Tinggalkan Rumah dan Ladang Berhari-hari demi Merawat Si Sapi
Segala daya upaya dilakukan para peternak agar ternak-ternak mereka sembuh dari penyakit mulut dan kuku. Sejumlah peternak di Semarang, Jateng, rela meninggalkan rumah dan pekerjaan mereka untuk fokus merawat ternak.
Oleh
KRISTI DWI UTAMI
·6 menit baca
Puluhan sapi tergolek lemas di atas rumput segar yang berceceran di sebuah kandang komunal di Desa Kalisidi, Kecamatan Ungaran Barat, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Kamis (2/6/2022) siang. Sapi-sapi itu seperti tak punya daya untuk berdiri dan menjangkau tempat pakan yang ada di dekat mereka. Musababnya, kaki-kaki mereka terluka akibat terserang penyakit mulut dan kuku atau PMK.
Para pemilik telah mencoba berbagai cara agar sapi-sapinya mau makan. Dengan telaten, mereka rutin menyuapi sapi-sapinya. Sayangnya, tak banyak makanan yang berhasil masuk ke dalam mulut para sapi itu. Mulut sapi-sapi itu terus-terusan mengeluarkan lendir bening atau busa putih sebagai tanda bahwa sedang ada luka di dalamnya.
Di antara para sapi yang lemas itu, sejumlah orang duduk berdekatan. Tak jauh berbeda dengan kondisi peliharaannya, mereka juga tampak tidak bersemangat. Ada yang duduk dengan padangan kosong. Ada juga yang duduk sambil menghisap rokok dalam-dalam, berharap rokok bisa meredakan stres mereka.
Orang-orang itu mengaku tak bisa tidur dengan nyenyak setidaknya selama dua pekan terakhir. Hampir setiap malam, mereka memilih tidur di sekitar kandang supaya bisa memantau kondisi sapi-sapinya. ”Rasanya itu gelisah, takut kalau ada apa-apa. Soalnya, kemarin di sini ada satu sapi yang mati gara-gara PMK. Saya jadi sebentar-sebentar bangun ngecek sapi,” kata Darsono.
Di kandang komunal tersebut, ada 40 sapi yang merupakan milik 14 warga Desa Kalisidi. Dari jumlah tersebut, 36 sapi terpapar PMK dan empat sisanya sehat. Tiga dari 36 sapi yang positif PMK merupakan ternak milik Darsono. Tiga sapi yang terdiri dari satu sapi induk dan dua pedet itu seluruhnya terpapar PMK sejak awal pekan lalu.
Pada Kamis siang, kondisi sapi-sapi itu disebut Darsono sudah lebih baik dari sebelumnya. Luka-luka di kaki-kaki mereka sudah mulai mengering dan mulut sapi-sapi itu sudah lebih sedikit mengeluarkan lendir atau busa.
Bukan tanpa usaha, Darsono tak pernah lupa menyemprotkan obat ke kaki-kaki sapinya dua kali dalam sehari. Kandang-kandang juga dibersihkan setiap pagi dan sore hari supaya sapi-sapinya lebih nyaman. Setelah itu, cairan disinfektan juga disemprotkan di lantai kandang agar kandang tetap steril.
Sapi-sapi milik peternak lain, Suryadi (67), juga kian membaik berkat upaya serupa. Pekerjaan rumah selanjutnya adalah mengembalikan napsu makan sapi-sapi itu. Berbagai upaya telah dilakukan peternak, mulai dari menyuapi mereka empat kali sehari sampai membuatkan jamu yang dipercaya menambah napsu makan.
”Jamunya terbuat dari kunyit, temulawak, dan gula merah yang diparut kemudian diperas. Air perasan empon-empon itu lalu direbus bersama air, gula merah, madu, dan perasan jeruk nipis. Kalau jamunya sudah mendidih, pancinya diangkat dan ditunggu sampai dingin. Setelah dingin, jamunya dimasukan ke dalam botol terus diminumkan ke sapi-sapi. Begitu terus setiap pagi,” ucap Suryadi.
Selain itu, Suryadi juga sengaja memilih pakan yang dinilai paling baik untuk sapi-sapinya, seperti rumput kolonjono dan rumput odot. Rumput-rumput itu dicacah supaya ukurannya menjadi lebih kecil dan mudah dikunyah sapi.
Para pemilik sapi di Desa Kalisidi rata-rata memiliki pekerjaan lain, seperti buruh tani, buruh bangunan, dan tukang kayu. Namun, pekerjaan-pekerjaan itu ditinggalkan sementara karena mereka harus mengurus sapi-sapi yang terpapar PMK tersebut.
Setiap hari mereka kehilangan potensi pendapatan hingga Rp 100.000 per orang karena meninggalkan pekerjaan-pekerjaan itu. Artinya, dalam dua pekan terakhir, potensi pendapatan yang hilang sekitar Rp 1,4 juta per orang. ”Tidak masalah, yang penting sapinya sembuh dulu. Percuma juga kerja lain kalau di sana kepikirannya sapi terus, malah tidak fokus,” kata Suryadi.
Kehilangan potensi pendapatan bukan satu-satunya kerugian yang harus ditanggung para pemilik sapi. Mereka juga merugi lantaran produktivitas susu sapi mereka merosot tajam. Sapi-sapi yang dipelihara di kandang komunal Desa Kalisidi merupakan sapi perah.
Setiap sapi bisa menghasilkan hingga 10 liter susu per hari. Setiap 1 liter susu dijual Rp 5.000. ”Sudah 11 hari terakhir sapi-sapi saya tidak ada yang keluar air susunya, jadi tidak ada yang dijual. Biasanya, sapi-sapi dari kandang komunal ini bisa menghasilkan sampai 200 liter susu per hari. Sejak sapi-sapinya sakit, produksi susu hampir tidak ada,” kata Suryadi.
Selain produktivitas susu yang merosot, para peternak juga merugi akibat menyusutnya berat badan sapi-sapi mereka akibat menderita PMK. Induk sapi milik Darsono, misalnya, turun berat badan dari sekitar 100 kilogram menjadi 80 kilogram dalam dua pekan. Sementara itu, pedetnya juga turun berat badan dari sekitar 75 kilogram menjadi 60 kilogram.
”Kalau mau dijual juga pasti jatuh banget harganya. Dulu sebelum kena PMK mungkin bisa laku Rp 18 juta-Rp 20 juta. Sekarang ini kalau dijual paling-paling cuma laku Rp 13 juta,” ucap Darsono.
Bagi Darsono dan Suryadi, ternak-ternak itu merupakan tabungan masa depan keluarganya. Darsono berharap sapi-sapi itu tetap sehat supaya bisa dijual tahun depan untuk biaya kuliah anak sulungnya. Sementara itu, Suryadi bercita-cita ingin memberikan sapi-sapi itu kepada anak-anak dan cucunya.
”Terserah nanti mau buat apa. Mau dijual atau mau disembelih silakan. Yang jelas akan saya bagikan untuk anak-anak dan cucu-cucu saya karena saya tidak bisa kasih apa-apa. Harta saya, ya, cuma sapi-sapi ini,” ujar Suryadi sambil berkaca-kaca.
Darurat PMK
Desa Kalisidi merupakan satu-satunya desa di Kabupaten Semarang yang dinyatakan sebagai desa darurat PMK. Sebab, dari total populasi 750 sapi, 201 sapi positif PMK. Artinya, hampir sepertiga dari populasi sapi di desa itu terpapar PMK.
Kepala Desa Kalisidi Dimas Prayitno menuturkan, pihaknya telah memberikan bantuan berupa antibiotik, obat penurun demam, dan vitamin untuk sapi-sapi yang terpapar PMK. Obat-obatan tersebut disuntikkan setiap dua hari sekali oleh seorang dokter hewan dan dua mantri hewan.
”Selain itu, kami juga terus mengedukasi para peternak untuk membatasi orang-orang yang masuk ke kandang. Hanya para pemilik ternak yang boleh masuk. Itu pun harus disemprot disinfektan dulu. Tujuan kami adalah mencegah agar virus yang ada di dalam tidak keluar atau mencegah virus yang dari luar masuk ke kandang,” kata Dimas.
Mendekati masa Idul Adha, biasanya banyak orang yang datang ke desanya untuk membeli hewan kurban. Oleh karena kondisi di wilayahnya masih darurat PMK, Dimas meminta agar semua peternak melarang para pembeli datang langsung ke kandang-kandang mereka. Para pembeli disarankan berinteraksi dengan para peternak di desanya secara daring. ”Kalau tidak begini, tidak selesai-selesai nanti PMK-nya,” katanya.
Dimas menyebut, pihaknya tidak khawatir PMK bakal mengganggu suplai daging kurban di wilayahnya. Persediaan ternak dinilai cukup untuk memenuhi kebutuhan di desanya. Desa Kalisidi membutuhkan paling banyak 10 sapi untuk keperluan kurban. Sementara persediaan sapi yang sehat di desa itu jumlahnya ratusan.
Di Jateng, jumlah ternak penderita PMK pada Rabu (1/6/2022) sebanyak 217 ekor. Jumlah itu diketahui dari pengujian terhadap 4.172 sampel darah dari hewan ternak yang diduga terpapar PMK. Hingga Rabu, 30 dari 35 kabupaten/kota di Jateng telah melaporkan temuan kasus positif PMK di wilayahnya. Hanya ada tiga daerah yang masih bebas PMK, yakni Purworejo, Kota Magelang, dan Kota Surakarta.
Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Jateng Agus Wariyanto menyebut, pihaknya masih akan membatasi lalu lintas hewan ternak di wilayahnya. Sebanyak 84 dari total 114 pasar hewan juga ditutup sementara untuk mencegah perluasan penyebaran PMK.
”Terkait suplai hewan ternak untuk keperluan kurban, Jateng tidak ada kendala, tetapi malah surplus. Jumlah ternak yang tersedia saat ini sekitar 399.302 ekor. Sementara itu, kebutuhan untuk kurban sekitar 372.682 ekor,” ujar Agus.
Agus meminta para peternak segera melapor apabila ternak mereka terpapar PMK. Dokter hewan atau mantri-mantri hewan akan mendatangi ternak-ternak mereka dan memberikan pertolongan. Selain mengobati ternak yang terpapar, mereka juga akan mengedukasi para peternak terkait apa yang harus dilakukan dan sebaiknya tidak dilakukan supaya ternak-ternak itu bisa kembali sehat. Jadi, risiko kematian ternak dan kerugian yang harus ditanggung peternak akibat PMK bisa ditekan.