Selewengkan 5 Ton Solar Subsidi, Dua Warga Kutai Timur Ditangkap
Di tengah pengetatan penggunaan bahan bakar minyak jenis solar bersubsidi, Polda Kaltim masih banyak menemukan penyalahgunaannya di lapangan. Kasus berulang ini perlu dituntaskan hingga akarnya.
Oleh
SUCIPTO
·3 menit baca
BALIKPAPAN, KOMPAS — Kepolisian Daerah Kalimantan Timur menangkap dua orang yang diduga membeli bahan bakar minyak bersubsidi jenis biosolar untuk dijual kembali di Kabupaten Kutai Timur. Kasus berulang ini perlu dituntaskan dengan membongkar jaringan dan menuntaskan hingga akarnya.
Saat ditangkap pada Rabu (31/8/2022) malam, kedua terduga pelaku membawa biosolar dalam delapan jeriken di atas mobil bergardan ganda. Setelah dihitung, saat itu mereka membawa 5.150 liter atau sekitar 5 ton biosolar.
”Terduga pelakunya dua pria. Masing-masing berinisial SN (38) dan NR (51),” ujar Kepala Polres Kutai Timur Ajun Komisaris Besar Anggoro Wicaksono saat dihubungi, Kamis (1/9/2022).
Dari pemeriksaan awal, keduanya mengaku membawa biosolar itu untuk dijual kembali. Polisi masih menyelidiki terduga pelaku untuk ditetapkan sebagai tersangka. Mereka juga akan memanggil operator yang melayani NR ketika membeli biosolar serta pihak SPBU untuk dimintai keterangan.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Kaltim Komisaris Besar Yusuf Sutedjo mengatakan, pola penyalahgunaan BBM bersubsidi ini relatif sama dengan kasus sebelumnya. Para terduga pelaku membeli biosolar di SPBU, kemudian menjualnya kembali. Dari pemeriksaan awal, kasus di Kutai Timur itu sudah beroperasi sejak lima tahun lalu.
”Solar tersebut dikirim ke daerah pelosok di Kutai Timur, seperti Kecamatan Kaubun, Kaliorang, Sangkulirang, Kongbeng, dan Muara Wahau. Harga jualnya sekitar Rp 14.000 per liter, sekitar tiga kali lipat dari harga di SPBU,” ujar Yusuf.
Membeli untuk menjual kembali BBM bersubsidi melanggar Pasal 55 UU No 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi sebagaimana yang telah diubah dengan UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Ancaman hukuman bagi pelanggar adalah enam tahun penjara dan denda Rp 6 miliar.
Dari pemeriksaan awal, kasus di Kutai Timur itu sudah beroperasi sejak lima tahun lalu. (Komisaris Besar Yusuf Sutedjo)
Di Kaltim, kasus serupa juga ditemui di kota lain. Belum lama ini, Polres Kota Balikpapan menetapkan dua tersangka yang menampung 200 liter biosolar di dalam tangki truk untuk dijual kembali. Tangki truk dimodifikasi agar bisa menampung biosolar lebih banyak di SPBU.
Saat siaran pers digelar, hanya dua tersangka yang dihadirkan ke depan publik dengan baju tahanan oranye. Penyalur BBM subsidi kepada para tersangka tak dihadirkan. Menanggapi hal tersebut, Yusuf mengatakan, kepolisian masih mengusut jaringan penyeleweng BBM bersubsidi ini.
”Semua masih diperiksa untuk mengetahui pola jaringan ini bekerja, termasuk pihak SPBU,” kata Yusuf.
Sanksi dari Pertamina
Area Manager Communication and Relation Pertamina Patra Niaga Kalimantan, Susanto August Satria, mengatakan, pihaknya sudah melakukan berbagai upaya agar biosolar tak diselewengkan. Salah satunya, kata Satria, dengan merilis Fuel Card atau kartu pengawasan bagi pengendara saat melakukan pengisian BBM subsidi di SPBU.
Terdapat tiga jenis kartu yang dibagikan kepada pengendara, sesuai jenis kendaraan. Pertama, pemegang Fuel Card berwarna biru hanya bisa mengisi biosolar dengan kapasitas maksimal 60 liter. Adapun Fuel Card berwarna merah berkapasitas maksimal 80 liter dan warna hijau 200 liter. Setiap pengendara hanya diberikan satu kartu.
Kasus berulang ini menyiratkan masih ada celah dari sistem Fuel Card yang sudah diterapkan. Dari kasus sebelumnya, Satria menyatakan, ada pengendara yang memiliki Fuel Card lebih dari satu. Misalnya, pengendara itu mengemudikan dua mobil dengan pelat nomor berbeda.
”Kenapa bisa begini, itu akan kami selidiki di lapangan. Operator di SPBU juga kami minta jeli. Verifikasi kepada para pengendara menjadi penting untuk mencocokkan surat-surat yang di bawa dengan data di Fuel Card,” ujarnya.
Pertamina masih menunggu pemeriksaan yang dijalankan oleh kepolisian. Jika terbukti ada operator SPBU atau pengelola SPBU yang melakukan pelanggaran atau bahkan bekerja sama untuk menyelewengkan BBM subsidi, Pertamina akan memberi sanksi.
”Kalau operatornya terbukti bersalah, kita sanksi sampai pemecatan. Adapun kalau SPBU yang melanggar, sanksinya berupa penghentian pasokan BBM, bahkan pemutusan hubungan usaha. Sepanjang 2021 sampai pertengahan 2022, sudah ada enam SPBU yang disanksi berupa penghentian pasokan,” kata Satria.