Nelayan Lampung Cemas Hidup Makin Susah jika BBM Naik
Nelayan kecil di pesisir sejumlah daerah di pesisir Teluk Lampung resah dengan rencana kenaikan harga bahan bakar minyak subsidi yang diwacanakan pemerintah. Mereka khawatir, pendapatan mereka semakin menipis.
Oleh
VINA OKTAVIA
·2 menit baca
KOMPAS/VINA OKTAVIA
Aktivitas di stasiun pengisian bahan bakar nelayan di kawasan Lempasing, Kota Bandar Lampung, sepi pada Kamis (1/9/2022).
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS — Nelayan di pesisir Teluk Lampung resah dengan rencana kenaikan harga BBM bersubsidi. Di tengah beban hidup yang semakin berat, mereka khawatir kenaikan harga itu bakal menggerus pendapatannya.
Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kota Bandar Lampung Kusairi menyatakan, pembelian solar adalah biaya tertinggi saat melaut. Dia membutuhkan setidaknya 100 liter solar menuju Selat Sunda dan Teluk Semaka pergi pulang. Jumlah itu setara Rp 515.000 atau sekitar 70 persen dari biaya melaut.
”Bila harga BBM naik, maka biaya melaut bakal meningkat 30-50 persen. Padahal, tangkapan ikan tak menentu karena cuaca ekstrem dan gelombang tinggi,” kata Kusairi di Bandar Lampung, Kamis (1/9/2022).
Selain mahal, nelayan juga masih kesulitan mendapat solar subsidi di stasiun pengiriman bahan bakar nelayan (SPBN). Setiap hari, SPBN Lempasing hanya memasok 12 kiloliter solar untuk nelayan Bandar Lampung. Jumlah itu hanya cukup untuk 100-120 kapal.
”Padahal, sedikitnya ada 500 kapal yang harus melaut setiap hari,” kata Kusairi. Sebagian besar kapal berukuran 6-15 gros ton.
Aktivitas nelayan di kawasan pesisir Bandar Lampung pada Kamis (1/9/2022).
Akibatnya, sejumlah nelayan harus antre di SPBU terdekat. Namun, ujungnya juga tidak mudah karena banyak nelayan tidak memiliki dokumen persyaratan untuk bisa membeli solar bersubsidi di SPBU.
”Akhirnya, nelayan harus membeli solar eceran dengan harga yang lebih mahal, Rp 8.000-Rp 10.000 per liter. Kami berharap, pemerintah menyiapkan kebijakan khusus agar kelompok nelayan bisa tetap menikmati BBM dengan harga terjangkau,” tuturnya.
Defril (35) menuturkan, penghasilannya sebagai anak buah kapal rata-rata Rp 50.000 per hari. Saat tangkapan ikan sedang bagus, ia bisa mendapat Rp 100.000 per hari. Namun, saat sepi, ia hanya mendapat kurang dari Rp 30.000.
Sebagai nelayan kecil, ia berharap pemerintah tidak menaikkan harga solar untuk kalangan nelayan. Alasannya, kenaikan harga BBM akan membuat penghasilannya semakin menurun. Padahal, beban hidup semakin berat di tengah melambungnya harga bahan pokok.
KOMPAS/VINA OKTAVIA
Kapal-kapal nelayan di sekitar dermaga Lempasing, Kota Bandar Lampung, Kamis (1/9/2022).
Ketua HNSI Lampung Timur Alfin menyatakan, hanya ada tiga unit SPBN di Lampung yang beroperasi dan hanya mampu memenuhi sekitar 20 persen kebutuhan nelayan. Sebagian besar nelayan masih bergantung pada pasokan solar di SPBU.
”Solar ini menjadi urat nadi nelayan untuk mencari nafkah. Kalau tidak dapat solar atau harganya mahal, nelayan tidak bisa membeli dan tidak mungkin bisa melaut,” katanya.
Ia mendesak pemerintah memastikan harga dan pasokan solar untuk nelayan. Persoalan ini membutuhkan solusi dari pemerintah pusat karena penetapan kuota solar bersubsidi untuk daerah ditetapkan oleh Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas.