Dua Bulan Tak Ada Penerbangan, Pariwisata Wakatobi Mati Suri
“Kalau istilahnya, kami pelaku usaha di sini betul-betul tiarap, seperti mati suri. Bagaimana tidak, kalau wisatawan tidak ada sama sekali," kata Iin, pengelola hotel di Wangi-wangi.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·4 menit baca
KOMPAS/SAIFUL RIJAL YUNUS
Pengunjung menikmati lanskap hutan mangrove di Desa Sampara, Kaledupa, Wakatobi, Sulawesi Tenggara, Sabtu (29/2/2020). Warga di Wakatobi berbenah menggalakkan pariwisata berbasis kearifan dan kelestarian lingkungan di tengah berbagai tantangan.
KENDARI, KOMPAS — Menjelang dua bulan tidak beroperasinya penerbangan ke Wakatobi, Sulawesi Tenggara, sektor pariwisata di wilayah ini anjlok hingga 90 persen. Pelaku usaha dan masyarakat merasakan dampak lebih dalam, bahkan hingga menutup sementara tempat usaha. Pemerintah didesak segera mengambil langkah agar penerbangan ke lokasi wisata prioritas nasional ini bisa kembali terbuka.
Iin Haryanti (38), pengelola Hotel Briana Beach di Wangi-wangi, Wakatobi, menuturkan, dampak penutupan penerbangan membuatnya terpaksa merumahkan semua karyawan. Sebab, selama Agustus ini, ia baru mendapatkan dua orang wisatawan yang menginap selama tiga malam.
”Kalau istilahnya, kami pelaku usaha di sini betul-betul tiarap, seperti mati suri. Bagaimana tidak, kalau wisatawan tidak ada sama sekali. Untuk sementara, kami baru buka kembali penginapan kalau memang ada tamu, dan hanya mengelola sendiri tidak memakai karyawan,” kata Iin, dihubungi dari Kendari, Senin (29/8/2022).
Kondisi yang terjadi saat ini, ia melanjutkan, jauh lebih berdampak dibandingkan dengan saat awal pandemi lalu. Saat itu, pengunjung masih ada meski memang turun drastis hingga 80 persen. Penerapan protokol kesehatan menjadi kunci satu-satunya agar wisatawan tetap datang.
Akan tetapi, ia menambahkan, saat ini wisatawan tidak datang karena akses penerbangan satu-satunya tidak beroperasi sejak Juli lalu. Pada musim angin timur seperti sekarang, pengunjung juga akan berpikir panjang untuk memakai angkutan laut. Jadi, sektor pariwisata di wilayah ini benar-benar terputus dari dunia luar.
KOMPAS/ HERU SRI KUMORO
Penumpang pesawat berjalan menuju terminal penumpang Bandara Matahora, Wakatobi, Sulawesi Tenggara, Senin (20/6/2016). Bandara ini menjadi salah satu pintu keluar dan masuk utama dari dan menuju Wakatobi.
Pengelola usaha selam, Seto (30), mengungkapkan, sejak Juli, ia hanya dua kali menerima tamu. Itu pun tamu tersebut mau mengeluarkan biaya dan waktu lebih dengan akses transportasi yang harus berganti beberapa kali. Sejak awal Agustus, ia betul-betul menganggur dan tidak menerima tamu.
”Kalau dibilang, penurunannya sampai 90 persen. Saat ada penerbangan, tamu bisa sampai 40 orang dalam sebulan, sekarang sebulan satu orang. Bagaimana tamu mau datang kalau mereka harus berganti transportasi dan mengeluarkan biaya ekstra,” kata Seto.
Wisatawan dari luar Sultra, ia mengatakan, sekarang ini harus benar-benar yang siap menanggung risiko. Mereka yang biasanya bisa tiga hari di Wakatobi, sekarang harus minimal lima hari. Sebab, setelah datang di Kendari, harus terbang ke Baubau terlebih dahulu. Dari Baubau, wisatawan tersebut naik feri ke Wangi-wangi. Setiap orang harus menambah biaya ekstra minimal Rp 1 juta dan waktu yang lebih lama.
Oleh sebab itu, ia berharap agar penerbangan ke Wakatobi segera dibuka dan normal kembali. Sebab, sebagai daerah tujuan wisata nasional, daerah ini seharusnya tidak membiarkan akses penerbangan tertutup yang membuat sektor pariwisata benar-benar mati suri.
Sejak Jumat (8/7/2022) lalu, satu-satunya penerbangan Wings Air ke Wakatobi dihentikan oleh pihak Lion Air. Danang Mandala Prihantoro, Corporate Communications Strategic Wings Air, dalam rilis yang dikirimkan pada Rabu (6/7/2022), menuturkan, penghentian sementara penerbangan rute Kendari-Wakatobi berlaku mulai Jumat (8/7/2022). Penghentian ini hingga batas waktu yang belum ditentukan.
Menurut Danang, keputusan ini diambil sebagai langkah penataan ulang kinerja pada rute tersebut. Pihak Wings Air akan terus melakukan evaluasi dan berharap dapat kembali membuka layanan yang mendukung aktivitas perekonomian, mobilitas warga, dan barang di Wakatobi.
Wings Air menyampaikan permohonan maaf kepada calon penumpang, baik itu masyarakat, pebisnis, wisatawan, maupun pihak lainnya. Untuk sementara, penumpang bisa melalui penerbangan sekitar, yaitu dari Makassar ke Baubau, atau menggunakan pesawat carter,” kata Danang. Sejumlah pertanyaan yang dikirimkan melalui pesan pendek belum dijawab hingga Rabu petang.
Ada usulan untuk subsidi penerbangan selama tiga bulan ke depan.
KOMPAS/SAIFUL RIJAL YUNUS
Suasana senja di Tomia, Wakatobi, Sulawesi Tenggara, Jumat (28/2/2020). Warga di Wakatobi berbenah menggalakkan parwisata berbasis kearifan dan kelestarian lingkungan, di tengah berbagai tantangan.
Kepala Dinas Pariwisata Wakatobi Nadar menyampaikan, penutupan penerbangan memang membuat dampak besar terhadap sektor pariwisata di wilayah ini. Padahal, pariwisata merupakan salah satu sektor utama masyarakat setelah Wakatobi ditetapkan salah satu destinasi wisata prioritas nasional. Oleh karena itu, pihaknya telah berkoordinasi dengan pelaku usaha untuk menampung keluhan, dan mencari solusi sementara.
Di samping itu, Pemkab Wakatobi, dan Pemprov Sultra, telah berkali-kali rapat dengan kementerian dan maskapai penerbanngan untuk membahas hal ini. Salah satu masalah utama adalah kursi penerbangan ke Wakatobi yang sering kosong beberapa waktu terakhir. Hal ini menjadi alasan utama maskapai untuk menutup penerbangan sementara.
”Ada usulan untuk subsidi penerbangan selama tiga bulan ke depan. Hitungannya bermacam-macam, di mana salah satunya pemda menanggung 50 dari 70 kursi dalam satu penerbangan, jika jumlah penumpang kurang. Karena, menurut pihak maskapai, dalam satu penerbangan harus terisi 50 kursi agar biaya operasional tertutupi,” katanya.
Saat ini, ia melanjutkan, menunggu untuk rapat lanjutan berikutnya. Dalam rapat tersebut akan ditentukan hitungan teknis subsidi, mengajak keterlibatan pemda lain, dan kapan waktu penerbangan akan dibuka kembali.
”Kami berharap agar September mendatang sudah bisa dibuka lagi sehingga pariwisata dan sektor lainnya di Wakatobi bisa kembali bergeliat. Semoga paling lambat di Oktober mendatang,” ucap Nadar.