Polemik tarif masuk ke Taman Nasional Komodo terus bergulir. Padahal, Presiden sudah menyatakan sikapnya terkait tarif dimaksud.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·4 menit baca
LABUAN BAJO, KOMPAS — Menjelang diberlakukan tarif masuk Taman Nasional Komodo di Nusa Tenggara Timur sebesar Rp 3,75 juta per orang mulai 1 Agustus 2022 mendatangkan, aksi protes terhadap kebijakan pemerintah itu terus dilakukan. Tak hanya di Labuan Bajo, warga juga menggelar aksi di Pulau Komodo, salah satu habitat yang menjadi sarang reptil purba komodo.
Menurut informasi yang dihimpun Kompas, pada Jumat (29/7/2022) pagi, puluhan warga Desa Komodo mendatangi pos jaga Balai Taman Nasional Komodo di Pulau Komodo. Mereka meminta semua aktivitas di tempat itu dihentikan. Alasannya, kebijakan pemerintah yang menaikkan tarif masuk dari sebelumnya sekitar Rp 200.000 menjadi Rp 3,75 juta akan merugikan mereka.
”Otomatis wisatawan tidak mau datang ke sini lagi. Lalu bagaimana dengan nasib kami di sini? Kehidupan kami sudah telanjur bergantung pada pariwisata, mulai dari jualan aksesori, patung, makanan, dan penginapan. Ini sangat tidak adil bagi kami,” kata Latif (35), warga Pulau Komodo, lewat sambungan telepon.
Menurut dia, 90 persen kehidupan masyarakat setempat bergantung pada sektor pariwisata. Banyak dari mereka sebelumnya adalah pencari kerang dan pemburu rusa di taman nasional. Mereka kemudian diajak ikut dalam program pariwisata berbasis konservasi. Jumlah penduduk Desa Komodo tahun 2020 sebanyak 1.869 jiwa.
Sebelumnya, pemerintah menaikkan tarif masuk itu dengan alasan konservasi reptil komodo. Kenaikan tarif itu berlaku di Pulau Komodo dan Pulau Padar. Padahal, ada lima pulau yang menjadi habitat komodo. ”Itu yang membuat kami heran. Kenapa hanya di Pulau Komodo dan Pulau Padar? Kami akan terus protes,” ujar pemandu wisata itu.
Data statistik Balai Taman Nasional Komodo menyebutkan, populasi komodo tahun 2021 terdiri dari 1.728 ekor di Pulau Komodo, 1.385 ekor di Pulau Rinca, 19 ekor di Pulau Padar, 81 ekor di Pulau Gili Motang, dan 90 ekor di Pulau Nusa Kode. Total keseluruhan 3.303 ekor di dalam kawasan taman nasional.
Selain aksi di Pulau Komodo, di Labuan Bajo juga digelar aksi unjuk rasa yang diikuti para pegiat wisata. Mereka terdiri atas pemandu wisata, asosiasi hotel dan restoran, agen perjalanan, pengusaha kapal wisata, dan pelaku usaha kecil, mikro, dan menengah. Mereka meminta agar kenaikan tarif itu dibatalkan.
Itu yang membuat kami heran. Kenapa hanya di Pulau Komodo dan Pulau Padar?
Viktor (43) dari agen perjalanan mengatakan, dampak kenaikan tarif itu telah dirasakan. Banyak tamu terpaksa membatalkan perjalanan ke Labuan Bajo. ”Alasan mereka, kenaikan harga terlalu ekstrem. Mereka lebih memilih liburan ke tempat lain yang dianggap lebih murah,” katanya.
Menurut Viktor, jika dengan alasan konservasi, bisa dapat dilakukan penyesuaian tarif masuk. Dan, itu tidak hanya berlaku di Pulau Komodo dan Pulau Padar, melainkan untuk keseluruhan. Pihaknya bisa menerima jika tarif dinaikkan maksimal Rp 500.000. Dengan demikian, masyarakat ekonomi lemah bisa mengakses ke sana. Jika tetap diberlakukan tarif baru, mereka akan terus melakukan unjuk rasa.
Kenaikan tarif masuk Taman Nasional Komodo itu diarsiteki oleh Kementerian Lingkungan Hidup lewat Balai Taman Nasional Komodo dan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur. Namun, sejak Jumat pagi hingga malam ini, mereka belum merespons pertanyaan Kompas terkait kenaikan tersebut.
Sebagaimana catatan Kompas sebelumnya, Presiden Joko Widodo mendukung penetapan tarif baru tersebut. Wisatawan yang merasa mahal bisa datang ke pulau selain Komodo dan Padar. Hal itu disampaikan Presiden Jokowi ketika meresmikan sarana prasarana penunjang pariwisata di Pulau Rinca. Kenaikan tarif itu berdasarkan masukan dari pegiat konservasi.
”Tapi, kalau mau, bapak saya pingin sekali pak lihat yang di Pulau Komodo, silakan gapapa juga, tapi ada tarifnya yang berbeda. Itu, loh, sebenarnya simpel seperti itu jangan dibawa ke mana-mana karena pegiat-pegiat lingkungan, pegiat-pegiat konservasi juga harus kita hargai mereka, masukan mereka,” ucap Presiden.
Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif NTT Zeth Sony Libing mengatakan, industri pariwisata tetap mengutamakan semangat konservasi. Selain penetapan tarif baru, jumlah pengunjung juga dibatasi, yakni sekitar 219.000 per tahun. Jumlah itu di bawah rekor kunjungan tertinggi pada tahun 2019, yakni mencapai 221.000 orang. Untuk pengelolaan, Pemerintah Provinsi NTT memercayakan kepada PT Flobamor, perusahaan daerah (Kompas.id, 22/7/2022).