Kenaikan Harga BBM Bersubsidi Mengejutkan Warga Palembang
Kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi mengagetkan warga Palembang, Sumatera Selatan. Walau sudah ada wacana kenaikan harga sebelumnya, tetapi kenaikan pada Sabtu (3/9/2022) tidak pernah diduga sebelumnya.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·5 menit baca
PALEMBANG,KOMPAS — Kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi mengagetkan warga Palembang, Sumatera Selatan. Walau sudah ada wacana kenaikan harga sebelumnya, tetapi kenaikan pada Sabtu (3/9/2022) tidak pernah diduga sebelumnya. Beberapa SPBU pun kewalahan dalam melakukan penyesuaian harga hingga sempat menghentikan operasi beberapa jam.
Jumadi (29) sudah mengantre sekitar 30 menit di stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) di Jl AKBP Cek Agus Palembang untuk mengisi pertalite. Tinggal menunggu 10 kendaraan lagi, tiba-tiba petugas menghentikan operasional untuk mengubah harga di dispenser bahan bakar tepat pukul 14.30.
Jumadi yang sehari-hari bekerja sebagai pengemudi ojek daring pun harus ”menikmati” harga baru untuk pertalite, yakni Rp 10.000 per liter dari yang sebelumnya Rp 7.650 per liter. ”Saya baru tahu kalau hari ini ada kenaikan harga BBM subsidi,” ujarnya terkejut.
Tidak hanya pertalite, pemerintah juga menaikkan harga pertamax dari Rp 12.750 per liter menjadi 14.850 per liter. Harga solar bersubsidi pun naik dari Rp 5.150 per liter menjadi Rp 6.800 per liter.
Biasanya kenaikan harga terjadi pada tengah malam menjelang pergantian hari. Namun, kali ini di siang hari. Ini sungguh mengejutkan.
Sebenarnya, wacana kenaikan harga BBM bersubsidi sudah Jumadi ketahui sejak akhir Agustus lalu. Namun, ketika pergantian bulan, tidak ada perubahan harga. ”Saya sempat senang, BBM tidak jadi naik. Nyatanya hari ini naik cukup tinggi,” katanya.
Sebagai pengemudi ojek daring, kenaikan harga BBM bersubsidi sungguh memberatkan terutama bagi dia yang memang mencari nafkah menggunakan kendaraan bermotor. Ketika harga pertalite belum naik, Jumadi harus mengeluarkan uang untuk mengisi bensin sekitar Rp 60.000 per hari. Dengan kenaikan ini, bisa jadi pengeluarnnya melonjak jadi Rp 80.000 per hari. ”Padahal, ongkos ojek daring tidak naik,” ujarnya.
Dengan begitu, Jumadi hanya memperoleh pendapatan sekitar Rp 100.000 per hari atau turun sekitar dari pendapatan sebelumnya yang mencapai Rp 150.000 per hari. Ayah satu anak ini berharap kenaikan harga BBM ini tidak berdampak besar terhadap harga bahan pokok.
”Kalau harga BBM dan sembako naik, anak dan istri saya mau makan apa,” ujar warga Kecamatan Sako, Palembang, ini.
Harapan serupa juga disampaikan pengemudi truk pengangkut tanah galian Sandi (40). Dia berpendapat, kenaikan harga BBM bersubsidi tentu sangat memberatkan. ”Ongkos bensin tentu akan bertambah dari yang semula hanya Rp 350.000 per sekali isi, sekarang bisa mencapai Rp 400.000 per sekali isi BBM. Saya mengisi BBM tiga hari sekali,” ujarnya.
Kondisi ini tentu akan berpengaruh pada pendapatannya yang juga akan menurun. Dalam empat kali perjalanan dalam kota Palembang, Sandi bisa memperoleh pendapatan kotor sebesar Rp 1,4 juta. Jika dipotong bahan bakar hingga Rp 400.000, ia hanya memperoleh 15 persen dari Rp 1 juta. Untuk empat kali angkut, Sandi hanya memperoleh sekitar Rp 150.000.
”Itu pun tidak setiap hari. Terkadang tiga hari sekali baru ada pesanan angkutan. Belum lagi bila hujan mengguyur, saya bisa tidak bekerja,” ungkapnya. Apalagi sejak tiga bulan terakhir, antrean bahan bakar sangat panjang dia pun bisa menunggu hingga lima jam untuk mengisi bahan bakar.
Sandi berharap setelah kenaikan harga ini tidak lagi terjadi antrean yang panjang karena itu bisa sangat mengganggu pekerjaannya. ”Saya bisa tidak bekerja karena menunggu antrean,” kata Sandi yang baru satu tahun bekerja sebagai pengemudi truk.
Menghentikan operasi
Kenaikan harga BBM di siang hari baru pertama kali dirasakan oleh Rudi, Pengawas SPBU 24.301.16 yang berada di Jl R Soekamto Palembang. ”Biasanya kenaikan harga terjadi pada tengah malam jelang pergantian hari. Namun, kali ini di siang hari. Ini sungguh mengejutkan,” kata Rudi. Dia pun baru mengetahui kenaikan sekitar pukul 13.00.
Perubahan harga yang terjadi tiba-tiba ini membuat pengelola SPBU harus menghentikan sementara operasi SPBU hingga 1,5 jam setelah pengumuman.
”Kami harus mengubah harga secara digital,” ujarnya. Konsumen pun harus menunggu sampai proses digitalisasi harga tuntas. Bahkan, harga yang ada di papan pun belum diubah karena proses digitalisasi harga belum selesai.
Berbeda dengan SPBU 21-30101-24 yang berada di Jl AKBP Cek Agus yang hanya membutuhkan waktu sekitar 10 menit untuk mengubah harga secara digital. Kondisi tersebut tidak membuat konsumen harus menunggu lebih lama. Pengawas SPBU 21-30101-24 Husni menuturkan setelah ada pengumuman kenaikan harga, pihaknya langsung melakukan penyesuaian harga. Harga di papan pengumuman pun segera diganti.
Husni menuturkan, kenaikan harga seperti ini di luar dugaan. Sebelumnya, banyak konsumen yang mengira bahwa kenaikan harga BBM bersubsidi akan terjadi pada Kamis (1/9/2022) dini hari.
”Saat itu, antrean kendaraan sangat panjang, bahkan pasokan 32 kiloliter (KL) pertalite habis sebelum pukul 00.00. Namun, nyatanya tidak ada kenaikan harga dan warga pun kembali pulang dan mengisi BBM di keesokan harinya.
Kepala Cabang Pertamina Palembang Aditya Agung Andrawina mengatakan, penyesuaian harga BBM bersubsidi ini adalah untuk mengurangi disparitas harga. Sebelum penyesuaian harga, rasionya adalah 1 liter BBM nonsubsidi setara dengan 2,5 liter BBM subsidi.
Disparitas ini memicu terjadinya penyelewengan BBM bersubsidi. Ada yang memodifikasi truk dan mobil untuk menampung BBM bersubsidi lalu dijual kembali. ”Keuntungannya cukup menggiurkan, yakni hingga Rp 1 juta per hari,” ujarnya.
Jika tidak segera ditanggulangi bukan tidak mungkin nilai inflasi di Sumsel bisa melonjak di akhir tahun.
Aditya mengatakan, sampai Juli 2022, realisasi konsumsi solar bersubsidi dan pertalite sudah melebihi kuota yang disediakan. Untuk Solar penyalurannya sudah mencapai 113.609 KL atau 30,5 persen melampaui dari kuota yang disediakan, yakni 87.057 KL. Adapun untuk pertalite realisasinya sudah mencapai 147.640 KL atau 23,6 persen melebihi dari kuota yang disediakan sebesar 119.434 KL.
Dengan penyesuaian harga ini diharapkan disparitas harga bisa diminimalisasi untuk mengurangi tindakan penyelewengan. Selain itu dengan sistem subsidi tepat diharapkan yang menerima BBM bersubsidi adalah mereka yang benar-benar berhak.
Kepala Dinas Perdagangan Sumatera Selatan Ahmad Rizali menuturkan, kenaikan harga BBM bersubsidi tentu akan berdampak pada kenaikan harga bahan-bahan pokok. ”Itu karena distribusi bahan pokok tentu membutuhkan kendaraan yang menggunakan BBM,” katanya. Kenaikannya pun akan disesuaikan dengan harga BBM bersubsidi.
Dengan kenaikan harga ini tentu akan berdampak pada penurunan daya beli. Karena itu, sejumlah langkah intervensi harus dilakukan agar daya beli tetap terpelihara. Misalnya melalui penyaluran bantuan langsung tunai dan beragam bentuk insentif lainnya.
”Jika tidak segera ditanggulangi bukan tidak mungkin nilai inflasi di Sumsel bisa melonjak di akhir tahun,” katanya.