Jika jalan khusus batubara sudah dibangun, aktivitas masyarakat di jalan umum tak lagi terganggu. Angka kecelakaan pun bisa turun.
Oleh
IRMA TAMBUNAN
·2 menit baca
JAMBI, KOMPAS—Sejak 1 Januari hingga 9 Juni 2022, terpantau 176 kali kecelakaan di jalan umum di Jambi yang melibatkan angkutan batubara. Rangkaian peristiwa itu menyebabkan 41 warga tewas.
Kepala Kepolisian Daerah Jambi Inspektur Jenderal Albertus Rachmad Wibowo mengatakan masifnya angkutan batubara yang melintasi jalan umum untuk menuju pelabuhan di Jambi sangat meresahkan masyarakat. Banyak keluhan masuk akibat kecelakaan lalu lintas yang meningkat dengan melibatkan angkutan batubara.
Sepanjang 2022, dari 1 Januari hingga 9 Juni, pihaknya mendata terjadi 176 kecelakaan yang melibatkan angkutan batubara. “Dari jumlah kecelakaan itu, korban yang meninggal 41 orang,” ujarnya, Kamis (9/6/2022).
Ditambahkan Direktur Lalu Lintas Polda Jambi, Komisaris Besar Dhafi, angka tersebut melampaui kecelakaan yang melibatkan angkutan batubara pada periode yang sama di tahun 2021. Terdata 144 kecelakaan. Korban meninggal 43 orang. Adapun, sepanjang 2021, terjadi 475 kecelakaan lalu lintas.
Karena itu, lanjut Dhafi, jalan khusus harus segera dibangun. “Jika angkutan batubara sudah lewat jalan khusus, aktivitas masyarakat tak lagi terganggu. Angka kecelakaan bakal turun,” ujarnya.
Ia pun mencontohkan, saat angkutan batubara dilarang melintas di masa Lebaran tahun ini, hanya terjadi sembilan kasus kecelakaan lalu lintas (28 April - 9 Mei). Namun, setelah lewat masa Lebaran, angkutan batubara kembali diperbolehkan melintas jalan umum, kecelakaan lalu lintas kembali naik. Angkanya mencapai 43 kasus (29 Maret – 9 April).
Tingginya kecelakaan itu akibat kepadatan yang tinggi di jalan raya. Ada juga faktor angkutan pengemudi batubara yang kelelahan dalam perjalanan.
Masifnya pengangkutan batubara ini menimbulkan gelombang pengaduan masyarakat. “Dalam sehari, kami mendapatkan 7 hingga 11 pengaduan warga terkait masalah angkutan batubara,” ujarnya. Pengaduan itu seputar kemacetan baik di jalan raya maupun di sekitar SPBU. Semuanya telah mengganggu kepentingan publik berlalu lintas.
Pengamat Ekonomi dari Universitas Batanghari, Pantun Bukit, menilai tambang batubara hampir tak menciptakan efek ganda bagi perekonomian masyarakat. Jalan cepat rusak, angka kecelakaan lalu lintas tinggi, dan kepentingan masyarakat mengakses jalan umum dengan memadai tidak terpenuhi.
Di sisi lain, lanjutnya, pemasukan daerah tak sebanding dengan dampak negatif yang timbul. Pantun menyebut, pada 2015, sumbangan sektor batubara untuk pemerintah daerah sekitar Rp 35 miliar, tetapi ongkos negara memperbaiki jalan rusak akibat angkutan batubara sekitar Rp 50 miliar.
Ia mendorong jalur khusus batubara segera dibangun. Bisa lewat jalur darat ataupun jalur sungai. Jalur khusus dapat menjadi sumber pendapatan daerah lewat retribusi.