Meniru di Medsos, Pasangan Suami Istri Produksi Jutaan Uang Palsu
Pasangan suami istri bekerja sama membuat dan mengedarkan uang palsu. Uang dibuat dengan metode sederhana meniru dari Youtube.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·3 menit baca
TEMANGGUNG, KOMPAS — Pasangan suami istri AP (31) dan IS (27) dibekuk jajaran Kepolisian Resor Temanggung, Jawa Tengah, di rumah mereka di Desa Kuwik, Kecamatan Kujang, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, Senin (25/7/2022). Mereka adalah pelaku yang memproduksi uang palsu, yang sudah diedarkan kepada banyak pemesan di sejumlah kota di Kalimantan dan Jawa, termasuk di Kabupaten Temanggung.
Kepala Polres Temanggung Ajun Komisaris Besar Agus Puryadi mengatakan, uang palsu ini dibuat, dicetak dengan memakai komputer, telepon seluler, printer, dilengkapi dengan tinta beraneka warna. Proses pembuatan uang palsu ini dilakukan oleh tersangka AP. ”Berdasarkan pengakuannya, dia hanya meniru metode pencetakan uang palsu yang pernah dilihatnya di Youtube,” ujarnya, Kamis (28/7/2022).
Uang palsu yang diedarkan dalam bentuk pecahan Rp 50.000 dan Rp 100.000. Pembuatan uang palsu dilakukan dengan cara yang relatif sederhana.
Untuk membuat sisi depan, AP terlebih dahulu mengambil gambar lembaran uang asli dari internet. Gambar inilah yang kemudian disebutnya sebagai gambar master, dasar untuk pencetakan uang. Gambar ini kemudian diedit menggunakan program Adobe Photoshop dengan resolusi tertentu. Gambar ini kemudian diedit lagi dan dalam format Microsoft Word. Pita pengaman dicetak, kemudian dipotong tipis. Pita ini kemudian ditempel di lembaran uang dengan cara disulam.
Adapun sisi belakang uang dicetak dengan cara memfotokopi lembaran gambar master uang asli yang sebelumnya telah dicetak. Fotokopi dilakukan menggunakan tinta warna.
Sisi depan dan belakang ini kemudian digabungkan, direkatkan dengan lem, kemudian disemprot dengan pylox clear agar warna uang lebih tahan lama. Lembaran kertas dalam bentuk plano ini kemudian dipotong-potong dan siap diedarkan.
Setelah itu, dua pelaku ini pun mencoba mencari pembeli melalui media sosial Facebook. Ketika kemudian ada yang tertarik, komunikasi terkait transaksi penjualan dilanjutkan dalam percakapan melalui aplikasi Telegram.
Tersangka IS kemudian bertugas membawa paket uang palsu yang telah dikemas tersebut ke jasa pengiriman paket untuk selanjutnya diantar ke alamat pembeli.
Atas perbuatan tersebut, tersangka AP dinyatakan melanggar Pasal 36 Ayat 1 dan Ayat 3 juncto Pasal 26 Ayat 3, subsider Pasal 36 Ayat 1 juncto Pasal 26 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Tersangka terancam hukuman maksimal 10 tahun penjara dan denda maksimal Rp 10 miliar.
Adapun tersangka IS dinyatakan melanggar Pasal 36 Ayat 3 juncto Pasal 26 Ayat 3 UU No 7/2011 tentang Mata Uang. Dia terancam hukuman penjara maksimal 15 tahun dan denda maksimal Rp 50 miliar.
Tersangka AP mengatakan, usaha mencetak dan menjual uang palsu tersebut sudah dilakukannya selama sembilan bulan sejak 2021. Selama durasi waktu tersebut, dia sudah mencetak uang sekitar Rp 86 juta dan sudah mengantongi keuntungan puluhan juta.
AP yang sehari-hari bekerja sebagai petani ini mengaku dirinya melakukan hal tersebut karena terdesak kebutuhan. ”Saya terdesak kebutuhan harus melunasi utang,” ujarnya.
Dia pun mengaku mempelajari metode pembuatan uang palsu tersebut secara otodidak, dengan melihat tayangan di Youtube.
Pengungkapan produksi uang palsu ini berawal dari transaksi pembelian telepon seluler dengan menggunakan uang palsu yang dilakukan oleh AD, warga Desa Blondo, Kecamatan Mungkid; dan NF, warga Desa Tegalrejo, Kecamatan Tegalrejo, Kabupaten Magelang.
Telepon seluler ini dibeli pelaku dari korban, Khoirul Ardian (17), warga Desa Bansari, Kecamatan Bulu, dengan harga Rp 1.550.000 di Taman Kali Progo, Kecamatan Temanggung, Senin (11/7/2022). Korban yang curiga uang yang diterimanya adalah uang palsu, kemudian melaporkannya ke Polres Temanggung.
AD adalah pengangguran dan NF adalah pelaku usaha laundry. NF berlaku sebagai pemodal yang membiayai pembelian uang palsu yang dilakukan AD. Pembelian sudah dilakukan tiga kali, dan dengan mengeluarkan uang Rp 7 juta, mereka sudah mendapatkan uang palsu sekitar Rp 21 juta.
Dua pelaku ini dinyatakan melanggar Pasal 36 Ayat 3 juncto Pasal 26 Ayat 3 UU tentang Mata Uang. Mereka terancam hukuman penjara maksimal 15 tahun dan denda maksimal Rp 50 miliar.