Pasutri di Aceh Bikin Uang Palsu Belajar dari Youtube
Pelaku belajar membuat uang palsu dari tutorial youtube. Butuh dua tahun baru hasilnya mendekati keaslian. Kini pasutri itu terancam hukuman penjara 10 tahun.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS — Sepasang suami istri di Kota Banda Aceh, Provinsi Aceh, ditangkap aparat kepolisian karena membuat uang palsu. Dua tahun mereka belajar pembuatan uang palsu dari Youtube. Kini mereka terancam penjara maksimal 10 tahun.
Kepala Kesatuan Reserse Kriminal Polisi Resor Kota Banda Aceh Komisaris Polisi Ryan Citra Yudha, Selasa (26/4/2022), mengatakan, kedua tersangka adalah NF (34), suami, dan istrinya, YYM (36). Mereka ditangkap saat hendak bertransaksi jual beli telepon seluler (ponsel).
Tersangka membeli ponsel dari penjual daring. Mereka sepakat bertemu di di Desa Siron, Kecamatan Ingin Jaya, Aceh Besar.
Transaksi dilakukan pada malam hari agar penjual tidak mengetahui uang yang dibayar palsu.
Polisi memeriksa uang yang dipakai oleh kedua tersangka ternyata palsu. Dari tangan tersangka polisi menyita puluhan lembar uang palsu pecahan Rp 100.000 dan Rp 50.000 dengan nilai Rp 5,6 juta.
Kepada polisi, tersangka mengaku uang palsu itu dicetak sendiri di kamar indekos menggunakan printer. Polisi mendatangi tempat tinggal mereka. Di sana ditemukan printer merek HP Seri Deskjet, kertas HVS, pisau, rol, dan gunting yang diduga peralatan mencetak uang palsu.
Ryan mengatakan, tersangka NF mempelajari proses pembuatan uang palsu dari Youtube. Uang itu digunakan untuk berbelanja kebutuhan hidup. Belum diketahui sudah berapa banyak uang palsu dicetak oleh NF.
”Tersangka belajar di Youtube sejak November 2020. Beberapa kali gagal, baru pada April 2022 cetakan dianggap berhasil,” kata Ryan.
Ryan mengatakan, YYM, istri NF, menjadi pemodal dalam proses pembuatan uang palsu. Dia memberikan sejumlah uang untuk suaminya membeli printer dan perlengkapan lain.
”Saat suaminya mencetak uang palsu, YYM ikut menyaksikan. Mereka dijerat dengan UU Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, terancam penjara 10 tahun,” kata Ryan.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Aceh Achris Sarwani mengingatkan warga untuk lebih waspada karena menjelang Lebaran potensi peredaran uang palsu lebih masif. Pusat-pusat perbelanjaan tradisional menjadi target karena dalam keadaan ramai biasanya ketelitian menurun. ”Namun di Aceh peredaran uang palsu tidak marak. Uang palsu yang ditemukan dari hasil penyortiran uang masuk di BI Provinsi Aceh sedikit,” kata Achris.
Pada 2022, BI Aceh menemukan delapan lembar uang palsu, pecahan Rp 100.000. Namun, uang palsu yang beredar di pasaran tidak dapat diprediksi. Achris menambahkan, pihaknya aktif melakukan kampanye cinta rupiah kepada publik. Salah satu isu dalam kampanye adalah mengenal uang palsu.
”Keaslian uang dapat dilakukan dengan 3D; dilihat, diraba, diterawang. Uang palsu biasanya lebih kasar,” kata Achris.
Achris mendorong warga agar ikut mengawasi peredaran uang palsu. Jika menemukan uang palsu sebaiknya langsung lapor ke polisi agar dapat ditelusuri dari mana sumbernya.
Achris menambahkan, pada era yang kian maju, transaksi nontunai menjadi solusi untuk mencegah terjerat target pelaku pengedar uang palsu. Terlebih kini transaksi nontunai telah menjadi gaya hidup karena didukung berbagai aplikasi yang mudah diakses lewat gawai.
Kasus peredaran uang palsu juga pernah terjadi di Aceh Barat pada Mei 2021. Dua tersangka yang ditangkap saat itu adalah warga Sumatera Utara dan Riau. Mereka diduga mengedarkan uang palsu antarprovinsi. Dari tangan mereka polisi menyita uang palsu pecahan Rp 50.000 dengan nilai total jutaan.