Tantangan Jambi Membangun Satu Paket Wisata, Kuliner dan Kerajinan
Pasar-pasar rakyat masih terpaku pada penjualan sayur dan bahan kebutuhan pokok. Hasil produk UMKM perlu diakomodasi juga agar Kota Jambi tidak dibanjiri “pasar kaget” kaki lima di pinggir-pinggir jalan.
Danau Sipin dan Jembatan Arasy kini menjadi kebanggan Nurhadi (35). Dulu ia sering bingung ke mana mengantar tamunya berwisata. Sekarang sudah ada tempat representatif di jantung Kota Jambi itu.
”Sekarang tidak bingung lagi. Kalau tamu minta diantar jalan-jalan, tinggal dibawa ke Danau Sipin, lalu melipir sedikit ke Jembatan Gentala Arasy menyeberangi Sungai Batanghari,” ujarnya, Senin (18/5/2021).
Sampai enam hingga tujuh tahun lalu, Kota Jambi yang sepi enggan dilirik wisatawan. Kalaupun orang datang sekadar untuk kepentingan tugas kerja dan usaha.
Jika ingin berwisata, wisatawan harus bertolak cukup jauh ke luar daerah. Semisal jika ingin ke Candi Muaro Jambi, perlu menempuh 45 kilometer dari Kota Jambi ke Kabupaten Muaro Jambi. Jika dalam kondisi jalan rusak, perjalanan menuju candi bisa memakan waktu dua jam.
Baca juga: Candi dan Wisata Alam di Jambi Ditutup Selama Lebaran
Jika ingin menikmati panorama indah Gunung Kerinci, wisatawan pun harus menempuh sepuluh kali lipat jarak atau sekitar 450 kilometer. Perjalanan darat memakan waktu sekurang-kurangnya 10 jam.
Perubahan wajah Kota Jambi mulai terjadi sekitar tahun 2015. Di akhir era kepemimpinan Gubenur Hasan Basri Agus, hadir warisan Jembatan Gentala Arasy membentang di atas Sungai Batanghari.
Jembatan sepanjang 503 meter menghubungkan pusat Kota Jambi dengan kawasan Seberang. Cukup dengan berjalan kaki menyeberangi jembatan itu, kita juga dapat menuju sentra kerajinan batik dan kota tua santri.
Pada saat bersamaan pula, Wali Kota Jambi Syarif Fasha melirik Danau Sipin. Danau seluas 89 hektar itu sangat berpotensi karena terletak di jantung kota. Mudah dijangkau dan strategis.
Sayangnya, saat itu keberadaan danau masih terbengkalai. Kawasan danau malah lebih dikenal sarang peredaran narkoba. Potensi perikanan dalam danau, apalagi transportasi air, terhadang oleh kondisi permukaan danau yang dipenuhi eceng gondok (Echornia crasipes) dan kiambang (Salvinia molesta).
Baca juga: Dulu Penuh Enceng Gondok, Kini Jadi Lokasi Kerjurnas
Demi menyelamatkan danau, Fasha mengerahkan semua elemen, mulai dari TNI, Polri, ASN, mahasiswa, hingga warga lokal, untuk bergotong royong membersihkan danau dari eceng gondok dan kiambang.
Jika danau kembali bersih, akan mudah dikembangkan sebagai aset wisata. Apalagi, pemerintah pusat turut mendukung lewat program tanggul di sekeliling danau. Turut pula didukung dana APBD I dan II lewat alokasi tahun jamak.
Akhirnya Danau Sipin kini tampil cantik. Danau itu bahkan telah menjadi tuan rumah Kerjurnas Dayung tahun 2019. Pada akhir pekan atau liburan, kunjungan dapat mencapai 1.000 tamu per hari.
Pada akhir pekan atau liburan, kunjungan dapat mencapai 1.000 tamu per hari.
Ada sekitar 30 perahu wisata di sana yang melayani jasa keliling danau. Baru setahun terakhir ini kunjungan wisata ke danau agak meredup. Pernah pula ditutup demi menghindari penyebaran virus korona baru.
Keberadaan Danau Sipin menjadi salah satu warisan keberhasilan pembangunan di kota Jambi. Sekaligus wujud upaya bangkit, terlebih dalam peringatan hari jadi Pemerintah Kota Jambi ke-75 dan Tanah Pilih Pusako Batuah Kota Jambi yang ke-620 bertepatan di awal pekan ini.
Baca juga: Sampah Danau Sipin Jambi Tak Tampak Lagi
Wali Kota Jambi Syarif Fasha menyebut tema peringatan tahun ini ”Bangkit Bersama untuk Kota Jambi Terkini”. Secara khusus, Terkini dielaborasi menjadi Kota Jambi yang tertib, ekonominya maju, rakyatnya sejahtera, kompetitif, inovatif, nyaman dan iman. ”Saya mengajak kita semua untuk terus bangkit memperkuat kebersamaan. Menyatukan energi dan terus bersinergi,” katanya.
Pengamat ekonomi dari Universitas Batanghari Pantun Bukit mengapresiasi upaya-upaya mewujudkan kota yang kian maju dalam sektor jasa, wisata, dan perdagangannya. Itu sesuai dengan potensi kota yang meskipun minim potensi hasil bumi tetapi cukup kuat membangun perekonomian lewat tiga sektor di atas. ”Ini tecermin dari pertumbuhan ekonominya, 40 persen ditopang dari sektor jasa,” katanya.
Dari sisi pertumbuhan, performa Kota Jambi juga terbilang bagus. Memang pertumbuhan sempat menurun pada tahun 2017 yang saat itu hanya 4,68 persen. Setahun kemudian, pertumbuhan naik lagi menjadi 5,26 persen, dan terus naik menjadi 5,33 persen. Bahkan, pada 2020, pertumbuhan 5,45 persen.
Meski demikian, lanjutnya, Kota Jambi masih perlu memperkuat infrastruktur di sektor-sektor itu. Terkait Danau Sipin, sudah layak dikunjungi tetapi perlu dilengkapi dengan sentra kerajinan tangannya dan juga jalur kulinernya sehingga menjadi satu paket yang lengkap.
Kunjungan wisatawan tak semata menikmati alam, tapi sekaligus pula menumbuhkan ekonomi rakyat lebih meluas karena berkembang usaha dan pasar kerajinan serta potensi kulinernya.
Pasar rakyat
Pada sektor jasa dan perdagangan, Pantun melihat pasar-pasar rakyat terus dibangun, tetapi pengelolaannya kurang optimal. Bahkan, ada sejumlah pasar yang telah selesai dibangun tak kunjung dimanfaatkan hingga kini.
Pedagang enggan berjualan di pasar baru karena alasan lokasinya tidak strategis dan sejumlah alasan lain. Ada lagi pasar relokasi yang setelah dibangun masih sepi hingga kini. Pedagang kucing-kucingan berjualan di pasar yang lama.
Pasar rakyat juga belum dimanfaatkan sebagai terminal UMKM kerajinan dan pusat oleh-oleh serta kuliner. Jika berkaca dari daerah lain keberadaan pasar UMKM lokal dapat memantik tumbuhnya ekonomi rakyat hulu hilir.
Contohnya, Pasar Beringharjo, Yogyakarta, yang menjadi pusat belanja oleh-oleh kerajinan khas setempat, menyedot kunjungan wisatawan berbelanja dan di saat sama menopang ekonomi para perajin lokal. Hal serupa di Pasar Seni Kuta di Bali dan pusat oleh-oleh di Jalan Cihampelas, Bandung,
Menurut Pantun, pasar-pasar rakyat yang dibangun di Kota Jambi masih terpaku pada pasar sayur dan kebutuhan pokok. Belum terakomodasinya kalangan UMKM tecermin dari menjamurnya usaha-usaha kaki lima yang membangun ”pasar kaget” di pinggir-pinggir jalan di kawasan Kotabaru atau di Telanaipura.
Di sisi lain, usaha-usaha supermarket dan minimarket modern dan waralaba terus menjamur. Jika pertumbuhannya tidak terkendali, menurut Pantun, UMKM akan semakin tergerus dan mati.
Baca juga: Dilema Pedagang Pasar Kito
Masukan terkait telah disampaikan sejak 10 tahun lalu dalam pembahasan Rencana Pembangunan Jangka Menengah dan Daerah (RPJMD). Usulan agar dibangun pasar-pasar UMKM belum terwujud hingga kini. Padahal, keberadaan UMKM dapat menopang upaya pengembangan pariwisata yang terpadu di Jambi. Menghidupkan potensi sentra kerajinan dan kuliner khas Jambi.
Karena itu, Pemkot perlu membangun kluster-kluster atau pasar khusus UMKM. ”Sehingga jika orang bertanya, di mana tempat wisata, pusat oleh-oleh, dan pusat kuliner khasnya Kota Jambi, kita tidak bingung lagi membawa ke mana,” katanya.