Beroperasi 2024, PSEL di Palembang Masih Kekurangan Bahan Baku
Pemkot Palembang berupaya agar bahan baku PSEL bisa terpenuhi. Untuk menghasilkan 20 megawatt listrik, teknologi insinerator yang digunakan untuk PSEL membutuhkan sekitar 1.000 ton sampah.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Proyek pengelolaan sampah menjadi energi listrik di Palembang akan dibangun pada akhir 2022 dan ditargetkan beroperasi pada 2024. Dalam pelaksanaannya, dibutuhkan bahan baku sampah hingga 1.000 ton per hari untuk menghasilkan tenaga listrik hingga 20 megawatt. Saat ini suplai bahan baku masih 800 ton per hari.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Palembang Akhmad Mustain, Jumat (26/8/2022), mengatakan, saat ini persiapan pembangunan instalasi pengelolaan sampah menjadi energi listrik terus berlangsung. PT Indo Green Power yang menjadi mitra Pemerintah Kota Palembang sedang menyusun analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) dan perjanjian jual beli listrik (PJBL) dengan PLN.
Untuk amdal, ujar Akhmad, pihak perusahaan sudah melakukan dua kali konsultasi publik. Sementara untuk PJBL sudah dalam tahap pembahasan. Di sisi lain, pemkot juga sedang menyusun peraturan daerah. ”Sekarang masih menunggu penyusunan naskah akademik revisi perda yang selanjutnya akan dibahas di DPRD Kota Palembang,” ujar Akhmad.
Jika proses persiapan berlangsung lancar, diharapkan PSEL mulai dibangun pada akhir 2022. Palembang menjadi kota ketiga dari 12 kota lain yang terbilang telah siap dalam persiapan PSEL setelah Surabaya dan Solo. ”Persiapan Palembang hampir setara dengan Tangerang,” ucap Akhmad.
Saat ini, pihaknya sedang berupaya agar bahan baku yang dibutuhkan untuk pelaksanaan PSEL bisa terpenuhi. Untuk menghasilkan 20 megawatt (MW) listrik, teknologi insinerator yang digunakan untuk PSEL membutuhkan sekitar 1.000 ton sampah.
Sementara untuk pasokan rata-rata sampah di Palembang saat ini berkisar 800 ton-900 ton per hari. Namun, pada perjanjian kerja sama, ujar Mustakin, pemenuhan bahan baku akan berlangsung secara bertahap. Untuk tahun pertama pada 2024, akan disediakan sampah sekitar 800 ton dan pada 2026 akan dipenuhi bahan baku sampah sebesar 1.000 ton.
Seiring dengan pertumbuhan penduduk dan tingginya mobilitas masyarakat, Akhmad meyakini pada 2026, kebutuhan sampah bisa terpenuhi. Dengan teknologi ini diharapkan tidak ada lagi tumpukan sampah di Palembang.
Kepala UPTD Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) dari Dinas Lingkungan Hidup Palembang Zaidan Jauhari mengatakan, saat pandemi, produksi sampah di Palembang sempat menurun menjadi 600-700 ton per hari. Namun, saat ini kondisinya sudah meningkat mencapai 800 ton per hari. ”Sebagian besar sampah yang masuk ke TPA Sukawinatan adalah sampah rumah tangga,” ucapnya.
Namun, pelaksanaan PSEL akan dilakukan di TPA Keramasan Palembang di atas lahan 22 hektar. TPA itu sekarang belum dioptimalkan karena sampah dikelola di TPA Sukawinatan Palembang. ”TPA Keramasan hanya digunakan ketika perhelatan SEA Games 2011 dan Asian Games 2018 di Palembang,” ucapnya.
Jika PSEL jadi terlakasana, pengelolaan sampah di TPA Sukawinatan akan dipindahkan ke TPA Keramasan. Saat ini pengelolaan sampah di TPA Sukawinatan masih menggunakan teknologi pembangkit listrik tenaga sampah berkapasitas 500 kW, hanya saja mesin tersebut belum beroperasi optimal lantaran gas metana yang dibutuhkan tidak sesuai dengan kapasitas mesin.
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumsel Yuliusman beranggapan, sebelum PSEL diterapkan, pemerintah harus memastikan pengelolaan sampah di hulu bisa berjalan dengan baik. ”Harus dipastikan sarana dan prasarana untuk penampungan sampah rumah tangga sudah tersedia,” ucapnya.
Yuliusman menilai sampai saat ini pengelolaan sampah di Palembang belum optimal. Hal itu dibuktikan dengan banyaknya sampah yang dibuang di sungai atau menumpuk di beberapa tempat yang bukan seharusnya. ”Ini menandakan sarana yang disediakan untuk menampung sampah rumah tangga belum memadai,” ucapnya.
Karena itu, sebelum PSEL berjalan, pemerintah harus membenahi pengelolaan sampah di hulu. Selain itu, harus dipastikan bahan baku yang dibutuhkan tersedia. ”Jangan sampai karena perencanaan yang tak baik, PSEL di Palembang menjadi mangkrak,” ucapnya.
Dia mencontohkan proyek pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa) berkapasitas 500 kW yang sampai sekarang tidak berfungsi lantaran gas metana yang tidak mencukupi. Hal itu terjadi karena perencanaan yang kurang matang. ”Karena itu, pengelolaan sampah harus dilakukan secara komprehensif dan terpadu agar program ini tidak merugikan APBD,” ucapnya.