Kawasan pertokoan lama di Jalan Simpang Hasanuddin HM, Kota Banjarmasin, hidup kembali setelah sekian lama mati suri. Banyak kedai makanan dan minuman yang buka sehingga jadi tempat berburu kuliner dan kongko-kongko.
Oleh
JUMARTO YULIANUS
·5 menit baca
Kawasan pertokoan lama di Jalan Simpang Hasanuddin HM, Kota Banjarmasin, perlahan hidup kembali setelah sekian lama mati suri. Dari sore hingga malam hari, kawasan tersebut hampir tak pernah sepi. Pengunjung datang silih berganti untuk bersantai sembari menikmati kopi, roti, serta aneka makanan dan minuman yang dijajakan di kedai.
Beberapa pemuda masuk ke salah satu kedai kopi di Jalan Simpang Hasanuddin HM (Hasanuddin bin Haji Madjedi), Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Senin (27/6/2022) sore. Sejurus kemudian, mereka keluar membawa gelas plastik berisi es kopi susu. Salah seorang di antara mereka mengambil empat kursi plastik, lalu menempatkannya di sekeliling meja kayu. Empat pemuda itu kemudian larut dalam obrolan sambil sesekali menyesap es kopi susu, yang disajikan tanpa sedotan.
”Kami biasa menongkrong di sini dari sore sampai malam. Tempatnya strategis di tengah kota dan banyak pilihan kedai, yang menawarkan makanan maupun minuman dengan harga yang relatif terjangkau,” kata Bambang (31), warga Banjarmasin.
Bambang dan teman-temannya kerap duduk bercengkerama di kawasan pertokoan lama di Jalan Simpang Hasanuddin HM, yang kini lebih dikenal sebagai kawasan Kota Lama Banjarmasin ataupun Bandarmasih Tempo Doeloe. ”Dalam seminggu, bisa tiga kali kami menongkrong di sini,” ujar Tole (29), pemuda di sebelah Bambang.
Menurut Bambang, mereka biasa nongkrong dari pukul 17.00 hingga 19.00 Wita. Dengan pertimbangan, pada jam tersebut mereka masih bisa leluasa memilih tempat duduk. ”Kalau lewat dari jam tersebut, pengunjung semakin ramai dan agak susah mencari tempat duduk di sini,” katanya.
Di kawasan kota lama, sebagian besar pengunjung duduk di luar kedai dengan kursi plastik. Mereka menempatkan kursi hampir di sepanjang Jalan Simpang Hasanuddin HM dan membentuk kelompok-kelompok kecil. Jalan sepanjang lebih kurang 150 meter itu juga ditutup sedari sore untuk lalu lintas kendaraan bermotor.
Pengunjung yang duduk dengan kelompoknya masing-masing bisa memesan makanan dan minuman di kedai mana saja. Para pelayan kedai selalu siap mengantarkan pesanan pelanggan meskipun harus jalan kaki berpuluh-puluh meter ataupun masuk ke kedai lain. ”Enaknya di sini, kita bebas mau pesan di kedai mana pun,” ujar Bambang.
Pemilik Kedai Roti Terang Bayu Indra Aditya menuturkan, kawasan kota lama semakin ramai akhir-akhir ini. Pengunjungnya bukan hanya anak muda, melainkan juga orang-orang yang sudah berkeluarga. Kedai-kedai baru juga terus bermunculan. ”Dulu, hanya ada dua kedai. Sekarang, ada sekitar 20 kedai di sini,” katanya.
Kedai di kawasan kota lama beragam jualannya. Namun, yang paling dominan tetap menjual minuman dan kudapan. Setiap kedai memiliki daya tarik tersendiri dari apa yang diperjualbelikan maupun dari desain eksterior dan interior kedainya. Bangunan ruko lama yang sebelumnya kusam dan tak terurus banyak berubah menjadi lebih cerah dan modern.
Awi (67), warga yang sudah 30-an tahun tinggal di kawasan kota lama, menuturkan, ruko di kawasan tersebut dibangun tahun 1976 hingga 1980-an. Kawasan pertokoan itu dibangun setelah ada kawasan perniagaan Pasar Lima dan Pasar Sudimampir, yang berjarak sekitar 500 meter dari kawasan kota lama.
”Pertokoan di sini sempat ramai hingga tahun 1990-an. Waktu itu, banyak agen biro perjalanan, salon, hingga hotel. Setelah itu, mati suri. Banyak yang pindah karena usahanya di sini kurang laris,” katanya.
Ruko di kawasan kota lama kemudian banyak disewakan untuk gudang. Beberapa dijadikan sebagai rumah burung walet, lalu sebagian lagi ditempati sebagai rumah tinggal. ”Ada lima keluarga yang bertahan tinggal di sini, termasuk kami,” ujar Awi.
Magnet baru
Sejak pertengahan tahun 2019, kawasan pertokoan lama di Jalan Simpang Hasanuddin HM mulai jadi tempat anak muda kongko-kongko karena ada sebuah kedai kopi yang buka di sana, yaitu Kotalama Koffie. Kedai kopi yang dirintis oleh anak muda dari grup musik reggae itu menjadi magnet kawasan niaga yang lebih dari 20 tahun mati suri.
Setahun setelah Kotalama Koffie buka, baru buka Kedai Roti Terang. Kedai roti itu buka pas di masa pandemi Covid-19. Letaknya bersebelahan persis dengan Kotalama Koffie. Pengelola kedai kopi dan kedai roti sama-sama anak muda dalam satu grup musik reggae. ”Karena yang biasa nongkrong minum kopi butuh kudapan, akhirnya saya mencoba buka kedai roti,” ujar Bayu.
Menurut Awi, kawasan pertokoan tempat tinggal mereka menjadi ramai sejak ada kedai kopi dan kedai roti. Setiap malam, selalu ada anak muda yang kongko-kongko, terlebih lagi pada akhir pekan. ”Sekarang, pukul 23.00 saja masih ramai dan terang. Padahal, sebelumnya pukul 21.00 sudah sepi sekali dan gelap,” katanya.
Sebagai warga lama di kawasan kota lama, Awi senang melihat kawasan perniagaan hidup kembali meskipun awalnya sempat agak risi dengan adanya keramaian hingga tengah malam. ”Saya bersyukur melihat perubahan kawasan tempat tinggal kami jadi seperti sekarang karena akhirnya bisa membuka peluang usaha dan menghidupkan perekonomian masyarakat,” katanya.
Kawasan itu hidup kembali karena gerakan ekonomi kreatif dari masyarakat bawah, bukan dari pemerintah kota.
Kebangkitan kawasan niaga di Jalan Simpang Hasanuddin HM kemudian dilirik oleh Pemerintah Kota Banjarmasin. Kawasan tersebut lalu dinamai Bandarmasih Tempo Doeloe. Pada Rabu (15/12/2021) malam, Wali Kota Banjarmasin Ibnu Sina meresmikan kawasan Bandarmasih Tempo Doeloe sebagai sebuah kawasan wisata kuliner dan tempat kongko-kongko dengan suasana yang otentik.
”Kami siap membantu penataan kawasan perekonomian di sini, yang kini hidup kembali dengan suasana berbeda, supaya bisa terus berkembang. Infrastruktur seperti drainase dan pedestrian akan kami perbaiki,” kata Ibnu Sina.
Menurut pengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lambung Mangkurat, Arief Budiman, kawasan niaga di Jalan Simpang Hasanuddin HM merupakan salah satu pusat bisnis di Banjarmasin yang sudah lama ditinggalkan. Pemerintah kota sendiri sebetulnya sudah tidak peduli dengan keberadaan kawasan itu sebelum bisnis kopi dan roti atau industri kreatif anak muda menggeliat.
”Kawasan itu hidup kembali karena gerakan ekonomi kreatif dari masyarakat bawah, bukan dari pemerintah kota,” ujarnya.
Meskipun demikian, pemkot tetap harus melakukan intervensi dengan memberikan pelatihan ataupun bantuan kepada para pelaku usaha di sana, menyediakan ruang publik yang lebih besar untuk pelaku industri kreatif lainnya, serta menyiapkan fasilitas dan infrastruktur yang lebih baik.
”Kalau tidak ada inovasi dan intervensi pemkot, tak menutup kemungkinan kawasan itu akan mati lagi. Sebab, yang menghidupi bisnis di sana sekarang ini adalah kerumunan orang. Kerumunan itu bisa hilang kalau tidak ada hal yang menarik lagi,” katanya.