Pasutri Pengedar Uang Palsu di Cirebon, dari Medsos ke Hotel Prodeo
DM dan US, pasangan suami istri, diduga membuat dan mengedarkan uang palsu di wilayah Cirebon, Jawa Barat. Mereka pun terancam hukuman 15 tahun penjara.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·4 menit baca
DM (37) dan istrinya, US (32), terus menunduk di Markas Kepolisian Resor Cirebon Kota, Jawa Barat, Senin (27/6/2022). Mengenakan baju tahanan berwarna biru, tangan keduanya tak terpisahkan oleh borgol. Tersangka peredaran uang palsu ini terancam dipenjara belasan tahun.
Aksi pasangan suami istri itu terungkap akhir Juni lalu. Saat itu, IS (28), seorang pedagang di Jalan Pangeran Drajat, menerima uang yang diduga palsu dari FA, anak 14 tahun yang membeli rokok. Curiga karena warna uang itu luntur, IS lalu mengejar FA dan membawanya ke kantor polisi.
Dari tangan FA, polisi menyita uang Rp 1,2 juta yang diduga palsu berupa 24 lembar pecahan uang Rp 50.000. Berdasarkan temuan itu, polisi lalu menyelidiki sumber uang itu, yang berujung pada nama DM dan US. Keduanya diduga menjadi produsen dan penyebar uang palsu via media sosial.
FA dengan akun Fzy Aldy memesan uang palsu kepada DM dan US yang memiliki akun Viona Vallen. Dari pasangan suami istri itu, FA membeli uang palsu Rp 1.460.000 dengan menggunakan uang asli Rp 300.000.
”Pembelian juga lewat jasa pengiriman. Jadi, tidak ada pertemuan dengan tersangka dan penjualnya,” kata Kepala Polres Cirebon Kota Ajun Komisaris Besar Fahri Siregar. Setelah mengumpulkan data, pihaknya juga menangkap DM dan US di pusat perbelanjaan di Cirebon.
Polisi pun menggeledah rumah tersangka di Kabupaten Indramayu, sekitar 54 kilometer dari pusat kota Cirebon. Dari sana, polisi menemukan uang yang diduga palsu sebesar Rp 23.550.000. Sebanyak 69 lembar di antaranya pecahan Rp 5.000, 93 lembar pecahan Rp 20.000, dan 60 lembar pecahan Rp 100.000.
”Modus operandi (tersangka) menggunakan uang asli yang ditempelkan ke kertas, diberikan selotip, dan di-scan (pindai),” ungkap Fahri.
Tersangka hanya bermodalkan printer (mesin cetak), kertas, penggaris, gunting, hingga lem. Semua itu mudah didapatkan di toko setempat.
”Kamu belajar dari mana?” tanya Fahri. ”Otodidak, dari pemikiran saya sendiri,” jawab DM sambil memandang kakinya. ”Peran istri apa?” lanjut Fahri. ”Istri tidak tahu apa-apa. Saya yang memegang semua keuangan,” ujar DM dengan nada tinggi. Istrinya hanya diam dan menunduk.
DM yang bekerja sebagai buruh serabutan mengaku melakukan aksinya enam bulan terakhir. Keuntungannya mencapai Rp 16 juta atau setara upah minimum Indramayu selama setengah tahun. ”(Ini) Untuk (kebutuhan) kehidupan sehari-hari,” ucap DM yang tak ingat berapa jumlah pelanggannya.
Fahri meyakini, tersangka tidak hanya menjual uang palsu di Cirebon, tetapi juga di daerah sekitarnya. ”Sekali lagi, kami akan terus mengembangkan kasus ini. Nanti akan dikembangkan jaringannya. Masyarakat yang menemukan dugaan uang palsu mohon segera melapor,” ujarnya.
Dari Januari hingga Mei 2022, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Cirebon menerima laporan 1.246 lembar uang palsu. Pecahan terbesar adalah Rp 100.000 dengan 690 lembar dan Rp 50.000 dengan 543 lembar. Adapun pecahan Rp 20.000 tercatat 6 lembar.
Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Cirebon Hestu Wibowo menilai, uang yang disita polisi halus dan warnanya mulai luntur. ”Secara kasatmata barang bukti ini diduga uang palsu. Kami akan memastikan di laboratorium khusus kami untuk mengeceknya,” ucapnya.
Cara praktis memastikan keaslian uang adalah melalui metode 3D atau dilihat, diraba, dan diterawang. Ketika dilihat, warna uang asli terang dan jelas serta terlihat benang pengaman yang seperti dianyam. Saat diraba, uang asli terasa kasar dan terdapat kode tunanetra. Saat diterawang, terdapat tanda air atau watermark berupa gambar pahlawan dan ornamen pada pecahan tertentu.
Meskipun keaslian uang bisa diidentifikasi, uang palsu tetap saja beredar. Sejak Januari hingga Mei, pihaknya menerima laporan 1.246 lembar uang palsu. Pecahan terbesar adalah Rp 100.000 sebanyak 690 lembar dan Rp 50.000 sebanyak 543 lembar. Adapun pecahan Rp 20.000 tercatat 6 lembar.
Berdasarkan indeks peredaran uang palsu di Cirebon, dari uang Rp 1 juta yang beredar, Kantor Perwakilan BI Cirebon menemukan delapan lembar uang palsu. ”Jadi, sangat kecil jumlahnya. Mudah-mudahan uang palsu yang beredar memang kecil. Tapi, bisa jadi bukan kecil uang palsunya, melainkan masyarakat yang belum melaporkan,” ungkap Hestu.
Itu sebabnya, pihaknya terus melakukan sosialisasi via media sosial hingga ke pasar terkait perbedaan uang asli dan palsu. Biasanya, katanya, pemalsuan itu meningkat pada hari besar keagamaan atau kegiatan masyarakat yang ramai. Sebagai gambaran, saat Ramadhan dan Lebaran, jumlah uang kartal di wilayah Cirebon mencapai Rp 3 triliun-Rp 4 triliun.
”Makin tinggi transaksi, semakin banyak orang coba mengedarkan uang palsu. Semua daerah rentan (peredaran uang palsu),” ujarnya. Selain tempat yang minim penerangan, lanjutnya, lokasi rawan peredaran uang palsu juga berada di tempat keramaian dan pinggir jalan.
Di sisi lain, penggunaan uang elektronik juga dapat mengurangi risiko peredaran uang palsu. Hingga awal tahun ini, transaksi via Standar Kode Respons Cepat Indonesia (QRIS) di wilayah Cirebon dan sekitarnya mencapai Rp 23,18 miliar atau meningkat 941,5 persen dibandingkan tahun 2021.
Hestu mendorong masyarakat melawan peredaran uang palsu dengan melaporkan temuannya. ”Peredaran uang palsu itu merugikan masyarakat dan (menimbulkan) konsekuensi hukum bagi pengedarnya. Hukumannya sama seperti pelaku pembunuhan,” katanya.
Setelah membuat dan mengedarkan uang palsu, kini DM dan US terancam menghabiskan 15 tahun di hotel prodeo. Bisa jadi mereka merasakan ”kemerdekaan palsu” di sana.