Seperti Pelampung Air, Perajin Tempe di Banyumas Tidak Punya Banyak Pilihan
Perajin tempe di Desa Pliken, Kecamatan Kembaran, Banyumas, Jawa Tengah, menaikkan harga tempe dan tempe mendoan akibat naiknya harga kedelai. Pilihan itu berdampak pada penurunan keuntungan.
Oleh
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
·2 menit baca
PURWOKERTO, KOMPAS — Perajin tempe dan tempe mendoan di Desa Pliken, Banyumas, Jawa Tengah, tetap menaikkan harga jual meski tahu hal itu bakal menurunkan keuntungan hingga 50 persen. Mereka terpaksa membeli kedelai dengan harga tinggi apabila ingin tetap berproduksi.
Pliken adalah sentra tempe di Banyumas. Setiap hari, ratusan perajin membutuhkan 10-13 ton kedelai. Meski menjadi salah satu ikon usaha mikro, kecil, menengah Banyumas, perajinnya tetap terdampak kenaikan harga kedelai. Apabila sebelumnya harga kedelai Rp 7.500 per kilogram, perajin kini harus membelinya Rp 9.300 per kg.
Toiful Rizal (41), salah seorang perajin, Selasa (5/1/2021), mengatakan, terpaksa ia menaikkan harga jual tempe buatannya. Tempe mendoan, misalnya, kini dijual Rp 500 per bungkus dari sebelumnya hanya Rp 400 per bungkus. Adapun tempe biasa dijual Rp 15.000 per batang atau Rp 1.000 per batang lebih mahal dari sebelumnya.
”Kondisi ini membuat perajin tempe semakin terpuruk. Sebelum Covid-19, saya bisa mengantar tempe ke 15 warung makan di Grendeng dan Karangwangkal dekat Universitas Jenderal Soedirman. Namun, karena kini tidak ada kuliah, warung tutup dan tidak beli tempe,” papar Toiful.
Akibat segala keruwetan ini, Toful mengatakan, produksi dan omzet per harinya terus turun. ”Sekarang hanya produksi 25 kg dari sebelumnya 50 kg. Dulu, omzet sehari bisa Rp 600.000 dengan laba Rp 100.000-Rp 150.000. Sekarang omzet per hari sekitar Rp 430.000 dan laba Rp 50.000-Rp 70.000,” tuturnya.
Ketua Koperasi Mekar Jaya Pliken Ahmad Muzamil Muzan mengatakan, sejauh ini solusi yang dimiliki perajin hanya menaikkan harga jual tempe. Dia mengibaratkan nasib perajin seperti pelampung air.
”Kalau air naik, ikut naik. Kalau turun, ikut turun. Apabila harga kedelai naik, tempe ikut naik,” kata Muzan yang sudah memproduksi tempe selama 40 tahun terakhir.
Sutriyono (49), pedagang mendoan daring di Purwokerto, menyampaikan, kenaikan harga mendoan dari Rp 500 per bungkus menjadi Rp 600 per bungkus sudah terjadi sebulan terakhir. Setelah terkendala ongkos pengiriman yang tinggi, bisnisnya menemui tantangan baru pascakenaikan ini.
”Sejauh ini prospeknya masih bagus. Bulan pertama omzetnya Rp 2 juta dan bulan kedua Rp 4 juta. Sekarang, saya melayani pesanan sejauh pembeli sanggup membayar ongkir,” kata Sutriyono yang berjualan mendoan secara daring dalam 3 bulan terakhir.