Terima Suap, Mantan Bupati Muba Dituntut 10 Tahun dan 7 Bulan Penjara
Dalam tuntutannya, JPU menjerat Dodi dengan Pasal 12 Huruf a Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 juncto Ayat 1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·4 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Bekas Bupati Musi Banyuasin Dodi Reza Alex Noerdin dituntut pidana penjara selama 10 tahun dan 7 bulan serta denda Rp 1 miliar subsider 2 tahun. Dia dinilai telah melakukan tindak pidana korupsi dengan menetapkan dana komitmen (commitment fee) sebesar 10 persen pada kontraktor untuk mendapatkan jatah proyek.
Hal ini disampaikan oleh jaksa penuntut umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) Meyer Simanjuntak di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Palembang, Sumatera Selatan, Kamis (16/6/2022).
Selain Dodi, dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Yoserizal, JPU juga membacakan tuntutan bagi dua terdakwa lain, yakni Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) Herman Mayori dan Kepala Bidang Sumber Daya Air pada Dinas PUPR Muba Eddy Umari.
Dalam tuntutannya, JPU menjerat Dodi dengan Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 juncto Ayat 1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP. Meyer menyebut, sebagai penyelenggara negara, yakni Bupati Musi Banyuasin, Dodi telah melakukan korupsi secara bersama-sama dan berlanjut berupa penerimaan suap dalam sejumlah proyek infrastruktur di Musi Banyuasin di tahun 2021.
Selain tidak mendukung program pemerintah dalam upaya pemberantasan korupsi, Dodi juga cenderung berbelit-belit dalam memberikan keterangan dan tidak mau mengakui perbuatannya. ”Keterangan terdakwa bertentangan dengan keterangan sejumlah saksi,” ucap Meyer.
Bahkan sampai sekarang, Dodi tidak mau mengembalikan uang hasil korupsinya. Berbeda dengan dua terdakwa lain yang sudah mengembalikan sebagian besar hasil korupsinya kepada KPK.
Selain dituntut pidana penjara dan denda, Dodi juga diminta untuk membayar uang pengganti Rp 2,9 miliar yang merupakan uang suap dari Suhandy, Direktur PT Selaras Simpati Nusantara (PT SSN). Dodi juga dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak politik untuk dipilih selama lima tahun setelah Dodi menyelesaikan masa hukuman.
Dalam tuntutan disebutkan, sesaat setelah menjabat, Dodi meminta Herman Mayori untuk memaparkan sejumlah proyek infrastruktur yang akan diprogramkan pada pagu anggaran 2021. Mengacu pada anggaran yang ada, Dodi meminta Herman untuk mengumpulkan sejumlah kontraktor besar untuk bertemu dengannya di Jakarta. Mendapat perintah tersebut, Herman menyuruh Eddy untuk mengumpulkan kontraktor besar, salah satunya adalah Suhandy
Dalam persidangan diketahui Suhandy memberikan dana komitmen Rp 2,9 miliar untuk mendapatkan empat paket proyek dengan nilai Rp 19,8 miliar. Empat paket proyek tersebut berupa pekerjaan normalisasi Danau Ulak Lia, dengan nilai pekerjaan Rp 9,9 miliar, proyek peningkatan jaringan Irigasi D.I.R Epil dengan nilai pekerjaan Rp 4,3 miliar.
Selanjutnya, pekerjaan peningkatan jaringan Irigasi D.I.R Muara Teladan, dengan nilai Rp 3,3 miliar, dan pekerjaan rehabilitasi daerah Irigasi Ngulak III di Desa Ngulak III, Kecamatan Sanga Desa, dengan nilai pekerjaan Rp 2,3 miliar.
Suhandy juga memberikan uang sekitar Rp 2 miliar untuk membantu Pemkab Muba menyelesaikan permasalahan di Polda Sumsel. ”Uang tersebut akan digunakan sebagai ijon untuk proyek di tahun selanjutnya,” ucap JPU.
Uang suap dari Suhandy tersebut kemudian diserahkan kepada orang kepercayaan Dodi, Staf Ahli Bupati Muba Badruzzaman. ”Badruzzaman-lah yang menyampaikan besaran dana komitmen yang diinginkan oleh terdakwa,” ungkap JPU.
JPU juga menuntut uang Rp 1,5 miliar yang disita oleh penyidik dari Mursyid, ajudan Dodi, juga diserahkan kepada negara karena tidak jelas asal-usulnya. Dalam persidangan sebelumnya, Dodi menerangkan uang tersebut adalah uang milik ibunya, Sri Eliza yang digunakan untuk membayar pengacara yang akan membela ayahnya, Alex Noerdin yang juga terjerat dalam kasus korupsi.
Namun, jaksa menyangsikan keterangan itu karena ketika digeledah tidak ada tanda-tanda yang menyatakan uang tersebut merupakan ditarik dari bank, sebaliknya ada catatan kecil yang menunjukkan waktu dan asal uang tersebut. Hal ini berkesesuaian dengan keterangan sejumlah saksi yang menyatakan selain Suhandy ada kontraktor lain yang menyerahkan dana komitmen Rp 1,5 miliar.
Tidak hanya Dodi, JPU juga menuntut dua terdakwa lain, yakni Herman Mayori, dengan pidana penjara selama 4 tahun dan 6 bulan, serta denda Rp 350 juta subsider 6 bulan. Selain itu Herman juga dituntut untuk membayar uang pengganti Rp 789 juta. Adapun Eddy Umari dituntut dengan pidana penjara selama lima tahun dan denda Rp 350 juta. Eddy juga dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp 727 juta.
Atas putusan ini, ketiga terdakwa dan para kuasa hukumnya bersiap untuk memberikan pembelaan pekan depan. ”Saya akan mengajukan pembelaan, baik dari kuasa hukum maupun secara pribadi,” kata Dodi.