (20/8/2022) Polres Pidie juga menemukan dua hektar lahan ganja di Desa Kebun Nilam, Tangse. Sementara pada Minggu (5/6/2022) BNN menemukan lahan ganja lima hektar di Gayo Lues.
Pada lahan-lahan yang ditemukan itu batang ganja setinggi dua meter atau memasuki masa panen. Petugas mencabut batang-batang ganja dan membakar di tengah ladang.
Seharusnya pemiliknya juga diungkap, jangan hanya tanaman yang dimusnahkan. (Syahrul Maulidi)
Ketua Ikatan Keluarga Anti Narkoba (IKAN) Syahrul Maulidi mengatakan, ketidakseriusan para pihak, terutama aparat penegak hukum, membuat penanaman ganja di Aceh tidak pernah berhenti. Syahrul mengatakan, dalam pemusnahan ladang ganja sangat jarang ditemukan pemiliknya.
”Seharusnya pemiliknya juga diungkap, jangan hanya tanaman yang dimusnahkan,” kata Syahrul.
Syahrul menambahkan, pemusnahan ladang ganja selama ini menghadirkan tanda tanya. Sebab, lokasi pemusnahan masih di satu kawasan dan usia tanaman selalu memasuki musim panen. Syahrul berharap pencegahan harus dimulai sejak penanaman bukan harus menunggu usia tanaman panen.
Pelaksana Tugas Koordinator Bidang Pencegahan dan Pemberdayaan Masyarakat BNN Provinsi Aceh Suharmansyah mengatakan, pencegahan agar warga tidak menanam ganja terus dilakukan melalui program Grand Design Alternative Development (GDAD). Program tersebut berisi pemberdayaan warga bagi warga di basis produksi ganja, seperti Aceh Besar, Bireuen, dan Gayo Lues.
Suharmansyah mengatakan, program GDAD mulai membuahkan hasil. Di Lamteuba, Aceh Besar, misalny, 90 hektar lahan yang sebagian bekas lahan ganja telah ditanami jagung, kunyit, hingga kedelai. ”Lebih kurang 150 orang warga terlibat dalam program GDAD di Lamteuba, sebagian mereka telah mandiri dengan tanaman alternatif,” kata Suharmansyah.
Menurut dia, mengubah pola pikir warga untuk tidak terlibat dalam aksi menanam ganja butuh waktu yang panjang. Program GDAD akan berakhir pada 2025. Dia berharap program tersebut akan diperpanjang karena masih banyak daerah lain di Aceh yang perlu diterapkan.