Antisipasi Krisis Pangan di Lanny Jaya, Kemampuan Penyuluh Diperkuat
Pemprov Papua akan melatih tenaga penyuluh pertanian di Kabupaten Lanny Jaya. Penyuluh menjadi garda terdepan dalam membantu masyarakat menyiapkan upaya mitigasi krisis pangan karena bencana alam.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·5 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Pemerintah Provinsi Papua akan memperkuat kompetensi tenaga penyuluh pertanian di Kabupaten Lanny Jaya untuk mencegah krisis pangan terulang kembali. Upaya mitigasi meliputi pengaturan pola tanam dan penyediaan fasilitas lumbung makanan.
Kepala Bidang Penyuluhan Dinas Pertanian dan Pangan Provinsi Papua Wilhelmina Warme, saat ditemui di Jayapura, Rabu (3/8/2022), mengatakan, belum ada kegiatan pelatihan bagi tenaga penyuluh pertanian untuk menyiapkan petani menghadapi dampak cuaca ekstrem. Total terdapat dua tenaga penyuluh di Lanny Jaya.
Ia memaparkan, kedua tenaga penyuluh ini akan didatangkan ke Jayapura, ibu kota Papua, untuk mengikuti pelatihan mitigasi krisis pangan akibat bencana alam. Pelatihan berupa mengatur pola tanam dan cara membuat fasilitas tempat penyimpanan cadangan makanan.
Sebanyak 548 warga mengalami kelaparan karena terdampak kekeringan akibat fenomena embun beku selama sebulan terakhir. Tiga warga meninggal karena mengalami gangguan kesehatan akibat kondisi tersebut.
Fenomena embun beku menyebabkan sayur dan umbi-umbian milik warga di 56 lokasi lahan pertanian mengalami kerusakan. Fenomena ini dipicu musim kemarau yang melanda Lanny Jaya sejak awal Juni lalu.
”Dengan pelatihan pengaturan pola tanam di daerah pegunungan seperti Lanny Jaya, penyuluh akan mendampingi petani untuk menanam tanaman umbi-umbian dan sayur dengan hasil produksi yang lebih banyak sebelum musim kemarau. Kemudian hasil panen dari tanaman tersebut disimpan di tempat cadangan makanan," papar Wilhelmina.
Ia pun berharap, pemerintah pusat bisa meningkatkan penerimaan jumlah tenaga penyuluh pertanian dan biaya operasional penyuluh (BOP) di Papua yang sangat minim. Diketahui hanya terdapat 897 tenaga penyuluh pertanian yang bertugas di 5.549 kampung (desa) di Papua. Papua masih kekurangan 4.652 tenaga penyuluh.
”Idealnya terdapat satu tenaga penyuluh di setiap kampung. Sementara itu, BOP di Papua hanya senilai Rp 480.000 per bulan. Dengan biaya ini, penyuluh di daerah pegunungan seperti Lanny Jaya tidak mampu menjangkau seluruh kampung karena tingginya biaya transportasi,” kata Wilhelmina.
Kepala Bidang Pangan Dinas Dinas Pertanian dan Pangan Provinsi Papua Luna Daimboa memaparkan, krisis pangan di Kuyawage menjadi alarm bagi pemda di seluruh kabupaten dan kota di Papua untuk menyiapkan upaya mitigasi. Hal ini demi mencegah masalah serupa terulang kembali tahun depan.
Ia mengungkapkan, terjadi perubahan pola konsumsi yang signifikan di daerah pegunungan Papua. Masyarakat lebih memilih mengonsumsi beras daripada pangan lokal karena gampang didapatkan, baik di pasar tradisional maupun melalui program raskin atau beras untuk keluarga miskin.
Diperlukan pendampingan dari pemda setempat agar masyarakat tidak meninggalkan konsumsi pangan lokal.
”Masyarakat yang membuka lahan perkebunan untuk menanam umbi-umbian, seperti ubi jalar, semakin berkurang. Diperlukan pendampingan dari pemda setempat agar masyarakat tidak meninggalkan konsumsi pangan lokal,” kata Luna.
Sosiolog dari Universitas Cenderawasih di Jayapura, Avelinus Lefaan, berpendapat, sebenarnya masyarakat di daerah pegunungan sudah memiliki kearifan lokal untuk menyiapkan cadangan makanan, tetapi jumlahnya tidak sebanding untuk mengantisipasi dampak cuaca ekstrem. Diperlukan pendampingan dari tenaga penyuluh dan pemda untuk menyiapkan cadangan pangan yang memadai.
Ia menilai, pola tanam masyarakat pegunungan di dataran tinggi tidak lagi bisa digunakan di tengah ancaman bencana hidrometeorologi yang sering terjadi di kawasan tersebut. Ini, misalnya, ancaman banjir bandang dan longsor.
”Pemerintah daerah melalui instansi terkait dan tenaga penyuluh harus menyosialisasikan kepada masyarakat untuk mengubah budaya pertaniannya. Pola tanam umbi-umbian dan sayur yang selama ini dilakukan masyarakat harus beradaptasi dengan perubahan iklim yang kini melanda dunia,” papar Avelinus.
Sementara itu, pengamat pertanian dari Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Santo Thomas Aquinas Jayapura, Herman Tangkelayuk, mengatakan, diperlukan sinergitas dari pemerintah daerah, tenaga penyuluh, dan masyarakat untuk mewujudkan ketahanan pangan di suatu daerah. Hal inilah yang terjadi di Kabupaten Marauke sehingga menjadi salah satu lumbung beras di kawasan timur Indonesia.
”Untuk mewujudkan ketahanan pangan tidak hanya bergantung pada peran masyarakat sebagai petani, tetapi juga perlu peran pemerintah dalam menyiapkan sarana prasarana dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia,” tambahnya.
Direktur Perlindungan Sosial Korban Bencana Alam Kementerian Sosial Iyan Kusmadiana mengatakan, pihaknya akan terus mendorong pengiriman bantuan ke masyarakat terdampak bencana alam di Kuyawage. Upaya ini sesuai dengan instruksi Menteri Sosial Tri Rismaharini.
Dalam jangka panjang, Kemensos akan menjaga ketahanan pangan masyarakat, khususnya saat menghadapi kelangkaan pangan. Untuk keperluan itu, Kemensos akan membangun lumbung sosial di beberapa kabupaten di Papua.
Fenomena embun beku diperkirakan masih berlangsung hingga akhir Agustus.
”Selanjutnya kami akan membangun lumbung sosial di beberapa kabupaten seperti Lanny Jaya, Mamberamo, Asmat, dan beberapa kawasan lainnya yang memang wilayahnya susah dijangkau,” kata Iyan.
Sekretaris Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Lanny Jaya Kornelis Jigibalom mengatakan, masyarakat sudah mendapatkan bantuan makanan siap saji dan beras dari Kementerian Sosial pada Senin (1/8/2022). Ia pun berharap bantuan bagi masyarakat Kuyawage tidak terhenti karena fenomena embun beku diperkirakan masih berlangsung hingga akhir Agustus.
Bantuan yang disalurkan Kementerian Sosial untuk warga Distrik Kuyawage meliputi 500 paket barang kebutuhan pokok, 280 karung beras masing-masing berisi 10 kilogram, 500 paket makanan untuk anak-anak, dan 1.000 paket makanan siap saji untuk orang dewasa.
Bantuan lainnya adalah 1.000 buah selimut, 500 potong pakaian untuk orang dewasa pria dan wanita, serta 500 potong pakaian untuk anak. Bantuan ini disalurkan dari Direktorat Perlindungan Sosial Korban Bencana Sosial dan Non Alam dan Direktorat Perlindungan Sosial Korban Bencana Alam Kementerian Sosial.
"”Kami berharap pihak lainnya bisa turut memberikan bantuan seperti Kementerian Sosial. Masyarakat kini belum dapat memproduksi tanaman pangan secara mandiri karena seluruh lahan pertanian mengalami kerusakan akibat embun beku,” kata Kornelis.