Beda Data, Luas Sawah di Sumsel Diverifikasi Ulang
Luas lahan baku sawah di Sumatera Selatan diverifikasi ulang karena ada perbedaan data pengukuran dari Badan Pusat Statistik dan Badan Informasi Geospasial.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
KOMPAS/RHAMA PURNA JATI
Petani sedang menggarap lahan pertanian menggunakan traktor di Kecamatan Muara Padang, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan, Rabu (28/8/2019), yang merupakan salah satu kawasan program Selamatkan Rawa, Sejahterakan Petani (Serasi).
PALEMBANG,KOMPAS — Luas lahan baku sawah di Sumatera Selatan diverifikasi ulang karena ada perbedaan data pengukuran antara Badan Pusat Statistik dan Badan Informasi Geospasial. Perbedaan ukuran itu dikhawatirkan akan membuat bantuan pertanian berkurang dan menyulitkan penentuan target produksi.
Kepala Dinas Pertanian dan Hortikultura Sumatera Selatan Antoni Alam, Selasa (28/7/2020), di Palembang mengungkapkan, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), luas lahan sawah baku di Sumsel mencapai 621.000 hektar. Adapun Badan Informasi Geospasial, berdasarkan pengukuran data satelit, menyatakan bahwa luas lahan baku di Sumsel hanya sekitar 318.000 hektar.
Perbedaan data ini dikhawatirkan dapat menimbulkan masalah, misalnya dalam hal penyaluran bantuan dari pemerintah, termasuk penentuan besarnya anggaran untuk pengembangan produksi pangan di Sumsel. ”Karena itu, dalam 15 hari ke depan kami akan melakukan pemetaan, termasuk verifikasi terkait luas lahan baku di lapangan,” ungkap Antoni.
Tanaman padi varietas Kahayan yang ditanam di persawahan Desa G1 Mataram, Tugumulyo, Musi Rawas, Sumatera Selatan, Rabu (4/9/2019), menguning dan siap untuk dipanen. Padi Kahayan mampu menghasilkan gabah kering giling hingga 6,5 ton per hektar.
Untuk itu, telah dibentuk kelompok kerja (pokja) yang beranggota sejumlah instansi, seperti Badan Pusat Statistik, Badan Pertanahan Nasional/Agraria dan Tata Ruang, Bappeda Sumsel, dan dinas pertanian di setiap kabupaten/kota di Sumsel. ”Mereka akan melakukan pendataan di lapangan untuk memastikan seberapa luas lahan baku sawah yang ada di Sumsel,” ucap Antoni.
Data yang telah terverifikasi itu akan menjadi acuan dalam pembuatan program. Di antaranya, bantuan bagi petani yang gagal panen atau terkait alokasi pupuk bersubsidi. ”Jika subsidi tidak tepat sasaran karena lahan tersebut tidak terdata, saya khawatir akan ada masalah ke depannya,” ungkap Antoni.
Data yang telah terverifikasi itu akan menjadi acuan dalam pembuatan program.
Antoni menduga perbedaan data ini disebabkan adanya lahan sawah yang tidak terdeteksi satelit akibat terendam air. ”Pada musim hujan, beberapa lahan sawah di Sumsel akan terendam. Akibatnya, satelit tidak bisa merekam lahan sawah tersebut,” ucapnya.
KOMPAS/RHAMA PURNA JATI
Sejumlah warga melakukan aktivitas di lahan gambut yang ada di Desa Perigi, Kecamatan Pangkalan Lampam, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sabtu (6/5). Kawasan gambut tersebut dimanfaatkan untuk pertanian dan berkebun.
Jenis sawah yang terendam ketika musim hujan dan baru ditanami ketika musim kemarau itu merupakan jenis sawah lebak atau pasang surut. Sawah jenis itu luasannya sekitar 170.000-200.000 hektar di Sumsel. Lahan tersebar di Ogan Komering Ilir, Ogan Ilir, Musi Banyuasin, dan Banyuasin. ”Karena itu, perlu dilakukan verifikasi agar sawah jenis ini juga terdata sehingga dapat dipantau keberadaannya oleh pemerintah,” kata Antoni.
Sekretaris Daerah Sumatera Selatan Nasrun Umar mengatakan, pihaknya memberi waktu 15 hari kepada kelompok kerja (pokja) untuk melakukan verifikasi ulang di lapangan. ”Jangan sampai perbedaan data ini menyulitkan kita untuk mendorong target produksi beras di Sumsel,” ujarnya.
Adapun target produksi beras di Sumsel tahun 2020 adalah 3,1 juta ton. Sementara produksi beras tahun lalu hanya 1,5 juta ton. Rendahnya pencapaian produksi beras di Sumsel tahun lalu terjadi lantaran kemarau panjang.
Kompas
Seorang petani di Desa Bukit Batu, Kecamatan Air Sugihan, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan, membawa alat penanam bibit jagung di lahan pertaniannya, Kamis (24/8/2017). Petani di desa itu tidak lagi membuka lahan dengan cara membakar, tetapi dengan mengatur tata kelola tanah untuk mengurangi potensi kebakaran lahan.
Sebelumnya, Gubenur Sumatera Selatan Herman Deru mengingatkan agar produksi beras di Sumsel didorong dengan pengucuran kredit usaha rakyat (KUR) kepada petani. ”Dana ini bisa menjadi stimulus bagi petani untuk lebih produktif, terutama pascapandemi,” katanya. Adapun alokasi KUR di Sumsel mencapai Rp 4,4 triliun, tetapi baru terserap Rp 1,3 triliun.
Dirinya juga berharap ada kreativitas aparat desa untuk mendorong kegiatan petani, misalnya dengan menjadi penjamin bagi petani yang sudah memenuhi syarat atau melakukan inovasi kreatif lainnya. ”Pemprov Sumsel juga mau memberikan jaminan agar petani juga mendapatkan alokasi KUR, tetapi petani yang sudah memenuhi syarat,” kata Herman.