Kenaikan harga pangan memaksa pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah, turut menaikkan harga produknya. Kenaikan harga juga membuat laba mereka terpangkas.
Oleh
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
·4 menit baca
PURWOKERTO, KOMPAS — Sejumlah bahan pangan, seperti tepung terigu, kedelai, bawang merah, dan cabai merah di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, mengalami kenaikan harga. Para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah atau UMKM pun ikut menaikkan harga barang produksinya demi bisa menutup modal serta bertahan dalam usahanya.
Anto (52), pedagang sembako di Pasar Wage, Purwokerto, menyampaikan, sudah dua minggu terakhir harga tepung terigu naik Rp 5.000 per karungnya. Dia mencontohkan, tepung terigu kualitas terbaik harganya sekarang menjadi Rp 222.000 per karung atau 25 kilogram (kg).
Tepung terigu kualitas kedua harganya naik menjadi Rp 221.000 per 25 kilogram, dan kualitas ketiga menjadi Rp 218.000 per 25 kilogram. ”Biasanya terigu dijual Rp 10.000 per kilogram, karena belinya naik, maka saya jualnya jadi Rp 10.500 per kilogram,” tutur Anto, Sabtu (9/7/2022).
Selain tepung terigu, harga kedelai putih atau impor juga naik. Dari yang semula Rp 12.500 per kilogram, kini dijual Rp 13.000 per kilogram. ”Karena harganya naik, pembeli yang cermat dengan harga barang, ada yang pindah ke penjual lain atau tidak jadi beli. Nanti kalau sudah turun, beli ke sini lagi,” ujar Anto.
Kenaikan harga juga terpantau pada komoditas cabai merah dan bawang merah. ”Bawang merah ini sudah sekitar sebulan harganya Rp 60.000 per kilogram. Biasanya sama seperti bawang putih ini Rp 30.000 per kilogram,” kata Mariyah (58), pedagang bawang di Pasar Wage.
Adapun harga cabai merah dalam sebulan terakhir harganya tinggi di atas Rp 70.000 per kilogram. ”Hari ini harganya Rp 80.000, kemarin paling murah Rp 76.000 per kilogram. Di sini biasanya yang beli dari warung atau rumah makan. Jika biasanya mereka beli cabai 3 kilogram, karena mahal, belinya hanya 2 kilogram,” kata Buci (42), pedagang cabai di Pasar Wage.
Kenaikan harga bahan pangan itu membuat para pedagang kecil terpaksa menaikkan harga barang jualannya. Hal ini antara lain terjadi pada para penjual gorengan.
”Sejak tepung terigu naik, saya menaikkan harga gorengan dari yang semula Rp 1.000 jadi Rp 1.500 per buah,” kata Iit (35) penjual makanan serta gorengan di Pasar Wage.
Kenaikan bahan pangan tersebut juga memberi dampak bagi Pandhu (24), penjual ayam goreng tepung di Karangrau, Sokaraja, Banyumas. ”Sejak harga tepung terigu naik, laba jadi berkurang. Saya mau menaikkan harga ayam goreng, takutnya tidak laku,” tutur Pandhu.
Dalam sehari, Pandhu bisa menjual 40-50 potong ayam tepung. Per potong ayam tepung krispi dijual dengan harga tetap Rp 8.500. ”Harga jualnya masih sama, paling labanya yang berkurang. Kadang laba sehari bisa dapat Rp 50.000, sekarang turun sekitar 10 persen,” katanya.
Sementara itu, kenaikan harga kedelai juga membuat Partini (51), perajin tempe di Desa Pliken, Kembaran, Banyumas, menaikkan harga jual tempe dari Rp 2.000 menjadi Rp 2.500 per buah. Dalam sehari, Partini biasanya memasak 25 kilogram kedelai.
Modal yang dikeluarkan Partini untuk produksi sehari mencapai sekitar Rp 350.000 untuk kedelai, kayu bakar, ragi, dan tenaga. Adapun dari penjualan tempe, dia bisa mendapat pemasukan sekitar Rp 400.000.
”Kalau kedelai naik, harga tempe saya naikkan juga Rp 500 per buah. Yang penting bisa buat makan sehari-hari dan bisa bertahan saja, Alhamdulilah,” kata Partini.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Purwokerto Rony Hartawan dalam keterangan tertulis menyampaikan, pihaknya melakukan beberapa upaya pengendalian inflasi bersama Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID). Upaya pengendalian inflasi itu dilakukan melalui strategi 4K, yaitu keterjangkauan harga, ketersediaan pasokan, kelancaran distribusi, dan komunikasi efektif.
Upaya menjaga keterjangkauan harga dilakukan dengan pemantauan secara rutin, inspeksi mendadak (sidak), penyelenggaraan operasi pasar, optimalisasi Toko Tani Indonesia, dan sebagainya.
Guna memastikan ketersediaan pasokan, Rony menyebut, dilakukan pengembangan kluster ketahanan pangan, antara lain, kluster cabai, kluster beras, kluster bawang merah, dan kluster ayam kampung. Ada pula program pengembangan Local Economic Development Mocaf, yaitu memproduksi tepung mocaf dan turunan tepung mocaf seperti mi, pie, cookies, dan lain-lain.
Selain itu, Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI) Purwokerto juga mendorong kerja sama antardaerah (KAD). ”KPwBI Purwokerto mendorong adanya KAD antara Gapoktan Sumber Makmur Cilacap dengan Food Station Jakarta untuk komoditas beras. Dalam waktu dekat akan dilaksanakan KAD sapi dengan Nusa Tenggara Timur,” papar Rony.
Rony menambahkan, untuk mendorong kelancaran distribusi, dilakukan sidak dan pertemuan dengan distributor. Upaya tersebut juga untuk memastikan tidak adanya tindakan penimbunan bahan pangan.
Adapun upaya komunikasi efektif dilaksanakan melalui koordinasi intensif antar-anggota TPID, penyampaian asesmen perkembangan inflasi dan rekomendasi pengendalian inflasi, publikasi harga, serta memberikan imbauan kepada masyarakat agar bertindak bijak saat berbelanja.