Produksi beras di Sumsel menurun signifikan akibat perubahan iklim. Banyak persawahan, terutama di kawasan rawa lebak, mengalami gagal panen.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Produksi beras di Sumatera Selatan turun signifikan akibat perubahan iklim. Banyak persawahan, terutama di kawasan rawa lebak, mengalami gagal panen. Penurunan produksi juga terjadi pada komoditas hortikultura. Kondisi ini menyebabkan kenaikan harga yang memicu inflasi.
Kepala Dinas Pertanian, Tanaman Pangan, dan Hortikultura Sumsel Bambang Pramono, Kamis (4/8/2022), mengatakan, produksi beras menurun signifikan dalam tiga tahun terakhir. Data terakhir pada tahun 2021, produksi beras di Sumsel hanya sekitar 1,7 juta ton atau menurun dari tahun sebelumnya, yakni 2,73 juta ton. Walau produksi menurun, Sumsel masih mengalami surplus, yakni sekitar 900.000 ton.
Penurunan ini disebabkan gagal panen di sejumlah kawasan, terutama di sawah berkontur rawa. ”Kegagalan panen disebabkan hujan yang terus mengguyur sehingga lahan pertanian terus terendam air,” ucapnya.
Bambang menuturkan, dari sekitar 600.000 hektar lahan pertanian di Sumsel, sekitar 72,2 persen merupakan kawasan rawa lebak dan rawa pasang surut. Kondisi ini membuat kawasan pertanian di Sumsel sangat rawan banjir akibat perubahan iklim.
Saat ini, ujar Bambang, pihaknya tengah berupaya mendaftarkan petani yang bertanam di kawasan rawa lebak untuk masuk asuransi pertanian. Ini agar ketika petani mengalami gagal panen, mereka masih bisa bertani pada musim tanam selanjutnya.
Jamra (30), petani sawah di Desa Cahaya Alam, Kecamatan Semende Darat Ulu, Kabupaten Muara Enim, mengatakan, panen di wilayahnya memang mengalami penurunan hingga 50 persen. Biasanya, dalam satu hektar ia bisa mendapatkan sekitar 4 ton beras, sekarang menurun menjadi 2 ton beras.
Selain karena kondisi cuaca, sulitnya mendapatkan pupuk yang terjangkau juga menjadi alasan hasil panennya menurun. ”Harga pupuk sekarang naik dua kali lipat, jadi akhirnya pupuk pun diganti dengan kotoran hewan. Namun, produksi pun turun,” katanya.
Gubernur Sumsel Herman Deru menuturkan, peran semua pihak untuk membantu petani sangatlah penting. Hal ini agar para petani tidak terjebak dalam lubang yang sama, terutama di bidang pembiayaan. ”Banyak petani di Sumsel yang belum bankable (memenuhi syarat kredit perbankan). Adalah tugas penyuluh dan pihak perbankan untuk melakukan edukasi,” ujarnya.
Hal itulah yang menjadi alasan Herman menambah 1.400 tenaga penyuluh untuk disebar di setiap kawasan pertanian di Sumsel. Petani diberdayakan agar bisa lebih bankable dan tidak terjerat dalam permainan tengkulak.
Selain itu, edukasi untuk meningkatkan hasil produksi juga sangat diperlukan. Berkaca pada Jawa Timur yang sawahnya bisa menghasilkan hingga 9 ton per hektar gabah kering panen (GKP), di Sumsel tidak pernah lebih dari 6 ton per hektar GKP. Karena itu, sokongan kepada petani amat penting mengingat sektor inilah yang paling bertahan di tengah sejumlah gejolak perekonomian global.
Curah hujan yang tinggi membuat sejumlah daerah sentra produksi tidak panen secara optimal.
”Dibandingkan sektor lain, pertanian lebih mampu bertahan di tengah pandemi. Apalagi, saat ini, Indonesia juga dihadapkan pada ancaman krisis global. Tentu petani harus terus didukung,” ucap Herman.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Sumsel Erwin Soeriadimadja mengutarakan, faktor alam juga menjadi penyebab inflasi. Beberapa komoditas hortikultura mengalami kenaikan harga lantaran stok yang terbatas akibat kondisi cuaca. ”Curah hujan yang tinggi membuat sejumlah daerah sentra produksi tidak panen secara optimal,” ucapnya.
Selain itu peningkatan biaya input produksi, seperti pupuk, juga turut mendorong kenaikan harga komoditas ini. Adapun kenaikan harga daging ayam ras disebabkan kenaikan harga pakan yang didorong oleh kenaikan harga jagung secara global.
Berdasarkan rilis dari Badan Pusat Statistik, kelompok makanan, minuman, dan tembakau mengalami inflasi sebesar 1,64 persen jika dibandingkan periode yang sama bulan lalu dengan andil 0,52 persen poin. Inflasi didorong peningkatan harga pada beberapa komoditas subkelompok makanan, seperti cabai merah, bawang merah, daging ayam ras, dan tomat.