Terima ”Fee” Proyek Rp 2,1 Miliar, Bupati Banjarnegara Ditetapkan Jadi Tersangka
Bupati Banjarnegara, Jawa Tengah, Budhi Sarwono, disangka meminta ”fee” dari perusahaan rekanan pelaksana pekerjaan infrastruktur di Pemkab Banjarnegara masing-masing 10 persen nilai proyek.
Oleh
Prayogi Dwi Sulistyo
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi akhirnya menetapkan Bupati Banjarnegara, Jawa Tengah, periode 2017-2022, Budhi Sarwono, sebagai tersangka perkara dugaan tindak pidana korupsi pengadaan barang dan jasa di Pemerintah Kabupaten Banjarnegara tahun anggaran 2017-2018. Selain menaikkan 20 persen harga perkiraan sendiri, Budhi juga diduga menerima kompensasi dari pelaksana proyek sebesar Rp 2,1 miliar.
”Setelah KPK melakukan penyelidikan, kami menemukan bukti permulaan yang cukup dan kami tingkatkan ke penyidikan. Hasil kerja keras tersebut menetapkan dua tersangka,” kata Ketua KPK Firli Bahuri dalam jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (3/9/2021).
Pada 9-10 Agustus, tim penyidik KPK menggeledah sejumlah lokasi di Banjarnegara dan menyita dokumen sebagai barang bukti. Selain kantor Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) dan PT Bumi Rejo yang beralamat di Jalan DI Panjaitan, Banjarnegara, tim penyidik KPK juga menggeledah rumah dinas Bupati di Jalan Dipayuda, Kelurahan Kutabanjarnegara, Kecamatan Banjarnegara, serta kediaman Budhi di Kelurahan Krandegan, Kecamatan Banjarnegara.
Selain Budhi, ditetapkan juga satu tersangka lainnya dari pihak swasta, Kedy Afandi. Kedy merupakan orang kepercayaan dan pernah menjadi ketua tim sukses Budhi saat mengikuti pemilihan kepala daerah.
Budhi diduga telah menerima komitmen fee atas berbagai pekerjaan proyek infrastruktur di Kabupaten Banjarnegara sekitar Rp 2,1 miliar. Saat keluar dari Gedung KPK, Budhi membantah telah menerima uang tersebut.
”Saya diduga menerima uang Rp 2,1 miliar. Mohon ditunjukkan yang memberi siapa kepada siapa. Silakan ditunjukkan dan pemberinya siapa ke saya. Insya Allah saya tidak pernah menerima pemberian dari para pemborong semua,” katanya.
Dirancang di awal menjabat
Firli mengungkapkan, korupsi proyek pekerjaan di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Banjarnegara sudah dirancang sejak awal Buhdi menjabat sebagai Bupati Banjarnegara pada tahun 2017. Pada September 2017, Budhi memerintahkan Kedy memimpin rapat koordinasi yang dihadiri perwakilan asosiasi jasa konstruksi di salah satu rumah makan di Banjarnegara.
Dalam pertemuan itu, Kedy menyampaikan bahwa harga perkiraan sendiri (HPS) proyek pekerjaan akan dinaikkan 20 persen dari nilai proyek sesuai arahan Budhi. Perusahaan yang ingin mendapatkan proyek di lingkungan Pemkab Banjarnegara juga diminta memberikan komitmen fee 10 persen dari nilai proyek.
Pertemuan dilanjutkan di kediaman pribadi Budhi dan dihadiri beberapa perwakilan asosiasi Gapensi Banjarnegara. Dalam pertemuan itu, Budhi menyampaikan rencana menaikkan HPS sebesar 20 persen dari harga berlaku. Selisih harga itu dibagi dua, 10 persen untuk rekanan pelaksana proyek dan 10 persen untuk Budhi.
Tak hanya itu, Budhi juga turun langsung dalam proses pelelangan pekerjaan infrastruktur. Bupati yang diusung Partai Demokrat, PPP, dan Partai Golkar itu membagikan langsung paket pekerjaan di Dinas PUPR, mengikutsertakan perusahaan milik keluarga, dan mengatur pemenang lelang. Budhi juga mengarahkan Kedy untuk mengatur bagaimana agar paket pekerjaan diberikan pada perusahaan Bumi Redjo yang tak lain merupakan milik Budhi.
KPK tak bosan mengingatkan kepada para penyelenggara negara untuk tetap amanah terhadap janji jabatan dalam melayani rakyat. Bukan justru memanfaatkan jabatannya untuk memperkaya diri dengan melakukan melakukan korupsi. KPK juga mengingatkan kepada para pihak swasta agar selalu melaksanakan prinsip bisnis secara bersih dan jujur.
Firli menyebut, total komitmen fee yang diterima Budhi dari berbagai pekerjaan proyek infrastruktur di Banjarnegara sekitar Rp 2,1 miliar.
Atas perbuatan itu, Budhi dijerat dengan Pasal 12 Huruf (i) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sebagai penyelenggara negara, Budhi yang seharusnya mengurus atau mengawasi malah ikut serta dalam pemborongan dan pengadaan.
Selain itu, Budhi juga dijerat Pasal 12 B Ayat (1) karena telah menerima gratifikasi. Ia pun terancam pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda senilai Rp 200 juta dan maksimal Rp 1 miliar.
Dalam kesempatan itu, Firli menegaskan bahwa pengadaan infrastruktur sangat penting untuk menunjang perekonomian nasional. Jadi, sudah sepatutnya pengadaan ini dilaksanakan dengan penuh integritas dan sesuai aturan yang berlaku.
”KPK tak bosan mengingatkan kepada para penyelenggara negara untuk tetap amanah terhadap janji jabatan dalam melayani rakyat. Bukan justru memanfaatkan jabatannya untuk memperkaya diri dengan melakukan melakukan korupsi. KPK juga mengingatkan kepada para pihak swasta agar selalu melaksanakan prinsip bisnis secara bersih dan jujur,” kata Firli.
Sementara untuk penyidikan lebih lanjut, KPK menahan keduanya selama 20 hari ke depan terhitung sejak 3 September 2021 hingga 23 September 2021. Budhi ditahan di Rutan KPK pada Kavling C1 dan Kedy Afandi ditahan di Rutan KPK cabang Pomdam Jaya Guntur.