Pemprov Sulut Tak Gugat Pembatalan Izin Lingkungan PT TMS
Pemprov Sulawesi Utara memutuskan tidak mengajukan banding terhadap putusan PTUN Manado tentang pembatalan izin lingkungan PT Tambang mas Sangihe. Namun, perusahaan tetap mengajukan banding.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·4 menit baca
MANADO, KOMPAS — Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara memutuskan tidak mengajukan banding terhadap putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Manado tentang pembatalan izin lingkungan PT Tambang Mas Sangihe. Namun, proses banding tetap dilanjutkan oleh perusahaan sebagai Tergugat Intervensi II.
Kepala Biro Hukum Pemprov Sulut Flora Krisen, Senin (27/6/2022), mengatakan, alasan utama keputusan tersebut adalah kegigihan masyarakat Kepulauan Sangihe yang diwakili 56 ibu dari Kampung Bowone dan Binebas sebagai penggugat. Maka, pemprov sengaja melewatkan tenggat pengajuan banding ke Pengadilan Tinggi TUN Makassar, Selasa (21/6), tanpa mengambil tindakan apa pun.
”Kami melihat kondisi, bukan main perjuangan para penggugat. Mereka menghadirkan ibu-ibu dan bahkan tokoh-tokoh keagamaan. Mereka ini masyarakat kami sendiri. Jadi, kalau mau berseteru dengan masyarakat, itu bukan jadi pilihan yang baik untuk kami (pemprov),” kata Flora yang dihubungi via telepon.
Pada 2 Juni lalu, PTUN Manado memutus pembatalan pemberlakuan izin lingkungan PT Tambang Mas Sangihe (TMS) yang diterbitkan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Sulut. Pemprov Sulut sebagai Tergugat diberi waktu hingga 21 Juni untuk mengajukan banding.
Karena itu, PTUN Manado menerbitkan putusan provisional berupa penundaan pemberlakuan izin lingkungan PT TMS hingga ada putusan yang bersifat inkrah. Artinya, segala kegiatan pertambangan perusahaan yang 70 persen sahamnya dimiliki investor Kanada itu harus dihentikan.
Namun, pada 13 Juni, perusahaan itu membawa masuk alat berat rig drilling machine. Akibatnya, terjadi ketegangan antara masyarakat dan PT TMS. Warga memblokade jalan akses dari Pelabuhan Pananaru di sisi barat daya Pulau Sangihe menuju wilayah Kampung Salurang, Bowone, dan Binebas sebagai lokasi situs tambang yang terletak di tenggara pulau.
Kemarahan masyarakat makin menjadi karena mengetahui pengangkutan alat berat itu dikawal oleh kepolisian. Save Sangihe Island, koalisi masyarakat penolak PT TMS, pun menuduh pemerintah permisif terhadap PT TMS yang mengangkangi putusan provisional PTUN Manado yang sudah bersifat final.
Sebelumnya, Flora mengatakan, pihaknya yang menjadi kuasa hukum Pemprov Sulut menyatakan menghormati putusan majelis hakim PTUN Manado. Namun, menurut dia, PT TMS masih tetap bisa beroperasi karena memiliki izin operasional dari pemerintah pusat berupa kontrak karya operasi.
”Tetapi, seiring perkembangan dari situasi yang ada sekarang, kami menyampaikan pertimbangan ke pimpinan. Dari sisi hukum, kami sebagai pemerintah juga harus mengayomi masyarakat sehingga diputuskanlah untuk tidak mengajukan banding,” ujar Flora.
Kendati begitu, proses hukum akan terus berlanjut. Sebab, PT TMS sebagai Tergugat Intervensi II telah mengajukan banding tepat pada hari tenggat. Kepada beberapa awak media di Manado, salah satu kuasa hukum PT TMS, Rico Pandeirot, menegaskan proses hukum akan berlanjut sekalipun tidak ada keterlibatan Pemprov Sulut.
Seluruh hal terkait operasional PT TMS harus dihentikan karena izin lingkungan sudah ditangguhkan pelaksanaannya.
Terkait ini, Flora menyatakan, Pemprov Sulut menghormati keputusan PT TMS untuk mengajukan banding. Pemprov pun siap melaksanakan apa pun putusan PT TUN Makassar nantinya.
”Kami menghormati kelanjutan proses hukum yang diinisiasi oleh pihak perusahaan. Tujuan utamanya tentu bukan melanjutkan perseteruan dengan masyarakat, melainkan menguji obyek sengketa, yaitu SK (surat keputusan) izin lingkungan DPMPTSP. Prinsipnya, SK itu diterbitkan sudah dengan kajian sebelumnya,” ujar Flora.
Di lain pihak, inisiator Save Sangihe Island, Jull Takaliuang, berharap keputusan Biro Hukum Pemprov Sulut untuk tidak mengajukan banding benar-benar didasari iktikad baik untuk menyelamatkan Pulau Sangihe sebagai ruang hidup masyarakat. Ia pun berharap keputusan ini diiringi pula oleh konsistensi menaati putusan provisional PTUN Manado.
”Seluruh hal terkait operasional PT TMS harus dihentikan karena izin lingkungan sudah ditangguhkan pelaksanaannya. Semoga ini bisa diikuti oleh pemerintah dan penegak hukum, jangan sampai penegak hukum memihak yang lain,” kata Jull.
Saat ini, Save Sangihe Island terus mengampanyekan penolakan PT TMS melalui pemutaran film Sangihe Melawan besutan Watchdoc. Ini, kata Jull, adalah bagian dari pernyataan publik bahwa semangat perlawanan masyarakat Sangihe masih membara.
Perlawanan terhadap Kontrak Karya PT TMS pun berlanjut di PTUN Jakarta. Sebelumnya, PTUN Jakarta telah menyatakan tidak berwenang mengadili perkara itu. Karena itu, warga Sangihe telah mengajukan banding ke PTTUN Jakarta.
Jull menilai, putusan ini aneh karena selama berbulan-bulan Majelis Hakim PTUN Jakarta telah mengadakan lebih dari 20 kali sidang, termasuk sidang lapangan di Pulau Sangihe. Kontrak Karya juga merupakan bagian dari penyelenggaraan administrasi pemerintahan.
”Di negara kita Indonesia, bisa terjadi hal seperti itu. Tetapi, kami akan menjaga semangat kami untuk memperjuangkan keselamatan ruang hidup kami yang tidak tergantikan, dengan emas sekalipun,” katanya.