Pemkab Lanny Jaya Tetapkan Tanggap Darurat Kekeringan di Kuyawage
Status tanggap darurat kekeringan di Distrik Kuyawage, Kabupaten Lanny Jaya, Papua, telah ditetapkan. Stok bantuan makanan yang didapatkan warga hanya bertahan untuk dua pekan.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·3 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Pemerintah Kabupaten Lanny Jaya, Papua, telah menetapkan status tanggap darurat bencana kekeringan yang terjadi di Distrik Kuyawage. Total 568 orang terdampak kekeringan akibat fenomena embun beku yang merusak tanaman pangan milik warga.
Manajer Pusat Pengendalian Operasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Papua Jonathan Koirewoa, yang berada di Distrik Tiom, ibu kota Lanny Jaya, pada Kamis (4/8/2022), mengatakan, hasil rapat dengan pemda setempat menetapkan status tanggap darurat musibah kekeringan di Kuyawage hingga 31 Agustus 2022. Diperkirakan fenomena embun beku masih berlangsung hingga lima bulan mendatang.
Jonathan menyatakan, 568 warga mengalami kelaparan karena lahan tanaman pangan mereka rusak terdampak embun beku ini selama sebulan terakhir. Warga yang terdampak tersebar di tiga kampung, yakni Kuyawage, Luarem, dan Yugunomba.
Fenomena embun beku menyebabkan sayur dan umbi-umbian milik warga di 56 lokasi lahan pertanian mengalami kerusakan. Fenomena ini dipicu musim kemarau yang melanda Lanny Jaya sejak awal Juni lalu.
Adapun bantuan yang disalurkan Kementerian Sosial untuk warga Distrik Kuyawage meliputi 500 paket barang kebutuhan pokok, 280 karung beras masing-masing berisi 10 kilogram, 500 paket makanan untuk anak-anak, dan 1.000 paket makanan siap saji untuk orang dewasa.
Bantuan lainnya adalah 1.000 selimut, 500 potong pakaian untuk orang dewasa pria dan wanita, serta 500 potong pakaian untuk anak. Bantuan ini disalurkan dari Direktorat Perlindungan Sosial Korban Bencana Sosial dan Non-alam dan Direktorat Perlindungan Sosial Korban Bencana Alam Kementerian Sosial.
”Stok bantuan makanan yang diterima masyarakat dari Kementerian Sosial diperkirakan hanya bertahan dua pekan. Kami akan bersinergi dengan pemda setempat untuk terus mengirimkan bantuan ke Kuyawage,” kata Jonathan.
Ia pun menyatakan, total korban meninggal di Kuyawage mencapai empat orang, yang meliputi dua orang dewasa dan dua anak balita. Tim Pemprov Papua dan Pemkab Lanny Jaya masih menyelidiki penyebab kematian empat orang itu terkait kelaparan atau sakit.
Adapun identitas empat warga Kuyawage meninggal yang dihimpun Kompas dari pihak kepolisian setempat adalah Tupaganeba Tabuni (60), Mison Tabuni (2), Amson Murib (2), dan Yegin Tabuni (30).
”Kami bersama Pemkab Lanny Jaya akan meninjau langsung Kuyawage dengan menggunakan pesawat dari Wamena, Kabupaten Jayawijaya, pada Kamis ini. Kami akan mendata dampak yang dirasakan warga dan penyebab kematian empat warga tersebut,” kata Jonathan.
Fenomena embun beku dengan dampak terparah terjadi pada awal Juli 2015.
Pengamat sosial ekonomi pertanian dari Universitas Papua, Agus Sumule, mengatakan, fenomena embun beku menjadi ancaman bagi ketahanan pangan masyarakat yang harus diwaspadai pemerintah daerah di Papua. Menurut catatan Agus, total sudah terjadi tiga kali embun beku di daerah pegunungan Papua, yakni pada tahun 1998, 2015, dan 2022.
Fenomena embun beku dengan dampak terparah terjadi pada awal Juli 2015. Bencana itu menyebabkan tanaman umbi-umbian dan sayur milik warga di tiga kabupaten, yakni Lanny Jaya, Puncak, dan Nduga, gagal panen sehingga memicu krisis pangan. Kondisi terparah terjadi di Kuyawage dan Wano Barat di Lanny Jaya. Sebanyak 11 warga Lanny Jaya meninggal karena kelaparan.
”Diprediksi fenomena embun beku akan terjadi berulang kali dan dalam rentang waktu yang tidak terlalu lama. Pemda di Papua harus mempersiapkan diri untuk melindungi ketahanan pangan masyarakat, khususnya di daerah pedalaman,” kata Agus.
Kepala Balai Besar Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Wilayah V Jayapura Hendro Nugroho memaparkan, Lanny Jaya dilanda musim kemarau sejak awal Juni. Hal ini menyebabkan penurunan curah hujan karena potensi pembentukan awan cenderung tidak signifikan. Pertumbuhan awan yang tidak signifikan juga menyebabkan suhu udara menjadi lebih dingin karena panas yang diterima dapat langsung dipantulkan kembali keluar bumi.
”Pengaruh dari musim kemarau, udara akan terasa lebih dingin disebabkan massa udara dari selatan yang bersifat kering dan dingin. Selain itu, terjadi proses evapotranspirasi yang mengakibatkan tumbuhan semakin kering dan tidak dapat bertahan hidup,” kata Hendro.