Adu Cepat Pesisir Pantura Jawa Meluas Dicaplok Samudera
Tanpa penghentian eksploitasi air tanah di pesisir pantura Jawa, serta langkah mitigasi -adaptasi terobosan, daratan pantura akan lebih cepat tenggelam.
Perang Ukraina-Rusia nyata-nyata membawa nestapa sekaligus kegentaran global, termasuk prediksi puluhan negara terancam kolaps akibat perang itu. Sejatinya, bencana lain sedang melumat seluruh dunia akibat kerusakan ekologi dengan kata kunci krisis iklim. Ditarik ke skala lebih kecil di Tanah Air, pesisir pantai utara Jawa saat ini sedang dalam perjalanan menuju tenggelam ditelan samudera.
Hari itu, Senin (20/6/2022), Nuramah (66) bergegas bangkit dari duduknya saat air memasuki pekarangan rumahnya di Blok Balong, Desa Gebang Ilir, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Nenek 16 cucu itu membungkuk untuk menutup lubang drainase, sumber masuknya air, dengan sebongkah batu dan kantong plastik yang sudah ia siapkan.
Inilah salah satu ritual Nuramah setiap banjir rob datang. Air keruh datang dari muara, lima meter dari rumahnya. Jarak dari laut satu kilometer.
Risiko banjir rob di pantura puluhan ribu hektar dan ratusan ribu jiwa akan tergusur dari kampung halaman. Diproyeksikan 2030, sekitar 80 persen Kota Pekalongan di bawah laut. Di Semarang juga, Demak, dan Indramayu (Heri Andreas).
Jika air laut pasang, banjir rob masuk ke dalam rumah hingga tingginya lebih dari 30 sentimeter. Bahkan, Senin dan Selasa (23-24/5) lalu, banjir rob merendam jalan permukiman hingga lebih dari 60 cm.
“Saya pulang jualan kepiting, rumah kebanjiran,” ucapnya.
Baca juga : Ancaman Tenggelamnya Kota-Kota Pesisir di Indonesia
Selain mengganggu aktivitas, banjir rob merusak perabotan. Bagian bawah kulkasnya berkarat. Kaki lemari dan meja kayu belajar lapuk dan keropos terkena rembesan air. Barang-barang itu hasil keringat almarhum suaminya.
Sulaeman, Ketua Desa Tanggap Bencana di Gebang Ilir, mengatakan, lebih dari 100 rumah di Blok Balong dan Blok Karangdogolan rentan terdampak banjir rob. Banjir rob semakin menjadi-jadi setelah tahun 2000. Sebelum itu, air tak masuk rumah warga.
Apa penyebab banjir rob, Nuramah tak tahu pasti. Seingatnya, sejak membangun rumah di Blok Balong tahun 1984, daerah itu dipadati tambak dan mangrove. Belakangan, area itu beralih fungsi menjadi rumah-rumah warga.
Baca juga : Kota-kota yang Terendam di Masa Depan
Rumah-rumah baru didirikan lebih tinggi agar terbebas dari banjir rob. Namun, tak ada jaminan bebas dari itu.
“Rumah yang itu kosong lagi. Capek sih, harus bersihin rumah terus. Orangnya pindah ke rumah kakaknya,” ucapnya menunjuk bangunan semi permanen di depan rumahnya.
“Rumah ini juga dulu sudah ditinggiin pakai 10 truk pasir. Mungkin habis puluhan juta rupiah,” kata dia menyebut kondisi rumahnya.
Masih di pantura Jawa, tepatnya di Kelurahan Panjang Baru, Kecamatan Pekalongan Utara, Kota Pekalongan, Jawa Tengah, Dani (36) juga gundah karena banjir rob datang dan pergi hampir setiap bulan, terutama saat bulan purnama. Ketinggian air beragam, hingga 1,5 meter. Waktu surutnya juga berbeda, ada hitungan jam atau berhari-hari.
Agar banjir rob tak masuk rumah, Dani dan warga berinisiatif meninggikan rumah, setidaknya setahun sekali. Rumahnya yang sebelas tahun lalu dibangun setinggi 5 meter, kini tinggal 2 meter. Jendelanya hampir tak terlihat lagi.
Baca juga : Diramal Tenggelam, Lalu Bagaimana?
Pintu rumahnya tinggal setengah dari ukuran semula. Untuk masuk dan keluar rumah, penghuninya harus membungkuk. Tinggi pintu tersisa sekitar satu meter saja.
"Orang-orang di daerah lain kalau dapat duit buat beli baju baru, makanan enak, atau barang-barang bagus. Nah, kalau kami dapat duit buat beli barang atos (keras) untuk menguruk rumah," kata ayah tiga anak itu, Selasa lalu.
Barang keras dimaksud adalah material bangunan untuk pondasi, misalnya pasir, batu, dan tanah. Dani berharap mereka bisa mendapat solusi konkrit terbebas dari rob.
Situasi dan kondisi yang kurang lebih sama terlihat di Semarang utara. Rumah-rumah warga berlomba-lomba ditinggikan. Namun, mereka yang tak mampu, pasrah tinggal dalam rumah yang terus ambles.
Lebih parah lagi daratan yang direbut laut, seperti di Bedono dan Sayung, Kabupaten Demak. Sisa bangunan rumah dan fasilitas sosial tergenang air laut selamanya.
Sementara, banyak rumah warga menunggu waktu bernasib sama. Tak hanya rumah, tetapi juga sawah-sawah seperti terhampar di Kabupaten Tegal dan Brebes.
Baca juga : Penurunan Muka Tanah Perparah Banjir Rob di Pantura Jateng
Sejauh ini, banjir rob terparah di pantura Jawa melanda Kota Pekalongan dan Kota Semarang. Laju penurunan tanah di wilayah itu cukup tinggi. Data Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), periode 2015-2020, rata-rata laju penurunan tanah di Kota Pekalongan 2,1-11 cm per tahunnya. Pada periode sama, laju penurunan tanah di Kota Semarang 0,9-6 cm per tahun.
Di Jawa Timur, banjir rob diprediksi kembali melanda pesisir pantura terutama Surabaya Raya, yakni area Surabaya, Sidoarjo, dan Gresik pada 14 Juli dan akhir Desember 2022.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Gresik melaporkan, setidaknya 167 rumah dan 577 hektar (ha) tambak terendam banjir rob selama hampir sepekan sejak Senin (13/6/2022). Total lima kecamatan terdampak, yakni Manyar, Kebomas, Ujungpangkah, Bungah, dan Kecamatan Tambak di Pulau Bawean.
“Banjir dan rob terparah di Kecamatan Ujungpangkah. Banyak rumah terendam di atas 50 sentimeter,” kata Kepala BPBD Gresik Tarso Sugito.
Baca juga : Surabaya Dihantui Banjir dan Rob
Di Sidoarjo, rob menggenangi ratusan hektar tambak bandeng di Kecamatan Sedati, Buduran, dan Jabon. Rob yang bersamaan dengan hujan datang melalui sungai-sungai hingga daratan sejauh 18 km dari pantai.
“Banjir kali ini yang terparah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya,” ujar Jenny (45), warga Pondok Tjandra.
Prediksi
Sejatinya, banjir rob bukan hanya kisah di pantura Jawa. Menggunakan simulasi Climate Central, Kompas mengidentifikasi ada 199 dari total 514 kabupaten/kota di Indonesia, termasuk 21 ibu kota provinsi, yang lebih dari 2 persen wilayahnya akan terendam. Sebagian wilayah itu di bawah permukaan air laut alias tenggelam dan bakal terkena banjir rob tahunan yang meluas.
Kenaikan air laut global terjadi sejak 100 tahun terakhir dan masih terus terjadi. Dampaknya makin buruk di 2050.
Secara keseluruhan, dari 21 kota itu, 118.000 ha area tergenang dan 8,6 juta warga akan terdampak. Kerugian ekonomi diperkirakan Rp 1.576 triliun (Kompas, 20 Agustus 2021).
Penurunan Muka Tanah Sejumlah Daerah Pesisir Infografik
Kepala Lembaga Riset Kebencanaan Ikatan Alumni Institut Teknologi Bandung Heri Andreas mengatakan, perubahan iklim, pasang surut air laut, dan penurunan tanah penyebab banjir rob. “Semakin ke sini, semakin banyak daerah terdampak. Di Indonesia, ada 112 kabupaten/kota kena banjir rob,” kata dia dalam diskusi "Restorasi Ekosistem Mangrove di Pesisir Utara, Desa Mayangan Kabupaten Subang”.
Laju penurunan tanah di pantura cukup tinggi. Di Jakarta, penurunan tanah 1-11 cm per tahun, sedangkan Pekalongan, Semarang, dan Demak 20 cm per tahun. Penurunan tanah di Cirebon 1-3 cm per tahun.
“Risiko banjir rob di pantura puluhan ribu hektar dan ratusan ribu jiwa akan tergusur dari kampung halaman. Diproyeksikan 2030, sekitar 80 persen Kota Pekalongan di bawah laut. Di Semarang juga, Demak, dan Indramayu," kata pakar geodesi Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian ITB itu.
Ia menyebut tingginya laju penurunan tanah, salah satunya karena eksploitasi air tanah. Perlu upaya menyetop ekspolitasi air tanah itu.
Pengajar Departemen Teknik Geomatika Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya Ira Mutiara Anjasmara mengatakan, banjir rob yang melanda ibu kota Provinsi Jatim juga disebabkan penurunan muka tanah. Hal itu diperoleh berdasarkan hasil pemantauan menggunakan GPS atau GNSS survei sejak 2007 dan dilakukan secara periodik.
“Penurunan muka tanah terjadi hampir di seluruh wilayah Surabaya dengan catatan di titik-titik yang dilakukan survei dengan teknologi GNSS,” ucap Ira dalam webinar bertajuk Banjir Rob dan Penurunan Muka Tanah yang diselenggarakan oleh Teknik Geofisika ITS, Sabtu (19/6).
Pemantauan dengan metode time-series analysis interferometric synthetic aperture radar (InSAR) menunjukkan, wilayah Surabaya utara dan Surabaya timur mengalami penurunan muka tanah lebih signifikan dibandingkan wilayah lainnya. Penurunan muka tanah itu bisa dilihat dari sejumlah ruas jalan yang ambles seperti Jalan Arif Rahman Hakim, Kalianak, dan Kenjeran.
“Di Surabaya utara penurunan tanahnya 40 milimeter atau 4 cm per tahun. Penurunan muka tanah di Surabaya ini tidak sesignifikan di Jakarta dan Semarang,” kata Ira. Namun, ia tidak bisa menyebut penyebab terbesar penurunan muka tanah di Surabaya dengan alasan kurangnya data dan masih diperlukannya penelitian lanjutan.
Menurutnya ada empat faktor yakni pengambilan air tanah secara berlebihan dan beban konstruksi akibat masifnya pembangunan infrastruktur. Selain itu, konsolidasi alami dari tanah alluvial dan aktivitas tektonik seperti pergerakan lempeng bumi.
Rekomendasi dan aksi
Terkait penanganan, Kepala Pusat Air Tanah dan Geologi Tata Lingkungan Badan Geologi Kementerian ESDM Siti Jumilah Rita Susilowati merekomendasikan pemerintah daerah (pemda) di kawasan risiko banjir rob memetakan sebaran tanah lunak dan mengidentifikasi kedalamannya. Mengukur dan memantau laju penurunan muka tanah.
Selain itu, mengutamakan pemanfaatan sumber air permukaan dan mengendalikan pemakaian air tanah sesuai zona konservasi. Lalu, pengaturan tata ruang dan perencanaan pembangunan infrastruktur sesuai geologi teknik bawah permukaan daerah tanah lunak.
Beberapa pekan terakhir, sejumlah kepala daerah di wilayah pesisir pantura Jateng dikumpulkan dalam diskusi soal rob. Masing-masing memaparkan kondisi terkini rob dan dampaknya. Mereka juga memberi saran dan masukan mencegah rob. Hasilnya untuk menyusun rencana induk penanganan terpadu jangka pendek, menengah, dan panjang.
Lihat juga : Sayung Berharap pada Tol Semarang-Demak untuk Menahan Banjir Rob
Sekretaris Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Jateng, Nomastuti Junita Dewi menuturkan, rencana jangka pendek mengatasi rob dengan peninggian tanggul laut, pembangunan bendung gerak, pelabuhan onshore, hingga pembuatan jalan tol Semarang. Rencana itu diperkirakan selesai 1-3 tahun ke depan.
Rencana jangka menengah ditargetkan selesai 4-5 tahun mendatang, yakni menghentikan ekspolitasi air tanah. ”Tapi tidak bisa serta merta melarang masyarakat. Harus disediakan air baku pengganti," ucap dia.
Adapun rencana jangka panjang membuat rencana induk pengelolaan kawasan pesisir. Salah satunya mengintegrasikan tata ruang laut dan darat. Dari sana diketahui peta daerah rawan, daerah konservasi, dan daerah aman permukiman atau industri. Peta itu akan jadi pedoman penataan pesisir.
Baca juga : Ditambah, Panjang Tol Tanggul Laut Demak
Dalam beberapa kesempatan Gubernur Jateng Ganjar Pranowo mengingatkan pemerintah di wilayah pesisir untuk berpatroli, memetakan tanggul-tanggul rawan jebol. Jika perlu, tanggul ditinggikan untuk menahan limpasan gelombang air laut pasang.
"Di Pekalongan (pembangunan) tanggul lautnya masih jalan. Yang di sini, tol Semarang-Demak itu juga kita coba (bangun) untuk menghalau itu (rob)," kata Ganjar.
Selain itu, membatasi pengambilan air tanah. Regulasi-regulasi ketat diperlukan menahan laju eksploitasi air tanah.
Awal Juni, Ganjar bertemu Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. Salah satu yang dibahas penanganan banjir rob. Luhut akan mengkomunikasikan kondisi rob Jateng kepada Menteri PUPR Basuki Hadimuljono. "Saya sendiri sudah lapor khusus sama Presiden. Sama Pak Basuki juga sudah, sekarang desain itu kita siapkan," imbuhnya.
Baca juga : Seberapa Serius Menyelamatkan Kota Pesisir
Di Jatim, untuk jangka panjang Pemprov mengebut penanaman mangrove dan merestorasi hutan pesisir pantai. Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa mengatakan, sepanjang 2021 telah ditanam mangrove 42,75 ha atau 136.600 batang. Penanaman itu antara lain di Kabupaten Gresik, Pasuruan, Probolinggo, dan Bangkalan.
Tahun ini, target rehabilitasi ekosistem mangrove 95 ha didanai Pemprov dan 1.250 ha didanai Kementerian LHK.
Komitmen perbaikan lingkungan itu dituangkan dalam Surat Edaran Gubernur Jatim yang ditujukan kepada masyarakat, bupati, dan wali kota, serta BUMN dan BUMD.
Di DKI Jakarta, demi memutus banjir rob berpuluh tahun, pemerintah membangun tanggul raksasa di utara Teluk Jakarta dalam program National Capital Integrated Coastal Development (NCICD) sepanjang 120,1 km.
Baca juga : Tanggul Pantai Direncanakan Selesai 2022
Namun, pada 2015-2019 baru terbangun 9,25 km dari rencana quick win fase A 20,1 km. Kementerian PUPR membangun 4.830 meter, Pemprov DKI 4.420 m, sedangkan swasta belum mulai. ”Kami terus berupaya,” kata Wakil Gubernur DKI Ahmad Riza Patria.
Total anggaran pembangunan keseluruhan fase program NCICD senilai Rp 600 triliun. Dana dari APBN dan APBD.
Dana itu memang besar. Namun, dampak bagi Jakarta saja pada 2050, jika banjir rob meluas hingga pusat kota, kerugian ekonominya mencapai 200 miliar dollar AS atau setara Rp 2.361 triliun. Tak hanya kerugian ekonomi, sedikitnya 1,5 juta lapangan kerja akan hilang seiring perpindahan paksa masyarakat ke wilayah aman (Kompas.id, 20 Agustus 2021).
Banjir rob bukan hanya masalah rakyat kecil seperti Nuramah dan Dani. Tanpa kerja cepat luar biasa, 20-30 tahun ke depan daratan tempat aman kita sekarang akan berubah jadi pesisir.
Baca juga : Berpacu Menyelamatkan Kota-kota Pesisir