Ongkos Berlayar Membengkak, Pendapatan Nelayan di Banjarmasin Tergerus
Kenaikan harga bahan bakar minyak solar bersubsidi langsung menggerus pendapatan nelayan di Banjarmasin. Hal itu karena kenaikan harga BBM tidak serta-merta diikuti dengan kenaikan harga jual ikan.
Oleh
JUMARTO YULIANUS
·3 menit baca
BANJARMASIN, KOMPAS — Kenaikan harga bahan bakar minyak solar bersubsidi menggerus pendapatan nelayan di Pelabuhan Perikanan Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Kenaikan itu tidak serta-merta diikuti meningkatnya harga jual ikan.
Harga BBM bersubsidi jenis solar resmi naik pada Sabtu (3/9/2022), dari Rp 5.150 per liter menjadi Rp 6.800 per liter. Kenaikan harga solar sebesar 32 persen atau Rp 1.650 per liter itu berimbas langsung pada nelayan.
Faidil, nelayan di Pelabuhan Perikanan Banjarmasin menuturkan, kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi jenis solar sangat memberatkan. Namun, nelayan hanya bisa pasrah.
”Kenaikan harga BBM otomatis membuat ongkos berlayar semakin besar. Pendapatan nelayan sudah pasti berkurang dari biasanya,” kata Faidil di Banjarmasin, Rabu (7/9/2022).
Untuk sekali berlayar, para nelayan yang mengoperasikan kapal berukuran rata-rata 30 gross ton (GT) membutuhkan sekitar 2.000 liter solar. BBM itu biasa digunakan untuk berlayar selama 7-10 hari.
Jika berlayar lebih dari 10 hari, kapal nelayan terpaksa harus mengisi BBM dengan pengecer di pulau terdekat titik penangkapan ikan. Harga BBM di tempat pengecer pun lebih mahal. ”Waktu harga solar masih Rp 5.150 per liter, harga solar di pulau sudah Rp 7.500 sampai Rp 8.500 per liter. Kalau sekarang, bisa jadi sudah Rp 9.000 sampai Rp 10.000 per liter,” tuturnya.
Menurut Faidil, pendapatan nelayan otomatis berkurang dengan membengkaknya pengeluaran untuk BBM. Sebab, nelayan menerima pendapatan dengan sistem bagi hasil berdasarkan hasil penjualan ikan setelah dipotong ongkos berlayar. Sebesar 50 persen untuk pemilik kapal dan 50 persen lainnya untuk semua awak kapal.
”Saat ini, harga ikan masih normal, tidak ikut naik. Pendapatan nelayan pasti berkurang, paling tidak berkurang 10 persen dari biasa,” katanya.
Faidil mengatakan, murah atau mahalnya harga ikan selama ini bergantung pada banyak atau sedikitnya pasokan ikan, bukan pada harga BBM. ”Karena itu, kami berharap harga ikan jangan sampai anjlok saat pasokannya melimpah,” ucapnya.
Kepala Pelabuhan Perikanan Banjarmasin Nurbani Yusuf membenarkan, tidak ada peningkatan harga ikan sejak harga BBM naik. Harga ikan peda segar, misalnya, masih tetap Rp 40.000 per kilogram. Ikan layang atau lajang segar dijual Rp 13.000 per kg, ikan layang beku Rp 30.000 per kg, dan ikan tenggiri (Rp 55.000 per kg).
”Sejauh ini, harga ikan masih normal. Aktivitas bongkar muat ikan di Pelabuhan Perikanan Banjarmasin juga normal. Untuk itu, kami terus menjaga agar pasokan BBM solar bersubsidi ke pelabuhan perikanan tetap lancar,” katanya.
Pasokan normal
Menurut Nurbani, Pelabuhan Perikanan Banjarmasin memiliki Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN) Barito Hulu yang menyediakan BBM solar bersubsidi untuk nelayan. Solar di pelabuhan perikanan tersebut dipasok oleh PT AKR Corporindo Tbk.
”Menjelang kenaikan harga BBM, pasokan solar ke pelabuhan perikanan sempat agak seret. Namun, kini sudah normal kembali. Setiap hari, kami mendapat pasokan satu truk tangki solar berkapasitas 8.000 liter,” tuturnya.
Nurbani mengatakan, SPBN Barito Hulu hanya menjual solar kepada kapal nelayan berukuran 30 GT ke bawah yang memiliki Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP), Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI), atau Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI). Jumlah kapal nelayan yang sudah terdaftar dan bisa dilayani sekitar 500 unit.
Menurut dia, ongkos yang dikeluarkan nelayan untuk BBM itu sekitar 60 persen dari total biaya produksi. Karena itu, ia pun berharap nelayan bisa menghemat penggunaan BBM untuk menekan biaya produksi.
”Kami juga akan berkoordinasi dengan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kalsel agar nelayan diprioritaskan untuk mendapat BLT (bantuan langsung tunai) sebagai imbas dari kenaikan harga BBM,” ujarnya.
Sementara itu, penolakan terhadap kenaikan harga BBM bersubsidi juga terus disuarakan oleh mahasiswa di Kalsel. Sudah dua hari ini, Selasa-Rabu, mereka menggelar unjuk rasa di depan Gedung DPRD Provinsi Kalsel. Aksi serupa juga dilakukan mahasiswa di depan Kantor DPRD Kota Banjarbaru.