KCF-Apeksi Dorong Sinkronisasi Kebijakan Pusat dan Daerah Kembangkan Produk Lokal
Sinkronisasi kebijakan pemerintah pusat dan daerah diperlukan untuk mendukung penguatan produk lokal di daerah.
JAKARTA, KOMPAS — Sinkronisasi kebijakan antara pusat dan daerah diperlukan untuk memastikan produk lokal, terutama yang dihasilkan oleh usaha mikro, kecil, dan menengah, dapat berdaya saing dan mendukung pemulihan ekonomi. Upaya itu antara lain dilakukan dengan memudahkan akses produk lokal masuk ke e-katalog yang dikelola oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah atau LKPP.
Presiden Joko Widodo juga telah mengarahkan agar pelaku UMKM serta koperasi jangan sampai tertinggal dalam konteks pengadaan barang dan jasa. Presiden meminta agar penggunaan APBN dan APBD minimal 40 persen dibelanjakan untuk produk-produk lokal hasil UMKM dan koperasi.
Terkait kebijakan itu, harian Kompas bekerja sama dengan Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) menyelenggarakan diskusi City Leaders Community-Kompas Collaboration Forum (KCF) di Kota Bogor, Jawa Barat, Sabtu (3/9/3022) pukul 09.00-11.00 WIB. Sebanyak 14 anggota wali kota atau wakil wali kota anggota KCF-Apeksi hadir dalam diskusi Morning Coffee City Leaders Community-KCF dengan tema ”Mengoptimalkan Pemanfaatan Produk Lokal demi Pemulihan Ekonomi dan Antisipasi Resesi”.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahuddin Uno dan Kepala LKPP Abdullah Azwar Anas hadir sebagai pembicara dalam diskusi tersebut.
Pemimpin Redaksi Harian Kompas Sutta Dharmasaputra mengatakan, kerja sama dengan Apeksi ini dilakukan untuk menjembatani sinkronisasi kebijakan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Sebab, selama ini kerap ada perbedaan kebijakan antara pusat dan daerah atau belum mulusnya implementasi kebijakan pusat di daerah.
”Kami melihat bahwa kebijakan nasional itu harus seiring sejakan dengan kebijakan di daerah. Jadi, kami berharap dengan adanya forum ini, kebijakan antara pusat dan daerah itu lebih sinkron. Ide-ide besar dari pusat atau sebaliknya, keberhasilan-keberhasilan kecil yang dilakukan di kota-kota itu bisa ditiru oleh kota-kota lain. Demikian pula kebijakan pusat yang sangat besar bisa diimplementasikan juga di kota-kota di seluruh Indonesia,” kata Sutta.
Harian Kompas melihat kerja sama dengan Apeksi ini sangat krusial karena perkembangan atau dinamika di kota-kota di Tanah Air sangat cepat. Termasuk di dalamnya perkembangan penduduknya. Oleh karena itu, Kompas berkomitmen menjalin kerja sama dengan kota-kota yang tergabung di dalam Apeksi. Harapannya, ke depan akan lebih banyak kota yang tergabung di dalam KCF-Apeksi sehingga pertukaran ide, gagasan, dan pengalaman antarkota dan pemimpin daerah dapat lebih luas dan kaya.
Kompas juga melihat posisi pemimpin kota atau wali kota dan wakil wali kota adalah calon-calon pemimpin nasional. Mereka berpotensi untuk maju dan berkembang menjadi pemimpin nasional sehingga kepemimpinan mereka di tingkat lokal atau daerah juga perlu untuk terus dikawal dan didukung, serta diberikan panggung.
”Ketika dia punya keberhasilan, tentu diharapkan itu menjadi pendorong semangat bagi pemimpin kota yang lain untuk saling belajar karena pemimpin kota dan kabupaten adalah aset kepemimpinan nasional. Ke depan, pemimpin nasional pasti berangkat dari pemimpin-pemimpin daerah,” katanya.
Baca juga: Ketua Apeksi Bima Arya: Kota Pintar Tidak Sekadar Memasang CCTV
Terkait dengan tema diskusi KCF-Apeksi kali ini, Sutta mengatakan, hal itu selaras dengan kebijakan nasional yang mendorong penggunaan APBN dan APBD minimal 40 persen untuk produk-produk lokal dari UMKM dan koperasi. Kebijakan ini dipandang positif di tengah situasi ekonomi yang belum pulih sepenuhnya pascapandemi.
”Indonesia punya market (pasar) yang besar, kenapa tidak memakai produk sendiri dan menguatkan UMKM sehingga dia punya pasar lebih baik. Selain itu juga naik kelas, dari mikro ke kecil, dari kecil ke menengah, dan dari menengah ke besar,” ujarnya.
Dalam diskusi seri ketiga KCF-Apeksi kali ini, harian Kompas mengundang Menparekraf Sandiaga S Uno dan Kepala LKPP Abdullah Azwar Anas. Keduanya akan diminta berbagai mengenai kebijakan dan perspektif pemerintah pusat. Selanjutnya, para wali kota menanggapi perspektif itu dari kacamata kebijakan daerah.
”Dalam kesempatan ini, kami mengharapkan masukan dari member (anggota) KCF-Apeksi bagaimana sesungguhnya problem yang terjadi untuk penguatan produk-produk lokal di kota mereka. Apakah bisa berjalan seperti yang diharapkan atau banyak kendala,” kata Sutta.
Daerah berupaya
Laporan yang dihimpun Kompas dalam sepekan terakhir di sejumlah daerah menunjukkan adanya upaya dari pemkot mendorong pengembangan produk lokal, terutama hasil dari UMKM.
Di Kota Batu, Jawa Timur, misalnya, pemerintah kota setempat mendorong agar kerja sama terus dilakukan semua pihak untuk bersama-sama membantu UMKM dan perekonomian daerah bangkit pascapandemi. Wali Kota Batu Dewanti Rumpoko mengatakan, upaya pulih dari pandemi dilakukan dengan bekerjasama dengan banyak pihak. Kerja sama, menurut Dewanti, dinilai akan menguatkan usaha untuk kembali membuka pasar UMKM yang selama ini tutup akibat pandemi.
Baca juga: Pengusaha Mikro di Malang Raya Nikmati Membaiknya Perekonomian
”Upaya bersama-sama untuk berusaha pulih dari pandemi ini harus terus dilakukan. Memang saat ini secara bertahap kondisi ekonomi sebagian usaha di Kota Batu mulai pulih. Usaha harus terus dilakukan guna kembali menjaga pasar dan memulihkan kepercayaan konsumen setelah dua tahun ini banyak usaha tutup,” katanya.
Kerja bersama-sama tersebut, menurut Dewanti, harus terus dilakukan agar pertumbuhan ekonomi di Kota Batu bisa terus tumbuh hingga 5 persen. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kota Batu pada tahun 2021, pertumbuhan ekonomi di Kota Batu mencapai 4,04 persen. Nilai tersebut jauh meningkat bila dibandingkan dengan tahun 2020 di mana ekonomi Kota Batu terkontraksi hingga 6,46 persen.
Sementara itu, Wali Kota Jambi Syarif Fasha getol mendorong produk lokal untuk terdaftar di dalam e-katalog yang dikelola oleh LKPP. Sejak input data dilakukan, April 2022, ada ratusan produk lokal Kota Jambi yang terdaftar dalam Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE) menu Katalog Lokal Jambi.
”Implementasi kebijakan ini terus kami perkuat supaya makin banyak lagi UMKM Kota Jambi yang terdaftar dalam program LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah) tersebut,” kata Fasha.
Baca juga: Tantangan Jambi Membangun Satu Paket Wisata, Kuliner, dan Kerajinan
Fasha menambahkan, Kota Jambi ingin terus mengangkat UMKM unggulan, mulai dari sektor fashion, kuliner, hingga kriya. Berbagai event digelar untuk memperluas pasar, mulai dari tengkuluk, kain batik, kain songket, pangan olahan, hingga hasil-hasil kerajinan rakyat.
Pada masa pandemi Covid-19, penetrasi pasar dibuka lewat program Besanjo atau Belanja Online Sabtu Manjo. Program itu untuk menyiasati kendala penjualan yang menurun selama berlakunya pembatasan sosial. Lapak dibuka lewat Instragram resmi Pemkot Jambi setiap Sabtu. Sejak dibuka tahun 2020, ada 814 pelaku usaha yang dipromosikan lewat media sosial tersebut.
Masih terkendala
Dari Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan, pemkot setempat juga mendaftarkan produk-produknya ke dalam e-katalog LKPPP. Kepala Dinas Koperasi Usaha Mikro dan Tenaga Kerja Kota Banjarmasin Muhammad Isa Anshari mengatakan, UMKM di Banjarmasin terdata lebih kurang 35.000 usaha. Namun, hanya 10 persen atau sekitar 3.500 usaha yang benar-benar produktif. Mayoritas UMKM menjalankan usaha kuliner. Di samping itu, juga ada usaha busana (fashion) dan kriya.
”UMKM yang produktif kami dorong untuk segera mendaftarkan produknya ke dalam e-katalog LKPP. Kami mencoba membantu dan memfasilitasi dengan menyuplai data yang diperlukan,” kata Isa di Banjarmasin, Rabu (31/8/2022).
Pemkot Banjarmasin sudah mencoba mendaftarkan beberapa produk UMKM Banjarmasin ke dalam e-katalog LKPP. Namun, dalam prosesnya masih ada kendala pada aplikasi yang digunakan sehingga pendaftaran produk belum berhasil.
Berdasarkan pengecekan di etalase produk UKM pada e-katalog LKPP dengan kata kunci pencarian ”Banjarmasin” hanya ditemukan empat produk dari 311.921 produk atau 13.454 penyedia. Keempat produk itu adalah alat tulis kantor, jasa keamanan, jasa kebersihan, serta pakaian dinas dan kain tradisional.
Baca juga: UMKM Kalimantan Pacu Ekspor di Pasar Singapura
Isa mengatakan, aplikasi yang digunakan masih dalam tahap pembenahan. Sambil menunggu pengoptimalan aplikasi, pelaku UMKM diminta menyiapkan nomor induk berusaha (NIB), nomor pokok wajib pajak (NPWP), dan kartu tanda penduduk (KTP) untuk proses pendaftaran produk.
”Produk-produk UMKM yang banyak digunakan satuan kerja perangkat daerah di lingkungan pemkot tentu akan diprioritaskan untuk didaftarkan lebih dulu,” ujarnya.
Produk UMKM yang sudah terdaftar di e-katalog LKPP bisa dengan mudah dibeli oleh pemerintah daerah ataupun kementerian dan lembaga. Apalagi, pemerintah kini mengampanyekan gerakan bangga buatan Indonesia untuk mendorong penggunaan produk-produk UMKM.
”Kalau sudah terdaftar di e-katalog LKPP, perputaran usaha akan lebih cepat. Itu jelas menguntungkan para pelaku UMKM di Banjarmasin,” kata Isa.