Setelah Penghapusan Pungutan Ekspor, Petani Sumsel Berharap Harga TBS Rp 2.000 Per Kg
Penghapusan pungutan ekspor hingga akhir Agustus 2022 diharapkan dapat berdampak pada kenaikan harga TBS. Pengawasan akan terus dilakukan agar penerapannya dapat berjalan baik.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Kebijakan penghapusan pungutan ekspor hingga akhir Agustus 2022 diharapkan mendongkrak harga tandan buah segar sawit hingga Rp 2.000 per kilogram dalam seminggu ke depan. Ke depan, petani sawit berharap penghapusan skema lain yang dianggap merugikan.
Wakil Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia Sumatera Selatan M Yunus, Minggu (17/7/2022), mengapresiasi keputusan pemerintah menghapus pungutan ekspor meski hanya sementara. Kebijakan ini diharapkan dapat melancarkan aktivitas ekspor.
Saat ekspor berjalan, Yunus yakin, penyerapan tandan buah segar (TBS) dari petani bisa semakin lancar. Ketika ekspor tersendat, TBS petani tidak terserap akibat penuhnya tangki minyak kelapa sawit mentah (CPO) sehingga memicu harga anjlok hingga Rp 600 per kilogram.
Sejauh ini, setelah penghapusan pungutan ekspor, terjadi kenaikan harga hingga Rp 1.100 per kg. Namun, jumlah itu belum sebanding dengan ongkos produksi hingga Rp 1.800 per kg. ”Kami berharap harga TBS di tingkat petani mencapai Rp 2.000 per kg,” ucapnya.
Yunus menghitung, harga Rp 1.800 per kg itu sebenarnya sudah bisa tercapai tidak lama setelah proses penghapusan pungutan ekspor. Hanya saja, harga TBS baru dihargai Rp 1.100 per kg karena alasan proses kontrak yang belum selesai sehingga aktivitas ekspor masih tersendat.
Yunus meragukan alasan itu. Seharusnya proses pembuatan kontrak kembali, termasuk pemanggilan pengapalan sudah tidak lagi dipermasalahkan lantaran pencabutan larangan ekspor sudah berlangsung lebih dari sebulan.
”Kami berharap dengan penghapusan pungutan ekspor ini, tidak ada lagi alasan yang dilontarkan eksportir,” ucapnya.
Ke depan, Yunus berharap kemudahan ekspor CPO tidak hanya penghapusan pungutan, tetapi juga skema domestic market obligation (DMO), domestic price obligation (DPO), dan flush out (FO). Apabila ketiga kebijakan itu juga dihapus, Yunus yakin harga TBS di tingkat petani swadaya bisa menyentuh lebih dari Rp 3.000 per kg.
”Sebab, aturan ini juga membuat proses ekspor sawit terhambat sehingga berpengaruh pada harga TBS,” ujarnya.
Analis Sarana dan Prasarana Perkebunan Dinas Perkebunan Sumsel Rudi Arpian mengatakan, penghapusan sementara pungutan ekspor menandakan aspirasi petani didengar pemerintah pusat. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 115/PMK.05/2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan No 103/PMK.05/2022 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit Pada Kementerian Keuangan.
Rudi menilai, penurunan harga TBS yang sudah berlangsung cukup lama akan merugikan petani. Apalagi, kelapa sawit menjadi salah satu komoditas unggulan di Sumsel.
Selama harganya turun, pemerintah berupaya agar TBS petani tetap terserap, termasuk membentuk satuan tugas untuk mengawasi tangki di pabrik kelapa sawit dan memantau perkembangan harga sawit.
Sebelumnya, Gubernur Sumsel Herman Deru berpendapat, penurunan harga TBS menjadi momentum bagi semua pihak guna memperkuat hilirisasi. Tujuannya, agar petani tidak lagi bergantung pada ekspor.
”Saya mendorong investor untuk memperkuat hilirisasi di Sumsel,” ucapnya.