Prioritaskan Usaha Produktif untuk Tekan Kemiskinan di Aceh
Peningkatan angka kemiskinan di provinsi dengan jumlah warga miskin terbanyak di Pulau Sumatera itu perlu disikapi pemda dengan mendorong pertumbuhan di sektor riil.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS — Pemerintah Provinsi Aceh perlu memprioritaskan pengembangan usaha di sektor riil yang berorientasi pada peningkatan pendapatan warga. Dengan demikian, jumlah penduduk miskin di provinsi penerima dana otonomi khusus itu dapat berkurang.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Aceh Achris Sarwani, dijumpai Kamis (3/2/2022), di Banda Aceh, menuturkan, sungguh ironis saat Aceh kembali menjadi provinsi termiskin di Pulau Sumatera, padahal anggaran pendapatan dan belanja daerah cukup besar.
”Anggaran besar, namun silpa (sisa lebih pembiayaan anggaran) juga tinggi. Artinya, ada kesalahan pada perencanaan,” kata Achris.
Pada Rabu (2/2/2022), Badan Pusat Statistik (BPS) Aceh mengeluarkan data terbaru terkait profil kemiskinan Aceh. Per September 2021, jumlah penduduk miskin di Aceh 850.000 jiwa atau 15,53 persen, naik dibandingkan dengan September 2020, yakni 833.000 jiwa atau 15,43 persen. Selama setahun, jumlah penduduk miskin di Aceh bertambah 17.000 jiwa.
Besaran angka kemiskinan tersebut membuat Aceh masih menjadi provinsi dengan jumlah penduduk miskin terbanyak di Sumatera dan nomor lima secara nasional.
Seseorang disebut miskin karena pendapatan per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan. Di Aceh garis kemiskinan per kapita Rp 552.939 per bulan. Artinya seseorang yang pendapatan di bawah tersebut tergolong sebagai warga miskin.
Achris menuturkan satu-satu cara paling mudah mengeluarkan seseorang dari lingkaran kemiskinan dengan meningkatkan pendapatan. ”Agar orang punya pendapatan, dia harus punya usaha produktif. Inilah yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah,” kata Achris.
Usaha produktif yang paling mudah diintervensi atau didorong oleh Pemprov Aceh pada warganya adalah sektor riil atau usaha yang langsung bersentuhan dengan kebutuhan keseharian warga, seperti usaha kuliner, peternakan, dan budidaya perikanan.
Anggaran besar, namun silpa (sisa lebih pembiayaan anggaran) juga tinggi. Artinya, ada kesalahan pada perencanaan. ( Achris Sarwani)
Menurut Achris, jika Pemprov Aceh sungguh-sungguh mendorong pertumbuhan usaha di sektor riil, perlahan-lahan ekonomi warga membaik sehingga jumlah warga miskin berkurang. Namun, Achris menilai, Pemprov Aceh belum menunjukkan keseriusan pada pengembangan sektor riil.
”Upaya sudah ada, namun belum fokus dan belum menjadi prioritas. Misalnya pengadaan bibit sapi, seharusnya tahun berikutnya sapinya bertambah, bukan malah mati,” kata Achris.
Achris menambahkan, dinas-dinas yang bergerak di sektor riil harusnya punya rencana kerja yang terukur, misalnya Dinas Perikanan dan Kelautan. Setiap tahun ada program pengadaan benih ikan, tetapi capaian program tersebut belum maksimal. Idealnya penerima bantuan modal usaha pada tahun-tahun berikutnya telah sejahtera dan keluar dari kemiskinan.
Achris mengatakan, sektor riil yang paling menjanjikan di Aceh adalah usaha telur ayam ras. Saat ini Aceh mengalami kekurangan produksi telur ayam mencapai 64.000 kilogram per tahun, akibatnya harus dipasok dari luar Aceh. Padahal ini adalah peluang yang bisa dimanfaatkan untuk usaha warga lokal.
Selain itu, Pemprov Aceh perlu memegang data by name by adress (nama dan alamat) penduduk miskin agar mudah diintervensi dan dievaluasi. ”Jika tahun ini telah dibantu modal usaha, tahun-tahun berikutnya dia harusnya tidak miskin lagi. Jadi kualitas realisasi program harus benar-benar terukur,” ujar Achris.
Juru Bicara Pemerintah Aceh Muhammad Mta menuturkan, merujuk data BPS, angka kemiskinan di Aceh memang masih tinggi. Hal itu disebabkan pandemi Covid-19 sehingga berpengaruh pada pelaksaan program. ”Bukan hanya Aceh, nasional dan dunia juga terpukul karena pandemi,” kata Muhammad.
Muhammad menuturkan, angka kemiskinan masih pada tataran 15 persen, tidak naik signifikan. Menurut Muhammad, kondisi itu menunjukkan Aceh justru mampu bertahan dari dampak pandemi Covid-19. Dia optimistis pada tahun-tahun berikutnya dengan kebijakan anggaran lebih besar pada kegiatan ekonomi warga, jumlah penduduk miskin akan berkurang.
Koordinator Fungsi Statistik BPS Aceh Dadan Supriadi menuturkan, kontribusi makanan seperti beras, rokok, dan ikan tongkol cukup besar terhadap garis kemiskinan mencapai 75,65 persen. ”Sudah seharusnya warga meninggalkan rokok dan mengalihkan pendapatan untuk kebutuhan yang produktif,” kata Dadan. Selama ini rokok berkontribusi signifikan pada pengeluaran rumah tangga.