Kemarau Basah Jadi Pisau Bermata Dua bagi Petani Grobogan
Kemarau basah bagi pisau bermata dua untuk petani di Grobogan, Jateng. Petani padi, kedelai, dan jagung diuntungan oleh cuaca tersebut. Namun, petani kacang hijau merugi karena gagal panen akibat lahan tanamnya basah.
Oleh
KRISTI DWI UTAMI
·3 menit baca
GROBOGAN, KOMPAS — Kemarau basah membuat produktivitas tanaman pangan, seperti jagung dan kedelai, di Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, meningkat. Luasan tanam padi juga meningkat signifikan. Selain membawa dampak positif, kemarau basah juga membawa dampak negatif, yakni menyebabkan petani kedelai gagal panen.
Musim kemarau basah bagaikan pisau bermata dua untuk dunia pertanian di Kabupaten Grobogan. Tanaman pangan seperti kedelai, jagung, dan padi tumbuh subur dengan kondisi lahan pertanian yang cenderung basah tersebut.
Berdasarkan catatan Dinas Pertanian Grobogan, produktivitas jagung tahun ini sebesar 1 juta ton. Angka ini meningkat 200 ton dari tahun lalu, yakni 800.000 ton. Sementara itu, produktivitas kedelai tahun ini 50.000 ton. Angka itu meningkat dua kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 25.000 ton.
Selain meningkatkan produktivitas kedelai dan jagung, kemarau basah juga membuat luasan lahan tanam padi tahun ini bertambah. Tahun lalu, luasan tanam padi sekitar 130 hektar. Kini, luasanya menjadi 145.000 hektar. Luasan lahan tanam tahun ini merupakan yang terbesar dalam sepuluh tahun terakhir.
”Produktivitas gabah di Grobogan itu sekitar 800.000 ton per tahun. Itu kalau diolah jadi beras menjadi sekitar 450.000 ton. Dari jumlah itu, kebutuhan bagi warga Grobogan sekitar 150.000 per tahun. Adapun sisanya, sekitar 300 ton, dijual ke luar daerah, salah satunya ke Jakarta,” kata Kepala Dinas Pertanian Grobogan Sunanto, Selasa (9/8/2022).
Di samping membawa dampak positif, kemarau basah juga membawa dampak negatif terhadap tanaman kacang hijau. Tanaman itu membutuhkan kondisi tanah yang cenderung kering. Karena kemarau basah, sejumlah petani mengeluhkan gagal panen.
”Sebagian besar petani di sentra kacang hijau Grobogan, yakni di Kecamatan Godong, banyak yang mengeluhkan gagal panen. Hujan yang masih terus turun di musim kemarau membuat lahan tanam mereka terendam. Akibatnya, beberapa petani pasrah tanaman kacang hijaunya puso,” ujar Wakil Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan Jateng Hardiono.
Sebagian petani memilih membiarkan lahan tanam kacang hijau mereka begitu saja. Sebagian yang lain memanfaatkan tanaman kacang hijaunya untuk pakan ternak.
Saat sebagian petani kacang hijau gagal panen karena lahannya terendam, masih ada yang lahannya selamat. Kendati demikian, hasil panennya diperkirakan tidak sebanyak biasanya.
Sholikun, petani kacang hijau asal Kecamatan Godong, menuturkan, normalnya, hasil panen kacang hijau itu 1,5-1,75 ton per hektar. Pada panen bulan depan, ia memperkirakan, hasilnya kurang dari setengah hasil panen biasanya.
”Tinggi tanaman kacang hijau saya saat ini hanya sekitar 20 sentimeter (cm). Padahal, normalnya itu sekitar 60 cm. Ini mengindikasikan bahwa ukuran kacang hijau yang akan dihasilkan kerdil,” ucap Sholikun.
Pada musim tanam kali ini, Sholikun menanam kacang hijau di lahan seluas 2 hektar. Biaya produksi untuk menanam kacang hijau yang dikeluarkan Sholikun sebesar Rp 8 juta per hektar. Kendati tak mau menyebut detil, hasil penjualan pada panen kali ini diperkirakan Sholikun tidak akan cukup untuk menutup biaya produksi yang telah ia keluarkan.
Berdasarkan data Dinas Pertanian Kabupaten Grobogan, luas lahan tanam kacang hijau di wilayah tersebut sekitar 31.000 hektar, sedangkan produksinya sekitar 35.000 ton per tahun. Menurut Sholikun, mayoritas kacang hijau yang dihasilkan petani di wilayah Godong diekspor ke sejumlah negara, seperti Vietnam dan Malaysia.