Kenaikan Harga BBM Berpotensi Meningkatkan Angka Kemiskinan di Papua
Diperlukan upaya mitigasi untuk mengatasi dampak kenaikan harga bahan bakar minyak di Papua. Sebab, kenaikan harga BBM dikhawatirkan bakal meningkatkan angka kemiskinan di Papua.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·3 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Kenaikan harga bahan bakar minyak dinilai berpotensi meningkatkan angka kemiskinan di Papua. Hal ini karena kenaikan harga BBM akan mengakibatkan menurunnya daya beli akibat melonjaknya harga barang pokok dan strategis. Diperlukan upaya mitigasi dari pemerintah demi mencegah angka kemiskinan meningkat.
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Cenderawasih, Jayapura, Kurniawan Patma, pada Jumat (2/9/2022) mengatakan, kenaikan harga (BBM) akan memicu pelaku usaha kecil dan menengah menaikkan harga jual barang. Hal ini disebabkan tingginya biaya operasional di Papua, khususnya barang yang dipasok dari luar Papua.
Kondisi itu, antara lain, terjadi pada komoditas telur ayam yang didatangkan dari Surabaya. Harga telur di pasar tradisional Kota Jayapura sudah mencapai Rp 75.000 per rak dari harga sebelumnya hanya Rp 60.000 per rak. Sementara itu, harga telur di wilayah pegunungan Papua, seperti Kabupaten Yalimo sudah mencapai Rp 120.000 per rak.
Kurniawan berpendapat, kenaikan harga barang pokok ini secara perlahan akan berkontribusi bagi peningkatan angka kemiskinan di Papua. Sebab, masyarakat Papua khususnya yang tidak memiliki penghasilan tetap bakal mengalami penurunan daya beli barang.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, jumlah penduduk miskin di Papua pada Maret 2022 sebesar 922.012 orang. Jumlah ini meningkat 1.680 orang bila dibandingkan dengan bulan Maret tahun 2021.
Adapun Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Papua baru mencapai angka 60,62 hingga akhir tahun 2021. Angka ini menempatkan Papua dalam IPM paling rendah bila dibandingkan dengan 33 provinsi lainnya.
”Pemerintah pusat dan daerah perlu menganalisis dampak yang akan terjadi setelah kenaikan harga BBM. Kondisi ini sangat memengaruhi angka kemiskinan di Papua. Sebab, tidak terjadi penambahan pemasukan, tetapi kebutuhan masyarakat melonjak drastis,” kata Kurniawan.
Kurniawan juga menilai, pemberian bantuan uang seperti program Bantuan Langsung Tunai tidak terlalu efektif untuk menekan dampak kenaikan harga BBM di Papua. Sebab, nilai bantuan tersebut tidaklah sebanding dengan tingginya harga barang pokok di Papua.
”Sebaiknya pemerintah menyiapkan juga bantuan subsidi biaya pengiriman barang kebutuhan pokok ke Papua. Upaya ini dapat meringankan beban pelaku usaha yang memasarkan barangnya di pusat perbelanjaan ataupun pasar tradisional,” kata Kurniawan.
Asisten II Setda Pemerintah Provinsi Papua Muhammad Musaad mengatakan, pihaknya telah mendapatkan arahan dari Kementerian Dalam Negeri untuk mengatasi dampak dari kenaikan harga BBM. Pemprov Papua akan menyiapkan program bantalan sosial yang bersumber dari 2 persen Dana Transfer Umum dan Belanja Tidak Tetap (BTT).
Ia pun mengakui dampak dari kenaikan harga BBM akan berdampak bagi masyarakat Papua. Diperkirakan kondisi ini cukup berpengaruh bagi masalah kemiskinan di Papua yang kini mencapai angka 26 persen.
Pemerintah pusat dan daerah perlu menganalisis dampak yang akan terjadi setelah kenaikan harga BBM. Kondisi ini sangat memengaruhi angka kemiskinan di Papua.
”Dibutuhkan adanya petunjuk teknis dari pusat untuk penggunaan 2 persen Dana Transfer Umum untuk penanganan dampak kenaikan harga BBM. Tim Pengendalian Inflasi Daerah Provinsi Papua akan melaksanakan rapat demi menentukan program prioritas. Misalnya melakukan operasi pasar untuk pengendalian harga barang,” kata Musaad.
Bupati Kabupaten Jayapura Matius Awoitauw mengatakan, pihaknya akan menyiapkan kebijakan yang sesuai dengan instruksi pusat terkait pelaksanaan program bantalan sosial. ”Pemkab Jayapura sudah berpengalaman dalam menghadapi kondisi ini. Sebab, kami telah menyiapkan program yang sama untuk mengatasi dampak pandemi bagi kondisi perekonomian masyarakat pada tahun 2020 lalu,” tambahnya.