Gubernur Sumbar Mahyeldi berjanji akan membahas aspirasi Aliansi Mentawai Bersatu yang menilai undang-undang terbaru tentang Provinsi Sumbar melupakan eksistensi kebudayaan Mentawai.
Oleh
YOLA SASTRA
·3 menit baca
PADANG, KOMPAS — Gubernur Sumatera Barat Mahyeldi berjanji akan membahas aspirasi Aliansi Mentawai Bersatu yang menilai undang-undang terbaru tentang Provinsi Sumbar melupakan eksistensi kebudayaan Mentawai. Walakin, gubernur menilai tidak ada diskriminasi terhadap Mentawai di dalam UU tersebut.
”Aliansi menyampaikan pernyataan sikapnya dan kami terima. Kemudian, ini akan kami diskusikan secara pemerintahan,” kata Mahyeldi seusai menerima permintaan audiensi Aliansi Mentawai Bersatu di Istana Gubernur Sumbar, Kota Padang, Kamis (25/8/2022) sore.
Sebelumnya, dalam audiensi, Aliansi Mentawai Bersatu meminta dukungan gubernur agar pemerintah pusat ataupun DPR merevisi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2022 tentang Provinsi Sumbar. Aliansi yang terdiri atas 11 organisasi lembaga kepemudaan Mentawai itu menilai UU tersebut melupakan keberadaan kebudayaan Mentawai.
Hal yang menjadi polemik dalam UU itu adalah Pasal 5 Huruf c. Pasal itu berbunyi ”Provinsi Sumatera Barat memiliki karakteristik yaitu adat dan budaya Minangkabau berdasarkan pada nilai falsafah, adat basandi syara’, syara’ basandi kitabullah sesuai dengan aturan adat salingka nagari yang berlaku, serta kekayaan sejarah, bahasa, kesenian, desa adat/nagari, ritual, upacara adat, situs budaya, dan kearifan lokal yang menunjukkan karakter religius dan ketinggian adat istiadat masyarakat Sumatera Barat”. Adapun Mentawai yang juga suku asli di Sumbar tidak disebut secara eksplisit.
”Kami Aliansi Mentawai Bersatu meminta Gubernur Sumbar menindaklanjuti aspirasi aliansi kepada Presiden dan DPR untuk merevisi UU Nomor 17 Tahun 2022 tentang Provinsi Sumbar dengan mengeksplisitkan adat dan budaya Mentawai sebagai salah satu karakteristik Provinsi Sumbar,” kata Yosafat Saumanuk, Ketua Aliansi Mentawai Bersatu, membacakan pernyataan sikap aliansi.
Menurut Yosafat, aliansi tidak mempermasalahkan tentang ABS-SBK di dalam Pasal 5 Huruf c UU tersebut. Namun, aliansi meminta pemerintah juga mengakomodasi secara tertulis keberadaan adat dan budaya Mentawai di dalam UU.
”Di Sumbar daratan, berlaku ABS-SBK, kami tidak mempermasalahkan. Namun, Kabupaten Kepulauan Mentawai kan unik, tidak menganut ABS-SBK. Kalau ABS-SBK dicantumkan untuk saudara kami suku Minangkabau di dalam UU, demikian jugalah dengan Mentawai,” ujarnya.
Pertemuan tersebut berlangsung alot. Beberapa anggota aliansi meninggalkan ruangan. Gubernur Mahyeldi tidak sependapat dengan pemahaman aliansi dan menyebut tidak ada diskriminasi terhadap budaya Mentawai di dalam UU.
Gubernur menganggap, klausa ”…kekayaan sejarah, bahasa, kesenian, desa adat/nagari, ritual, upacara adat, situs budaya, dan kearifan lokal yang menunjukkan karakter religius dan ketinggian adat istiadat masyarakat Sumatera Barat” di dalam pasal tersebut sudah mewakili Mentawai dan suku lainnya di Sumbar.
”Terkait UU itu, saya sudah mencermati dan mendiskusikan juga dengan anggota Komisi II DPR, tidak ada diskriminasi Mentawai di sana,” kata Mahyeldi.
Mahyeldi pun menolak permintaan aliansi agar menandatangani pernyataan sikap dan menyampaikan secara bulat ke Presiden dan DPR. Walakin, ia berjanji akan membahasnya dengan jajaran di pemprov, kemudian menentukan sikapnya.
Yosafat mengaku tidak terlalu puas dengan respons Gubernur Mahyeldi. Sebab, belum jelas sikap gubernur apakah akan meneruskan aspirasi aliansi atau tidak. Aliansi akan terus mengawalnya.
”Harapan kami, adat dan budaya Mentawai di Sumbar dicantumkan dalam UU itu secara jelas, tepat, dan terperinci. Jadi, klir dia. Sedikit itu permintaan kami,” ujarnya.