Polda Sulut : Petugas Bertindak Proporsional dalam Kasus Penembakan Raymond Londok
Polda Sulut menyatakan Brigadir Polisi Kepala WL bertindak sesuai prosedur ketika mengambil tindakan untuk menembak warga Manado bernama Raymond Londok hingga tewas. Namun, penyidikan belum berakhir.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·5 menit baca
KOMPAS/KRISTIAN OKA PRASETYADI
Kepolisian Daerah Sulawesi Utara menggelar konferensi pers, Kamis (18/8/2022), mengenai penanganan kasus kepemilikan senjata tajam yang berujung pada tewasnya pelaku, Raymond Londok, di Manado, Sulawesi Utara.
MANADO, KOMPAS – Kepolisian Daerah Sulawesi Utara menyatakan salah satu personelnya, Brigadir Polisi Kepala WL, bertindak sesuai dengan prosedur ketika mengambil tindakan untuk menembak warga Manado bernama Raymond Londok hingga tewas. Namun, kasus ini akan ditindaklanjuti lagi dengan rekonstruksi dan gelar perkara agar terang-benderang.
Hal ini disampaikan Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Sulut Komisaris Besar (Kombes) Jules Abraham Abast, Kamis (18/8/2022), dalam konferensi pers di Manado. Ia menegaskan, WL telah diperiksa oleh Seksi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polresta Manado dan Bidang Propam Polda Sulut atas tindakannya pada malam 23 Juli lalu.
”Hasil sementara penyelidikan oleh Propam atas tindakan Bripka WL sampai saat ini belum ditemukan tindakan yang tidak sesuai prosedur sebagaimana prinsip-prinsip dan tahapan penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian yang diatur dalam Perkap (Peraturan Kepala Polri) Nomor 1 Tahun 2009,” ujar Jules.
Bidang Propam berkesimpulan, tindakan WL dinilai telah memenuhi prinsip legalitas, nesesitas, proporsionalitas, kewajiban umum, preventif, dan reasonable (wajar). Sebab, Raymond (39) disebut menyerang dan berusaha menikamnya serta rekannya, Bripka SR, dengan pecahan keramik ketika akan ditangkap.
KOMPAS/KRISTIAN OKA PRASETYADI
Kepolisian Daerah Sulawesi Utara menggelar konferensi pers, Kamis (18/8/2022), mengenai penanganan kasus kepemilikan senjata tajam yang berujung pada tewasnya pelaku, Raymond Londok, di Manado, Sulawesi Utara.
”RL (Raymond) saat itu sedang berada di bawah pengaruh minuman beralkohol sehingga dia menjadi percaya diri dan emosional. Petugas kami sudah berusaha menghindar, sudah berupaya dengan hati-hati dan sabar. Tetapi, dia berontak dan bahkan empat kali mengejar petugas kami,” ujar Jules, mengutip keterangan 13 saksi yang telah diperiksa.
Kronologi resmi kepolisian menyerupai keterangan keluarga Raymond. Peristiwa itu bermula dari keonaran yang dibuat Raymond. Antara 19.00-21.30 Wita, Raymond minum-minum bersama beberapa kawannya di sebuah warung di Lingkungan VII Kelurahan Pandu, Kecamatan Bunaken, Manado.
Warga mulai panik ketika Raymond mengambil sebilah badik besi putih dengan panjang 32 sentimeter dan lebar 3 sentimeter, lalu berteriak-teriak. Ia bahkan mendatangi rumah seorang tetangga bernama I Made Sukadana dan mengancam akan membongkar kandang ayam miliknya.
Karena itu, dua warga melaporkannya, satu ke Kepolisian Sektor Bunaken dan satu lagi ke nomor panggilan darurat 112. Bripka WL dan Bripka SR yang sedang berpatroli pun segera menuju sumber laporan. Setibanya di Lingkungan VII Kelurahan Pandu sekitar 21.50 Wita, mereka mendapati Raymond sedang membuat keributan sambil memegang badik.
KOMPAS/KRISTIAN OKA PRASETYADI
Sebuah pecahan vas bunga keramik dijadikan barang bukti dan ditampilkan dalam konferensi pers Polda Sulawesi Utara, Kamis (18/8/2022), mengenai penanganan kasus kepemilikan senjata tajam yang berujung pada tewasnya pelaku, Raymond Londok, di Manado, Sulawesi Utara.
Melihat polisi datang, ia segera menyembunyikan badik itu ke kolong sebuah mobil angkutan kota yang terparkir. Saat akan diringkus dan dibawa ke Polsek Bunaken, kata Jules, Raymond berontak, dan malah mengajak WL dan SR berkelahi.
Saat itulah, terjadi pergulatan, di mana Welly Liwe, kakek Raymond, mengklaim cucunya dianiaya dengan dicekik ketika terbaring di tanah, lalu ditinju di wajah. Klaim penganiayaan ini dibantah oleh kepolisian. ”RL memang meronta-ronta saat akan diamankan sehingga dianggap ada penyiksaan. Tetapi, petugas kami sudah sangat persuasif,” kata Kombes Julianto Sirait, Kepala Kepolisian Resor Kota Manado.
Istri Raymond bilang, suara tembakan cuma terpaut hitungan detik. Kalau yang pertama adalah tembakan peringatan, seharusnya jaraknya cukup jauh.
Setelah dilepas, keluarga Raymond berusaha menenangkannya dan mengajaknya pulang. Namun, Raymond malah berusaha mengejar dan menyerang WL dan SR sebanyak empat kali. Ia juga sempat mengancam akan membakar mobil patroli yang dikendarai WL dan SR.
Pria itu sempat dibawa kembali ke rumah. Namun, tiba-tiba ia keluar lagi, memecahkan sebuah vas keramik, lalu mengejar SR dan berusaha menusuknya hingga SR terjatuh. Melihat kawannya diserang, WL mengeluarkan tembakan peringatan, tetapi Raymond justru semakin agresif dan menyerang WL sehingga WL terpaksa menembaknya di dada.
Keterangan ini cukup berbeda dari yang dipaparkan Frank Kahiking, Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Manado, sebagai kuasa hukum keluarga Raymond. ”Istri Raymond bilang, suara tembakan cuma terpaut hitungan detik. Kalau yang pertama adalah tembakan peringatan, seharusnya jaraknya cukup jauh,” katanya.
KOMPAS/KRISTIAN OKA PRASETYADI
Suasana Markas Polda Sulawesi Utara di Manado, Sulawesi Utara, Jumat (21/1/2022).
Tindak lanjut
WL dan SR telah membuat laporan model A ke Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Sulut dengan Raymond sebagai tersangka. Almarhum diduga melanggar Pasal 2 Ayat 1 Undang-Undang Darurat RI Nomor 12 Tahun 1951 yang mengatur kepemilikan senjata, Pasal 335 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) karena mengancam warga dan dua personel polisi, serta Pasal 212 KUHP karena melawan polisi.
”Namun, karena RL telah meninggal dunia, berdasarkan Pasal 77 KUHP, proses penyidikannya dapat dihentikan. Tetapi, kami akan menindaklanjuti dengan kembali mengadakan rekonstruksi kasus, Jumat (19/8), lalu mengadakan konferensi pers dan gelar perkara. Masyarakat kami undang untuk ikut mengawasi,” ujar Jules.
Kepala Bidang Propam Polda Sulut Kombes Marlien Tawas mengatakan, WL untuk sementara masih dalam pembinaan Propam. Ia baru akan kembali bertugas seperti biasa jika penyidikan telah selesai. ”Manakala ada novum (alat bukti baru), dia akan ditindak,” katanya.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi, Michael Barama, menyatakan, suatu tindakan dapat ditetapkan sebagai pidana apabila memenuhi unsur actus reus, yaitu perbuatan jahat itu, serta mens rea atau sikap kebatinan pelaku. Dari hasil penyidikan sementara, WL terbukti tidak bermaksud membunuh Raymond sehingga unsur mens rea tak terpenuhi.
Pada saat yang sama, keluarga Raymond yang diwakili kakek dan kakaknya, yaitu Welly Liwe (84) dan Deisy Londok (51), telah empat kali melaporkan pembunuhan terhadap Raymond ke Ditkrimum Polda Sulut. Namun, laporan itu empat kali pula ditolak oleh penyidik konseling.
Direktur Reskrimum Polda Sulut Kombes Gani Siahaan menyatakan, laporan itu tidak bisa diterima karena tidak memiliki legal standing (kedudukan hukum) untuk memenuhi syarat. Apalagi, hasil penyidikan membuktikan Raymond mengancam keselamatan warga serta personel kepolisian.
”Jadi, kami belum bisa menerima. Tetapi, kalau dalam rekonstruksi ditemukan kejanggalan atau novum baru, silakan dilaporkan,” kata Gani.
Di sisi lain, LBH Manado menyatakan, Polda Sulut justru melindungi pelaku pelanggaran hak asasi manusia. Menurut Frank, Direktur LBH Manado, kepolisian seharusnya bersikap tegas dengan meringkus Raymond dan menahannya di Polsek Bunaken. Namun, WL dan SR justru membiarkannya terus berkeliaran, menganiaya, dan membunuhnya.