Lebih Rendah dari Tuntutan, Eks Bupati Banjarnegara Divonis 8 Tahun Penjara
Vonis yang dijatuhkan hakim kepada eks Bupati Banjarnegara Budhi Sarwono dan orang kepercayaannya, Kedy Afandi, lebih rendah dari tuntutan jaksa. Jaksa menuntut keduanya 12 tahun penjara, sedangkan vonis hanya 8 tahun.
Oleh
KRISTI DWI UTAMI
·3 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Eks Bupati Banjarnegara Budhi Sarwono beserta mantan orang kepercayaannya, Kedy Afandi, dijatuhi hukuman kurungan selama delapan tahun karena terbukti melakukan tindak pidana korupsi. Budhi masih meminta waktu pikir-pikir terkait vonis yang lebih rendah dari tuntutan jaksa tersebut.
Budhi bersama Kedy ditetapkan sebagai tersangka korupsi pengadaan barang dan jasa untuk proyek infrastruktur di Kabupaten Banjarnegara. Dalam sejumlah proyek yang berlangsung dari 2017-2018 itu, Budhi dan Kedy disebut telah memungut fee dan menerima kompensasi dari pelaksana proyek.
Sidang dengan agenda putusan digelar Kamis (9/6/2022) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang, Jateng. Budhi dan Kedy mengikuti sidang secara virtual karena sedang ditahan di Jakarta.
Dalam sidang tersebut, Hakim Ketua Rochmad menyatakan keduanya terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tidak pidana korupsi secara bersama-sama. Keduanya melanggar Pasal 12 i Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
”Menjatuhkan pidana (kurungan) terhadap terdakwa satu Budi Sarwono dan terdakwa kedua Kedy Afandi, masing-masing selama 8 tahun dan denda masing-masing Rp 700 juta. Apabila denda tidak dibayar, (hukuman) ditambah (dengan) kurungan masing-masing enam bulan,” kata Rochmad.
Hakim anggota Lujianto mengatakan, ada hal-hal yang memberatkan dan meringankan kedua terdakwa. Hal yang memberatkan, antara lain terdakwa satu sebagai kepala daerah tidak mendukung program pemerintah dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Terdakwa satu juga tidak mengakui perbuatannya.
”Keadaan yang meringankan, para terdakwa berlaku sopan selama persidangan dan kooperatif dalam menjalani proses peradilan. Selain itu, para terdakwa juga memiliki tanggungan keluarga,” ucap Lujianto.
Setelah vonis dibacakan, hakim memberikan tiga pilihan kepada para terdakwa maupun jaksa penuntut umum, yakni menerima, banding, dan pikir-pikir. Budhi yang langsung berkoordinasi dengan tim kuasa hukumnya menyatakan masih akan memikirkan vonis tersebut. ”Kami meminta waktu untuk pikir-pikir,” kata salah satu kuasa hukum Budhi.
Bukan hanya para terdakwa, para jaksa juga meminta waktu untuk pikir-pikir. Hakim kemudian memberikan waktu pikir-pikir selama tujuh hari.
Vonis yang dijatuhkan hakim lebih rendah dari yang ditutuntkan oleh jaksa. Sebelumnya, jaksa menuntut Budhi dan Kedy dijatuhi hukuman kurungan 12 tahun dan denda sebesar Rp 700 juta subsider enam bulan penjara. Jaksa juga meminta Budhi dan Kedy diberi hukuman tambahan berupa denda Rp 26,02 miliar. Hal itu untuk mengganti kerugian negara yang timbul atas perbuatan keduanya. Sayangnya, permintaan terkait pemberian hukuman tambahan itu tidak dikabulkan.
”Dakwaan kami yang kedua terkait pelanggaran Pasal 12 B Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dinyatakan hakim tidak terbukti. Hakim berkeyakinan, uang itu tidak sampai pada Budhi, tetapi hanya sampai kepada Kedy,” tutur jaksa dari Komisi Pemberantasan Korupsi, Wawan Yunarwanto.
Dia menambahkan, karena Kedy bukan aparatur sipil negara, pasal itu dinilai hakim tidak bisa diterapkan. Padahal, para jaksa meyakini, uang yang sampai kepada Kedy juga pasti akan sampai kepada Budhi.
Terkait upaya selanjutnya, Wawan dan tim masih akan berkonsultasi dengan atasannya. Keputusan apakah akan banding atau tidak akan disampaikan dalam persidangan berikutnya.
Sementara itu, Komisi Pemberantasan Korupsi juga tengah melakukan penyidikan terhadap Budhi terkait dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Berkas perkara terkait TPPU itu dalam waktu dekat akan dilimpahkan untuk disidangkan.