Anggaran BP2MI Kepri Menipis, Penanganan Korban Penyelundupan Pekerja Migran Terkendala
Permintaan BP2MI wilayah Kepulauan Riau untuk menambah anggaran Rp 2 miliar belum direspons pemerintah pusat. Akibatnya, penanganan korban perdagangan orang di Kepri terancam tersendat.
Oleh
PANDU WIYOGA
·3 menit baca
BATAM, KOMPAS — Kepolisian Daerah Kepulauan Riau menggagalkan penyelundupan 42 pekerja migran tanpa dokumen dari Batam ke Malaysia. Polisi menyebut Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia tidak mampu menampung para korban perdagangan orang itu karena keterbatasan anggaran.
Kepala Bidang Humas Polda Kepri Komisaris Besar Harry Goldenhardt, Sabtu (2/7/2022), mengatakan, pada 30 Juni 2022 polisi mengungkap upaya penyelundupan 42 pekerja migran Indonesia (PMI) tanpa dokumen di Batam. Para PMI itu terdiri dari 24 laki-laki dan 18 perempuan.
”Seperti kasus-kasus sebelumnya, pekerja migran tanpa dokumen ini berasal dari Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Nusa Tenggara Barat,” kata Harry di Markas Polda Kepri.
Para PMI tersebut ditampung oleh penyelundup di sebuah ruko di kawasan Jodoh Centre, Kecamatan Batu Ampar, Batam. Di lokasi itu, polisi juga menangkap M alias Y yang bekerja mengawasi PMI tanpa dokumen selama mereka berada di penampungan.
Tersangka M dikenai Pasal 81 juncto Pasal 83 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan PMI. Tersangka diancam hukuman penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 15 miliar.
Kalau BP2MI menyatakan anggaran mereka sudah habis pada pertengahan tahun, sangat aneh. Apalagi persoalan itu sudah berulang kali terjadi. (Paschalis Esong)
Harry mengatakan, Direktorat Reserse dan Kriminal Umum Polda Kepri sudah berulang kali mengungkap kasus-kasus perdagangan orang yang korbannya adalah PMI tanpa dokumen.
Ia menyampaikan keinginan Polda Kepri untuk bekerja sama dengan Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (B2MI) dan pemerintah daerah asal PMI tanpa dokumen agar kasus serupa tidak terus terulang.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Reserse dan Kriminal Umum Polda Kepri Komisaris Besar Jefri Siagian juga menegaskan komitemen Polda Kepri untuk mencegah perdagangan orang. Jajaran Polda Kepri akan terus menindak para pelaku yang memasukkan pekerja migran lewat jalur ilegal.
”Terkait 42 korban PMI ini, seharusnya mereka kami limpahkan ke BP2MI (untuk ditampung). Namun, BP2MI (wilayah Kepri) menyatakan mereka tidak punya anggaran lagi untuk menampung mereka. Ini harus dibicarakan sama-sama,” ujar Jefri.
Adapun Harry menambahkan, ia berharap BP2MI wilayah Kepri dapat berkoordinasi dengan BP2MI pusat dan pemerintah daerah asal para PMI tanpa dokumen untuk menyelesaikan persoalan keterbatasan anggaran tersebut.
”Yang jelas para PMI tanpa dokumen itu adalah warga negara Indonesia yang harus mendapat perlindungan hukum,” ucapnya.
Dipertanyakan
Secara terpisah, aktivis kemanusiaan di Batam, RD Chrisanctus Paschalis Saturnus Esong, mengatakan, sudah sering PMI tanpa dokumen yang menjadi korban perdagangan orang tidak tertampung di rumah singgah BP2MI. Namun, biasanya ini terjadi pada akhir tahun saat anggaran BP2MI telah menipis.
”Kalau BP2MI menyatakan anggaran mereka sudah habis pada pertengahan tahun, sangat aneh. Apalagi persoalan itu sudah berulang kali terjadi,” katanya.
Paschalis sering membantu para PMI tanpa dokumen yang tidak tertampung itu. Para korban perdagangan orang itu biasanya ditampung di rumah singgah milik Komisi Keadilan, Perdamaian, dan Pastoral Migran-Perantau di Batam.
Dikonfirmasi mengenai hal itu, Kepala Unit Pelayanan Teknis BP2MI Wilayah Kepri Mangiring Sinaga menyatakan, BP2MI Wilayah Kepri memang mengalami kekurangan anggaran.
Namun, ia menegaskan tetap siap menampung 42 PMI tanpa dokumen yang kasusnya tengah ditangani Polda Kepri itu.
”Saat ini shelter (rumah singgah) kami di Batam memang sedang penuh karena ditempati 23 PMI tanpa dokumen yang menjadi korban perahu tenggelam pada 16 Juni lalu,” ujarnya.
Kendati demikian, pihaknya bisa mencarikan tempat lain jika nanti polisi menyerahkan 42 PMI tanpa dokumen tersebut kepada lembaganya untuk ditampung.
Disebutkan, anggaran BP2MI Wilayah Kepri sebesar Rp 2,5 miliar telah menipis karena digunakan untuk menangani repatriasi ribuan PMI bermasalah dari Malaysia dan menangani kepulangan ratusan PMI tanpa dokumen yang menjadi korban perdagangan orang.
Sejak Februari 2022, Mangiring telah menyurati BP2MI pusat untuk meminta tambahan anggaran sebesar Rp 2 miliar.