Protes Permainan Solar Subsidi di Kendari, Sopir Truk Tuntut Sanksi Tegas
Ratusan sopir truk di Kendari berunjuk rasa memprotes sulitnya mendapatkan solar karena diyakini ada permainan dan penimbunan. Pihak Pertamina dan aparat diminta tegas dan memberi sanksi kepada pihak yang bermain.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·4 menit baca
KENDARI, KOMPAS — Ratusan sopir truk di Kendari, Sulawesi Tenggara, melakukan aksi protes terkait dugaan adanya permainan solar subsidi di SPBU. Selama ini, mereka kesulitan membeli solar meski telah mengantre sehari penuh. Pihak Pertamina dan aparat diminta tegas dan memberi sanksi berat kepada para pihak yang bermain.
Lebih dari seratus sopir truk yang tergabung dalam Persatuan Sopir Truk (Persot) Sulawesi Tenggara melakukan aksi damai memprotes kesulitan mendapatkan solar di Kendari, Senin (1/8/2022). Mereka mendatangi sejumlah stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) dan menyuarakan aspirasi.
Ramadhan (42), seorang peserta aksi menceritakan, selama beberapa tahun terakhir, untuk mendapatkan solar subsidi sangatlah sulit. Ia harus mengantre sejak tengah malam, mengambil nomor antrean. Pola ini berlaku di semua SPBU yang memiliki solar.
”Kami harus antre seharian. Itu pun untung-untung kalau kami dapat. Biasa sore baru dapat giliran untuk isi. Biasanya malah baru lima antrean sudah dibilang habis sama petugas SPBU,” kata Ramadhan.
Tidak hanya itu, ia melanjutkan, setelah mengisi, mereka harus memberi uang tip kepada petugas, senilai Rp 10.000 hingga Rp 20.000. Potongan ini diistilahkan ”uang nozel” agar bisa lancar membeli solar di kemudian hari.
Padahal, ia menambahkan, sopir truk seperti dirinya hanya membutuhkan pengisian solar dua kali sepekan. Satu kali mengisi, ia rerata hanya membutuhkan sekitar 80 liter solar.
Kami menuntut agar ada pengawasan ketat penimbunan solar, dan penghentian penggunaan nomor antrean. Tidak hanya itu, juga menghilangkan pungli atau ”uang nozel ” dalam pembelian solar. (Ramlan Usman)
Sanjan (53), pengusaha dan pengemudi lainnya, menceritakan, ia terpaksa menjual dua truknya tahun ini. Sebab, ia kesulitan untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar solar selama beberapa tahun terakhir.
Jika tidak mendapatkan solar, ia harus membeli solar eceran dengan harga Rp 350.000. Satu jeriken solar ini hanya berisi sekitar 30 liter solar. Untuk membeli solar nonsubsidi, dirasa sangat mencekik karena saat ini seharga Rp 15.000-an.
”Suplai solar sebenarnya selalu ada, tetapi ada yang menimbun sampai kami sulit dapat. Kondisi ini terjadi sejak pertambangan terus berkembang. Komsumsi solar di pertambangan sangat besar, tetapi harusnya mereka pakai solar industri,” kata Sanjan.
Ketua Persot Sultra Ramlan Usman menjelaskan, kondisi ini terjadi karena adanya permainan pembagian solar di tingkat SPBU. Sebab, dalam kenyataannya, truk-truk tertentu bebas membeli solar, bahkan bisa lebih dari tiga kali dalam sehari. Dugaan penimbunan solar pun terus mencuat karena kondisi seperti ini terjadi di lapangan.
Truk yang dilayani, ia menambahkan, adalah truk dengan kapasitas tangki yang diduga kuat telah dimodifikasi. Dari informasi yang dihimpun, satu truk bisa mengisi 500 liter, hingga 1 ton liter solar subsidi. Mereka diduga membeli solar bukan untuk memakai, tetapi diduga untuk menjual kembali. Hal itu menyebabkan masyarakat kecil seperti anggota Persot tidak mendapatkan solar untuk kebutuhan harian.
Menurut Ramlan, aksi ini dilakukan agar ada perhatian lebih dari pemerintah. Belum lagi adanya dugaan oknum tertentu yang menjadi ”pemain” dalam penimbunan solar. Akibatnya, proses penindakan semakin sulit dilakukan. Bahkan, dalam aksi damai yang dilakukan ini, pihaknya mendapat perlawanan di dua lokasi SPBU dari lima lokasi yang didatangi.
”Oleh karena itu, kami menuntut agar ada pengawasan ketat penimbunan solar, dan penghentian penggunaan nomor antrean. Tidak hanya itu, juga menghilangkan pungli atau 'uang nozel' dalam pembelian solar,” katanya.
Tidak hanya itu, ia berharap agar pemerintah mengambi langkah tegas serupa mencabut izin SPBU yang terbukti melanggar kesepakatan penjualan. Pemerintah daerah juga diharapkan membuat aturan yang tegas terkait hal ini.
Dihubungi terpisah, Senior Supervisor Communication & Relation Pertamina MOR VII Sulawesi Taufik Kurniawan menyampaikan, komsumsi solar harian di Kendari dan sekitarnya mencapai 571,43 kilo liter. Sementara itu, stok TBBM Kendari saat ini sebanyak 5.065 kilo liter.
”Jadi, secara suplai solar di Kendari dan sekitarnya masih sangat aman,” katanya.
Terkait adanya protes sopir truk solar terkait dugaan permainan solar di SPBU, hal ini seharusnya bisa segera ditindak oleh aparat kepolisian. Sebab, penimbunan dan permainan solar bisa langsung ditindak dan bukan merupakan delik aduan.
Di satu sisi, ia berharap agar para sopir truk maupun warga segera melaporkan kondisi yang terjadi ke pihak Pertamina. Laporan lengkap terkait kondisi ini bisa menjadi acuan untuk melakukan pengawasan ketat dan penindakan di lapangan.
”Untuk SPBU di Kendari tahun ini kami belum mendapatkan laporan adanya dugaan permainan solar. Tapi tahun ini kami telah menindak dua SPBU di Konawe dan Konawe Utara karena kasus solar. Sanksinya sampai pencabutan alokasi,” ujarnya.
Wakil Ketua Komisi I DPRD Kendari Rahman Tawulo menuturkan, kondisi ini memang meresahkan dan harus menjadi perhatian. Sebab, antrean sopir truk terus mengular dan menyebabkan kemacetan panjang di banyak tempat.
”Bukan rahasia lagi bahwa ada oknum kepolisian maupun TNI yang sering terlihat antre di SPBU. Jadi, ke depannya, kita harus panggil pihak-pihak terkait untuk klarifikasi dalam RDP yang akan kami adakan,” katanya.
Dalam rapat yang akan dilangsungkan, Rahman menyampaikan, pihaknya akan memanggil semua Kapolsek yang memiliki SPBU di wilayahnya. Perwakilan TNI juga akan diundang agar ada kejelasan. Tidak hanya itu, aturan ketat akan disulkan nantinya sehingga kejadian yang sama tidak berulang.