Kritik dari Pers Jadi Masukan untuk Membangun Aceh
Ini kali pertama setelah dilantik sebagai Penjabat Gubernur Aceh, Achmad Marzuki menyampaikan pernyataan kepada wartawan.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS — Penjabat Gubernur Aceh Achmad Marzuki mengajak para pekerja pers mengawasi kinerja pemerintahan. Baginya, pemberitaan di media adalah kritikan untuk memperbaiki proses pembangunan.
Hal itu disampaikan Achmad Marzuki dalam acara silaturahmi dengan wartawan di Banda Aceh, Rabu (13/7/2022). Ini kali pertama setelah dilantik sebagai penjabat gubernur, Marzuki menyampaikan pernyataan kepada wartawan. Saat pelantikan pada Rabu (6/7/2022), Marzuki ditemui wartawan untuk wawancara, tetapi saat itu dia tidak mau memberikan keterangan panjang lebar.
”Mungkin selama ini ditunggu apa statement (pernyataan) gubernur tentang Aceh. Statement saya hari ini, saya ingin bekerja dengan dibantu oleh bapak-ibu sekalian (wartawan),” ujar Marzuki.
Sebelum menjabat sebagai gubernur, Marzuki pernah menjadi Panglima Kodam Iskandar Muda, Aceh, kurun waktu 2020-2021. Marzuki dikenal sebagai sosok yang tegas, tetapi jarang muncul di media. Kini, saat menjadi penjabat gubernur pun, Marzuki tidak mau terlalu diekspos. Dalam pertemuan itu, tim protokol tidak mengizinkan wartawan memotret atau merekam video.
”Saya tidak perlu terkenal, saya hanya ingin bekerja untuk Aceh. Saya ingin Aceh dikenal sebagai provinsi yang maju, bukan provinsi termiskin di Sumatera,” ujar Marzuki.
Namun, Marzuki menilai peran pers sangat perlu dalam proses pembangunan Aceh, terutama sebagai kontrol sosial. Dia mengatakan, jika ada ada proses pembangunan atau kebijakan yang dibuat pemerintah tidak sesuai, pers dipersilakan membuat berita berisi kritikan. ”Silakan ditulis. Apa yang ditulis untuk perbaikan,” katanya.
Menurut Marzuki, pers menurunkan laporan jurnalistik berisi suara-suara warga di akar rumput agar menjadi perhatian pemerintah. Dia berharap pers menjadi media komunikasi antarpihak. Dia pun telah mengadakan rapat dengan para kepala dinas dan mempersilakan wartawan untuk menjadikan mereka sebagai narasumber saat membuat berita.
Marzuki menambahkan, pada era digital, media sosial telah menjadi sumber informasi bagi publik. Namun, informasi pada media sosial tidak dapat terverifikasi kebenarannya. Untuk itu, Marzuki berharap pers dapat menjadi rujukan dengan memberitakan fakta-fakta.
Pertemuan dengan insan pers itu berlangsung sekitar satu jam dalam suasana akrab. Marzuki menyinggung banyak hal, mulai dari persiapan Aceh sebagai tuan rumah Pekan Olahraga Nasional, persoalan regulasi, kemiskinan, hingga stunting. Namun, dia tidak mengizinkan dialog tersebut dikutip untuk pemberitaan. ”Beri saya waktu untuk bekerja,” ujarnya.
Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Aceh Juli Amin mengatakan, sebagai pejabat publik, Penjabat Gubernur Aceh harus terbuka terkait kebijakan menjalankan pemerintahan. Juli berharap komunikasi antara pers dengan pemerintah berjalan baik agar kebijakan pemerintah tersampaikan ke publik dan suara publik didengar oleh pemerintah.
Guru Besar Universitas Islam Negeri Ar Raniry Yusni Sabi menuturkan, Achmad Marzuki harus mampu merangkul semua pihak di Aceh untuk bekerja sama membangun Aceh. Karena bukan politisi, dia diharapkan mampu membangun komunikasi dan menerima masukan dari lintas sektor, termasuk dengan pemerintah pusat.
”Membangun Aceh perlu kekompakan. Saya berharap gubernur dapat membangun komunikasi dengan semua pihak,” kata Yusni.
Menurut Yusni, salah satu persoalan besar yang harus dicari solusi adalah kemiskinan dan penguatan perdamaian. Per September 2021, jumlah penduduk miskin di Aceh sebanyak 850.000 jiwa atau 15,53 persen, naik dibandingkan dengan September 2020, yakni 833.000 jiwa atau 15,43 persen. Sementara dana otonomi khusus yang diterima Aceh sejak 2008 hingga 2021 sebesar Rp 92 triliun.