Awalnya PMK ditemukan di Aceh Tamiang, tetapi dalam waktu sebulan sejumlah kabupaten di Aceh melaporkan kasus serupa. Kini kasus semakin bertambah.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
HUMAS KEMENTERIAN PERTANIAN
Petugas menyemprotkan disinfektan di kandang ternak sapi di Kabupaten Aceh Tamiang, Aceh, Kamis (12/5/2022). Aceh Tamiang ditetapkan sebagai daerah wabah penyakit mulut dan kaki dengan 2.555 ternak terjangkit.
BANDA ACEH, KOMPAS — Aceh kewalahan menahan laju penyebaran penyakit mulut dan kuku akibat belum ada vaksinasi bagi hewan ternak. Pemberian vitamin, antibiotik, dan penutupan pasar hewan diharapkan bisa meminimalkan laju penyebaran yang masif.
Sejauh ini penularan terjadi di sejumlah daerah di Aceh, antara lain, Aceh Besar, Langsa, Aceh Utara, dan Aceh Tamiang. Kasus penularan tertinggi terjadi di Aceh Tamiang, mencapai 7.000 ternak. Sebanyak 41 ekor mati dan 2.135 ekor sembuh. Aceh Tamiang tempat pertama kali kasus PMK ditemukan di Aceh.
Kepala Bidang Peternakan Dinas Pertanian Aceh Besar Firdaus, Kamis (2/6/2022), mengatakan, lebih kurang 50 sapi per hari dilaporkan terpapar penyakit mulut dan kuku (PMK). Kini, sedikitnya 1.500 ternak tertular PMK.
Firdaus mengatakan, upaya menghentikan penyebaran telah dilakukan dengan memberikan vitamin, antibiotik, dan karantina hingga menutup pasar hewan. Namun, setiap hari masih saja ada laporan kasus baru. ”Wabah ini muncul sangat tiba-tiba, kami tidak siap (menanggulangi),” kata Firdaus.
Firdaus menuturkan, selama belum ada vaksin, laju penularannya sulit dihalau. Belakangan, akibat stok antibiotik habis, peternak disarankan menggunakan obat tradisional, seperti air nira atau gula merah. ”Kami mengerahkan semua sumber daya untuk menanggulangi PMK,” kata Firdaus.
Kepala Dinas Pangan Pertanian Kelautan dan Perikanan (DPPKP) Langsa Banta Ahmad menyebutkan, 1.587 ternak kini terpapar PMK. Padahal, pada 5 Mei 2022 hanya ada 85 ekor terpapar. Jumlah itu, ujar dia, berpotensi terus bertambah.
Banta mengklaim, pemerintah telah berusaha maksimal menahan laju penyebaran dan mengobati ternak yang terpapar. ”Kami berharap peran aktif peternak ikut menahan laju penyebaran, salah satunya mengandangkan ternak,” kata Banta.
Sementara di Aceh Utara, jumlah ternak terpapar 3.011 ekor. Sebanyak tiga ekor mati dan 604 ekor sembuh. Sementara sisanya masih dalam perawatan.
Sekretaris Dinas Perkebunan Peternakan dan Kesehatan Hewan Aceh Utara Muzakkir mengatakan, pola gembala dengan cara melepasliarkan ternak ke lapangan membuka peluang penyebaran PMK kian meluas. Namun, jika sudah ada vaksin, penanganan wabah relatif lebih mudah.
”PMK memang tidak bahaya sehingga tingkat kematian rendah. Peternak tidak boleh panik,” kata Muzakkir.
Sapi milik warga di Kabupaten Aceh Besar, Aceh, Selasa (4/2/2020). Penyakit ngorok merupakan ancaman bagi ternak di Aceh.
Kepala Dinas Peternakan Aceh Rahmandi mengatakan, pemeriksaan di perbatasan Aceh-Sumatera Utara masih dilakukan untuk mencegah mobilisasi ternak antarprovinsi.
Sementara pasar hewan di kabupaten yang terpapar PMK ditutup hingga waktu yang belum ditentukan. Dia mengerahkan tim kesehatan hewan untuk turun ke tingkat desa untuk membantu warga merawat ternak yang terpapar dan memberikan edukasi cara pencegahan.
Rahmandi mengatakan, pihaknya harus bekerja keras agar 14 hari sebelum Idul Adha, 9 Juli 2022, wabah itu sudah tertanggulangi. Di Aceh, sehari menjelang Lebaran ada tradisi meugang, menyantap masakan berbahan baku daging sapi. Pada hari itu, permintaan daging sapi melonjak.
”Semua sapi yang disembelih untuk meugang harus bebas dari PMK,” kata Rahmandi.