Di Balik Akhir Kisah Brigadir J, Sepuluh Tahun Merajut Impian
Nofriansyah selalu menjawab, ”Mau jadi polisi.” Impian yang terwujud 10 tahun silam terus dipupuknya hingga berakhir dengan peluru yang menembus dada.
Oleh
IRMA TAMBUNAN
·4 menit baca
Menjadi polisi adalah impian Nofriansyah Yosua Hutabarat (28) sejak usia belia. Setiap kali ditanyakan apa cita-citanya, Nofriansyah selalu menjawab, ”Mau jadi polisi.” Impian yang terwujud 10 tahun silam terus dipupuknya hingga berakhir dengan peluru yang menembus dadanya.
Samuel Hutabarat, ayah Nofriansyah alias Brigadir J, mengenang, kala itu, usia anaknya belum lagi tujuh tahun. Namun, jawabannya selalu sama jika orang menanyakan cita-citanya.
Karena melihat besarnya keinginan sang putra untuk menjadi polisi, Samuel lalu membelikan seragam polisi anak. Seragam itu dipakainya dengan rasa bangga.
Hingga lulus SMA, Nofriansyah masih merawat mimpi yang sama. Ia pun mendaftarkan diri sebagai calon bintara di Sekolah Polisi Negara (SPN) Jambi tahun 2012.
Setelah lolos, bersama 25 calon bintara asal Jambi, Nofriansyah menempuh pendidikan di Pusat Pendidikan Korps Brimob di Watukosek, Jawa Timur. Seusai pendidikan, ia mendapatkan penugasan pertama di Markas Komando Detasemen B Pelopor Satuan Brimob Polda Jambi di Kabupaten Merangin. Dari situ, ia dipindah tugas ke Brimob Jambi, lalu ke Papua, dan kembali lagi ke Jambi.
Baru pada 2019, Nofriansyah pindah tugas ke Mabes Polri untuk menjadi ajudan Inspektur Jenderal Ferdy Sambo. Kala itu, Ferdy menjabat Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri.
Selama menjalankan tugasnya, Brigadir J selalu berkomunikasi dengan keluarga di Jambi. Bahkan, hampir setiap hari ia berteleponan dengan orangtuanya. ”Sering ditanya sama mamaknya, apa baik-baik di sana kau, Nak? Dijawabnya, baik, Mak. Betah Kau? Betah, Mak,” kenang Samuel.
Di ujung pembicaraan selalu terselip pesan-pesan untuk sang anak. Namun, ada satu yang paling ditekankan, ”Yang paling penting itu jujur. Kuncinya satu itulah, Nak.”
Nofriansyah menyampaikan niat untuk melanjutkan pendidikan sarjana. Kepada sang anak, sempat terucap oleh Samuel perihal ekonomi keluarga itu yang serba pas-pasan. Sebab, dirinya hanyalah buruh tani, sedangkan ibunya guru sekolah dasar. Namun, Nofriansyah tak mempersoalkan. Katanya, pendidikan akan ditempuh dengan biaya sendiri. Samuel pun mengamini.
Pendidikan di Universitas Terbuka itu tuntas pada tahun ini. Menurut rencana, Nofriansyah akan wisuda pada akhir Juli ini. ”Seharusnya dia wisuda bulan tujuh (Juli) ini di Universitas Terbuka,” tambahnya.
Keadilan dan transparansi
Belum sempat diwisuda, Brigadir J tewas di rumah dinas Ferdy Sambo, Jumat (8/7/2022). Hingga kini, penyidik masih mendalami kasus tersebut. Samuel sangat berharap tidak ada rekayasa dalam pengungkapannya sebagaimana yang dikhawatirkan oleh pihak keluarga.
Kekhawatiran itu bukan tanpa sebab. Sejumlah kejanggalan telah mereka alami sejak awal menerima kedatangan jenazah Brigadir J di rumah duka di Sungai Bahar, Muaro Jambi. Kejanggalan itu, antara lain, rusaknya kamera pemantau (CCTV) di depan ruang utama rumah dinas Ferdy, raibnya tiga ponsel milik Brigadir J, hingga kronologis insiden yang menewaskan anaknya.
”Istri saya minta agar HP anak kami dikembalikan. Penyidik bilang, tidak ada ditemukan. Berarti di rumah (TKP) itu ada banyak orang, apakah sengaja (HP) dilenyapkan?” tanyanya.
Dekan Fakultas Hukum Universitas Jambi Usman menyebut, karena sebagian barang bukti tidak ada, pakaian yang digunakan Nofriansyah saat penembakan yang menewaskan dirinya dapat menjadi barang bukti. Lubang peluru ataupun bekas lain yang menembus baju menjadi petunjuk berharga bagi penyidik dalam mengungkap kematiannya.
”Bisa diteliti di mana saja lubangnya, di mana sobeknya, sehingga bisa dianalisis apakah (Nofriansyah) dibunuh dengan senjata api atau senjata tajam,” kata Usman.
Selama ini, lanjut Usman, pakaian menjadi satu-satunya yang belum disebutkan oleh aparat. Adapun CCTV telah disampaikan rusak, sedangkan ketiga ponsel Nofriansyah disebut-sebut hilang. Namun, aparat bisa menggunakan pakaian korban sebagai barang bukti. Jika pakaian tidak turut dihadirkan, akan semakin sulit mengungkap tewasnya Nofriansyah.
Samuel mengapresiasi kedatangan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dan Komisi Kepolisian Nasional ke rumah duka untuk mendengarkan cerita dari pihak keluarga duka. Ia berharap aparat penegak hukum dapat mengungkap insiden itu seterang-terangnya.
Menanggapi keberatan dari pihak keluarga, pejabat polisi yang mengantar jenazah mempersilakan pihak keluarga mengajukan tuntutan. Ia pun makin kecewa.
”Saya jawab, boro-boro Pak ke Jakarta. Ngasih makan anak istri saja, saya sudah pontang-panting. Mau ke Jakarta, uangnya dari mana? Rumah saja kami masih menumpang,” ujarnya.
Rabu siang, Ketua Umum Pusat Pemuda Batak Bersatu Lambok Sihombing mendesak Presiden Joko Widodo turun tangan mengawal kasus dugaan pembunuhan terhadap Nofriansyah. Saat ini sudah ada tim pencari fakta dan tim independen dalam penyidikan. Pihaknya berharap tidak ada yang ditutup-tutupi.
”Jangan ada yang ditutup-tutupi. Kami mendorong keadilan dan transparansi dari penyelesaian kasus ini,” kata Lambok seusai menemui Kepala Polda Jambi Inspektur Jenderal Rachmad Wibowo. Pihaknya juga turut mengawal dan terus mendorong agar kasusnya terungkap terang ke publik.
Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Dedi Prasetyo sebelumnya menyatakan, pihak keluarga dan pengacara Brigadir J akan bertemu dengan tim penyidik di Jakarta. Dalam pertemuan itu, pihak kedokteran forensik akan memberikan penjelasan mengenai hasil otopsi yang telah dilakukan terhadap jenazah Brigadir J. Tujuannya untuk memberikan gambaran yang lebih terang dan menepis spekulasi yang berkembang selama ini.
Jika keluarga dan pengacara masih ragu, mereka dipersilakan untuk mengajukan otopsi ulang atau ekshumasi.
Kini, komitmen polisi untuk mempercepat penuntasan kasus tewasnya Brigadir J dinanti. Penegakan hukum dan keadilan dalam kasus ini menjadi pertaruhan kredibilitas Polri.